Sunday, February 26, 2012

CintaNya ada Dalam Cintamu untukNya

Posted by Devy Ratriana Amiati at 8:41 AM



Sore, suasana di desa ku begitu sepi ya tak ubahnya seperti hari-hari biasanya meskipun ribuan pecinta alam sejawa timur baru saja berangkat menjelajahi dan menikmati beberapa trap penjelajahan keren di daerah pantai selatan tepatnya belakang gunung perbatasan patai di desa ku. Alhamdulillah sore ini begitu terang, sejak setelah menyelesaikan tugas rumah di akhir pekan mulai dari menyapu, ke pasar, cuci piring dan lain-lain ku selesaikan novel Negeri 5 Menara karya A. Fuad yang kemarin aku pinjam dari Mbak Sisca teman satu fakultas ku yang telah menyelesaikan D3 dan melanjutkan S1 nya di fakultas yang sama dengan ku kembali di tingkat 1.
Mbak Sisca mempunya kegemaran yang sama dengan ku, yaitu berdiskusi masalah agama selain diskusi masalah perawatan gigi atau yang berhubungan dengan ilmu gigi. Maklum aku masih NOL sedangkan Mbak Sisca sudah 3 tahun bercinta dengan hal-hal berbau gigi bahkan karena fahamnya dengan gigi aku sering mengangguk-angguk keheranan bila ngobrol atau sekedar main ke tempat kos ku belajar bersama. Selain itu kami punya hobi yang sama yaitu membaca novel yang berbau agama, berwarna pondok atau timur tengah. Mungkin kegemaran Mbak Sisca itu muncul karena pujaan hatinya menuntut ilmu di Al-Azhar dan sering bercurhat-curhatan tentang situasi di keagamisan anak-anak pondok kekasihnya juga kecemerlangan kekasihnya belajar di timur tengah. Semakin Mbak Siska bercerita semakin pula aku minder dan hanyut dalam pertanyaan-pertanyaan konyol yang tak lagi dapat dijawab karena sudah telat,“Andai dulu aku ke Mantingan, ah....!!”
Tidur di kamar ukuran 4x5 dengan fentilasi yang lebar dan posisi tempat tidur yang tepat disamping jendela. Ku buka lembar demi lembar novel Negeri 5 Menara. Dengan tatapan kesamping atas yang langsung menatap awan serta posisi yang begitu strategis untuk menenangkan diri dengan deretan gunung selatan yang membentengi Samudra Hindia dengan Kabupaten Tulungagung mudah dilihat dari kamar ku yang berada di lantai dua, dan angin yang selatan yang begitu dingin. Lembar demi lembar ku hayati, ku resapi, dan alhamdulillah satu persatu rasa penasaran ku dengan pondok yang dulunya tak jadi aku masuki karena silang pendapat dapat ku ketahui.
“Hmmm... Aku tidak bisa ke sana, semoga anak ku bisa ke sana. Biar tak seperti ku yang naik turun bertempur dengan nafsu Dunia Vs Akhirat yang sering kali nafsu dunia memenangkan kompetisi hati karena lingkungan” gumam ku diiringi senyum 10 cm seraya menatap langit.
Tak terasa dari pagi, break sebentar sholat duhur dan kemudian membaca lagi membawa ku tertidur bersama kisah-kisah dalam cerita. Tak terasa jam 14.59 adzan dari masjid kecamatan yang berada di dekat rumah berkumandang,”Allahuakbar.. Allahuakbar...” suara Pak Suyono, respek mata ku terbelalak langsung membuang kantuk dan rasa malas, menyemangati diri dengan bertepuk tangan dan lari menuju kamar mandi karena setiap minggu sore ada jadwal mengaji private bersama Ustadz yang membimbing ku.
Ku ambil mukena, dan Al Quran mini ku. Ku kayuh sepeda mini jadul yang dibelikan bapak saat aku masih kelas 4 SD. Didorong angin selatan berdesir menuju utara memperingan kayuhan ku melintasi rumah demi rumah, perempatan kecamatan dan sampailah di masjid,”Alhamdulillah masih tertinggal 1 rakaat”
Setelah berdzikir panjang, tepat pukul 15.31 beliau bangkit dan mengambil Al Quran besar dari Saudi Arabia milik Masjid, dan aku pun bergegas mengambil meja pajang yang masih tersisa yang beberapa telah diambil anak-anak Madrasah Diniyah untuk mengaji Al Quran, tauhid, hadits, bahasa arab, dll. Dan aku pun harus berbagi tempat dengan anak-anak SD-SMP yang menggunakan masjid untuk belajar tauhid.
Terlihat sekali bahwa ilmu ku sangat sedikit, karena masih mengaji di tengah mereka-mereka yang usianya jauh di bawah ku. Terlebih sahabat-sahabat satu desa yang dulu juga teman mengaji formal di Madin sekarang sudah menjadi Ustadz dan Ustadzah di Madin sedangkan aku masih terus belajar mengaji dan belajar private tauhid dan hadits pada beliau Ustadz senior di kecamatan. Maklum selama ini aku masih disibukkan dengan kegiatan sekolah dengan sedikit bumbu berbaur ilmu agama akhirnya membuat ku tertinggal dari sahabat-sahabat ku. Anak-anak kecil yang sering kali melirik ku, mungkin keheranan. Meski terbersit keminderan namun ku coba membuangnya dan tetap semangat!
Beliau menyimak tajwid yang aku baca dengan begitu tlaten, bahkan tidak segan membenarkan bacaan tajwid ku yang belepotan. Juga tidak jenuh selalu mengingatkan ku yang sering mengulang kesalahan dalam membaca hukum-hukum bacaan. Meski apa yang beliau katakan kadang tidak aku fahami namun lambat laun bacaan ku membaik meski tidak dapat memastikan itu bacaan apa. Hanya bermodal ilmu titen dan eleng. Titen (cermat) harus dibaca bagaimana dan eleng (ingat) dengan intonasi indah yang beliau contohkan untuk membenari bacaan ku dengan tajwid yang keren layaknya qori’.
Yang menarik dari sore ini adalah petuah beliau mendongkrak iman bagi siapapun yang mendengar. Dengan tutut kata lembut, sabar, penuh hikmah yang beliau ucapkan yang sering membius para jama’ah masjid apabila beliau berkutbah.
“Manusia di dunia ini hanyalah sementara. Allah senantiasa mencintai makhluknya tanpa pandang bulu. Kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu, meskipun dosa yang diperbuat manusia sebesar gunung. Lalu bagaimana kita dapat mencintainya dengan tulus?”
Aku hanya menggeleng-geleng kepala ku
“Cara kita mencintaNya dengan tulus adalah dengan mencintaiNya dari lubuk hati paling dalam penuh ketaatan. Bagaimana caranya? Pertama apabila sesorang dilanda cinta dia akan selalu mengingat dengan orang yang dicintai kapan pun dan dimanapun, begitu halnya mencintai Allah maka kita harus mengingatnya dimanapun, kapan pun, dalam kondisi apapun. Kedua apabila seseorang dilanda cinta dia akan selalu rindu bertemu dengan yang dicintai, begitu juga dengan cinta pada Allah, misalnya mendatangi masjid untuk sholat jama’ah apabila adzan dikumandangkan. Ketiga apabila seseorang dilanda cinta maka akan senang berbincang lama-lama dengan yang dicintai, begitu halnya cinta pada Allah. Kita akan senang mengkusyukan sholat, tidak terburu-buru dalam sholat, berlama-lama berdzikir dan banyak berdo’a padaNya dalam segala urusan. Keempat apabila kita mencintai seseorang yang jauh kita akan selalu membaca surat-surat atau nasehat-nasehat hikmah yang dikirimnya lewat pos, sms, dll dan bagaimana kita mencintaiNya?”
Aku masih termenung, menyimak dengan serius petuah beliau.
“Yaitu dengan menbaca firman-firmannya dalam Al Quran dan senang mempelajari Hadits Rasulullah saw. Kelima, saat kita mencintai seseorang kita akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan hal-hal yang disukai seseorang yang kita cintai, dan wujud kita mencintai Allah dengan menjalankan perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya, memperbanyak membaca Shalawat atas nabi, dan lain sebagainya. Dan yang terakhir, yang keenam apabila kita mencintai seseorang kita pasti cemburu bila yang kita cintai dihina, dipermalukan orang lain, dan wujud dari rasa cinta kita pada Allah adalah membela Din-Nya bila zaman Rasulullah dulu wujud jihad dengan berperang melawan orang kafir, sekarang wujud cemburu dan jihad kita adalah menggenggam teguh Din-Nya dengan tetap bertahan dalam segala kondisi, terutama kondisi globalisasi saat ini.”
Aku hanya tersenyum sambil sesekali menelan ludah karena benggong, menelan petuah-petuah itu dari mulut, telinga, hidung, dan mata masuk dalam hati ku. Seakan udara di sekitar ku terasa banyak oksigen. 16.30 mengaji hari sore ini ditutup dengan do’a dan satu pesan singkat.
“Allah itu dekat dan sangat dengan dengan orang-orang yang mencintaiNya.”
Kemudian beliau membacakan hadits,”Ya ayuhanas absus salam waat ngimu tongam, wa silul arham wa solu wanasu niam tathulul janata bissalam
Haha.... hancur bukan main ejaan arab itu dan sudah PASTI SALAH! karena itu yang aku ingat tanpa tau tulisan benarnya seperti apa. afwan :D:D
Namun intinya,”Wahai manusia, sebar luaskanlah salam, berilah orang lain makanan, sholatlah saat orang lain sedang tidur lelap di waktu malam, maka kamu akan masuk surga dengan salam
            Hari yang berkesan, ku kan memejamkan mata tuk bersiap mengecas tenaga untuk esok dengan harapan lebih baik gizi jiwa lewat petuah-petuah beliau dan kisah inspiratif dalam novel Negeri 5 Menara..
            Man Jadda Wa Jadada wa Man Shabara zhafira ^_^

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, February 26, 2012

CintaNya ada Dalam Cintamu untukNya




Sore, suasana di desa ku begitu sepi ya tak ubahnya seperti hari-hari biasanya meskipun ribuan pecinta alam sejawa timur baru saja berangkat menjelajahi dan menikmati beberapa trap penjelajahan keren di daerah pantai selatan tepatnya belakang gunung perbatasan patai di desa ku. Alhamdulillah sore ini begitu terang, sejak setelah menyelesaikan tugas rumah di akhir pekan mulai dari menyapu, ke pasar, cuci piring dan lain-lain ku selesaikan novel Negeri 5 Menara karya A. Fuad yang kemarin aku pinjam dari Mbak Sisca teman satu fakultas ku yang telah menyelesaikan D3 dan melanjutkan S1 nya di fakultas yang sama dengan ku kembali di tingkat 1.
Mbak Sisca mempunya kegemaran yang sama dengan ku, yaitu berdiskusi masalah agama selain diskusi masalah perawatan gigi atau yang berhubungan dengan ilmu gigi. Maklum aku masih NOL sedangkan Mbak Sisca sudah 3 tahun bercinta dengan hal-hal berbau gigi bahkan karena fahamnya dengan gigi aku sering mengangguk-angguk keheranan bila ngobrol atau sekedar main ke tempat kos ku belajar bersama. Selain itu kami punya hobi yang sama yaitu membaca novel yang berbau agama, berwarna pondok atau timur tengah. Mungkin kegemaran Mbak Sisca itu muncul karena pujaan hatinya menuntut ilmu di Al-Azhar dan sering bercurhat-curhatan tentang situasi di keagamisan anak-anak pondok kekasihnya juga kecemerlangan kekasihnya belajar di timur tengah. Semakin Mbak Siska bercerita semakin pula aku minder dan hanyut dalam pertanyaan-pertanyaan konyol yang tak lagi dapat dijawab karena sudah telat,“Andai dulu aku ke Mantingan, ah....!!”
Tidur di kamar ukuran 4x5 dengan fentilasi yang lebar dan posisi tempat tidur yang tepat disamping jendela. Ku buka lembar demi lembar novel Negeri 5 Menara. Dengan tatapan kesamping atas yang langsung menatap awan serta posisi yang begitu strategis untuk menenangkan diri dengan deretan gunung selatan yang membentengi Samudra Hindia dengan Kabupaten Tulungagung mudah dilihat dari kamar ku yang berada di lantai dua, dan angin yang selatan yang begitu dingin. Lembar demi lembar ku hayati, ku resapi, dan alhamdulillah satu persatu rasa penasaran ku dengan pondok yang dulunya tak jadi aku masuki karena silang pendapat dapat ku ketahui.
“Hmmm... Aku tidak bisa ke sana, semoga anak ku bisa ke sana. Biar tak seperti ku yang naik turun bertempur dengan nafsu Dunia Vs Akhirat yang sering kali nafsu dunia memenangkan kompetisi hati karena lingkungan” gumam ku diiringi senyum 10 cm seraya menatap langit.
Tak terasa dari pagi, break sebentar sholat duhur dan kemudian membaca lagi membawa ku tertidur bersama kisah-kisah dalam cerita. Tak terasa jam 14.59 adzan dari masjid kecamatan yang berada di dekat rumah berkumandang,”Allahuakbar.. Allahuakbar...” suara Pak Suyono, respek mata ku terbelalak langsung membuang kantuk dan rasa malas, menyemangati diri dengan bertepuk tangan dan lari menuju kamar mandi karena setiap minggu sore ada jadwal mengaji private bersama Ustadz yang membimbing ku.
Ku ambil mukena, dan Al Quran mini ku. Ku kayuh sepeda mini jadul yang dibelikan bapak saat aku masih kelas 4 SD. Didorong angin selatan berdesir menuju utara memperingan kayuhan ku melintasi rumah demi rumah, perempatan kecamatan dan sampailah di masjid,”Alhamdulillah masih tertinggal 1 rakaat”
Setelah berdzikir panjang, tepat pukul 15.31 beliau bangkit dan mengambil Al Quran besar dari Saudi Arabia milik Masjid, dan aku pun bergegas mengambil meja pajang yang masih tersisa yang beberapa telah diambil anak-anak Madrasah Diniyah untuk mengaji Al Quran, tauhid, hadits, bahasa arab, dll. Dan aku pun harus berbagi tempat dengan anak-anak SD-SMP yang menggunakan masjid untuk belajar tauhid.
Terlihat sekali bahwa ilmu ku sangat sedikit, karena masih mengaji di tengah mereka-mereka yang usianya jauh di bawah ku. Terlebih sahabat-sahabat satu desa yang dulu juga teman mengaji formal di Madin sekarang sudah menjadi Ustadz dan Ustadzah di Madin sedangkan aku masih terus belajar mengaji dan belajar private tauhid dan hadits pada beliau Ustadz senior di kecamatan. Maklum selama ini aku masih disibukkan dengan kegiatan sekolah dengan sedikit bumbu berbaur ilmu agama akhirnya membuat ku tertinggal dari sahabat-sahabat ku. Anak-anak kecil yang sering kali melirik ku, mungkin keheranan. Meski terbersit keminderan namun ku coba membuangnya dan tetap semangat!
Beliau menyimak tajwid yang aku baca dengan begitu tlaten, bahkan tidak segan membenarkan bacaan tajwid ku yang belepotan. Juga tidak jenuh selalu mengingatkan ku yang sering mengulang kesalahan dalam membaca hukum-hukum bacaan. Meski apa yang beliau katakan kadang tidak aku fahami namun lambat laun bacaan ku membaik meski tidak dapat memastikan itu bacaan apa. Hanya bermodal ilmu titen dan eleng. Titen (cermat) harus dibaca bagaimana dan eleng (ingat) dengan intonasi indah yang beliau contohkan untuk membenari bacaan ku dengan tajwid yang keren layaknya qori’.
Yang menarik dari sore ini adalah petuah beliau mendongkrak iman bagi siapapun yang mendengar. Dengan tutut kata lembut, sabar, penuh hikmah yang beliau ucapkan yang sering membius para jama’ah masjid apabila beliau berkutbah.
“Manusia di dunia ini hanyalah sementara. Allah senantiasa mencintai makhluknya tanpa pandang bulu. Kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu, meskipun dosa yang diperbuat manusia sebesar gunung. Lalu bagaimana kita dapat mencintainya dengan tulus?”
Aku hanya menggeleng-geleng kepala ku
“Cara kita mencintaNya dengan tulus adalah dengan mencintaiNya dari lubuk hati paling dalam penuh ketaatan. Bagaimana caranya? Pertama apabila sesorang dilanda cinta dia akan selalu mengingat dengan orang yang dicintai kapan pun dan dimanapun, begitu halnya mencintai Allah maka kita harus mengingatnya dimanapun, kapan pun, dalam kondisi apapun. Kedua apabila seseorang dilanda cinta dia akan selalu rindu bertemu dengan yang dicintai, begitu juga dengan cinta pada Allah, misalnya mendatangi masjid untuk sholat jama’ah apabila adzan dikumandangkan. Ketiga apabila seseorang dilanda cinta maka akan senang berbincang lama-lama dengan yang dicintai, begitu halnya cinta pada Allah. Kita akan senang mengkusyukan sholat, tidak terburu-buru dalam sholat, berlama-lama berdzikir dan banyak berdo’a padaNya dalam segala urusan. Keempat apabila kita mencintai seseorang yang jauh kita akan selalu membaca surat-surat atau nasehat-nasehat hikmah yang dikirimnya lewat pos, sms, dll dan bagaimana kita mencintaiNya?”
Aku masih termenung, menyimak dengan serius petuah beliau.
“Yaitu dengan menbaca firman-firmannya dalam Al Quran dan senang mempelajari Hadits Rasulullah saw. Kelima, saat kita mencintai seseorang kita akan selalu berusaha menyesuaikan diri dengan hal-hal yang disukai seseorang yang kita cintai, dan wujud kita mencintai Allah dengan menjalankan perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya, memperbanyak membaca Shalawat atas nabi, dan lain sebagainya. Dan yang terakhir, yang keenam apabila kita mencintai seseorang kita pasti cemburu bila yang kita cintai dihina, dipermalukan orang lain, dan wujud dari rasa cinta kita pada Allah adalah membela Din-Nya bila zaman Rasulullah dulu wujud jihad dengan berperang melawan orang kafir, sekarang wujud cemburu dan jihad kita adalah menggenggam teguh Din-Nya dengan tetap bertahan dalam segala kondisi, terutama kondisi globalisasi saat ini.”
Aku hanya tersenyum sambil sesekali menelan ludah karena benggong, menelan petuah-petuah itu dari mulut, telinga, hidung, dan mata masuk dalam hati ku. Seakan udara di sekitar ku terasa banyak oksigen. 16.30 mengaji hari sore ini ditutup dengan do’a dan satu pesan singkat.
“Allah itu dekat dan sangat dengan dengan orang-orang yang mencintaiNya.”
Kemudian beliau membacakan hadits,”Ya ayuhanas absus salam waat ngimu tongam, wa silul arham wa solu wanasu niam tathulul janata bissalam
Haha.... hancur bukan main ejaan arab itu dan sudah PASTI SALAH! karena itu yang aku ingat tanpa tau tulisan benarnya seperti apa. afwan :D:D
Namun intinya,”Wahai manusia, sebar luaskanlah salam, berilah orang lain makanan, sholatlah saat orang lain sedang tidur lelap di waktu malam, maka kamu akan masuk surga dengan salam
            Hari yang berkesan, ku kan memejamkan mata tuk bersiap mengecas tenaga untuk esok dengan harapan lebih baik gizi jiwa lewat petuah-petuah beliau dan kisah inspiratif dalam novel Negeri 5 Menara..
            Man Jadda Wa Jadada wa Man Shabara zhafira ^_^

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea