Sunday, March 4, 2012

Curhat UN PW IPM Jatim by Me "Mencoba Berkhusnuzhon"

Posted by Devy Ratriana Amiati at 7:40 PM


            Ujian nasional adalah waktu yang paling saya nanti dalam setiap jenjang pendidikan. Saat duduk di bangku SD, saya masih rajin-rajinya dianggap culun boleh juga deh, hehe.. karena kemana-mana bawa buku, hari-hari terisi penuh untuk belajar, keluar rumah hanya untuk ikut bimbingan belajar. Bahkan saking rajinnya buku-buku paket sampai kusut karena setiap waktu dibuka. Waktu ujian nasional akan tiba buku seperti nasi dan udara seperti minuman. Setiap mau masuk kelas wali kelas selalu ngasih kuis yang di dalamnya soal-soal ujian nasional disebutnya saat itu “Sarapan Pagi” tapi sarapan pagi soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Kalau gak bisa jawab soalnya malah ditambah, jadi mau tidak mau setiap pagi sudah harus belajar buat itu meski masih semseter 1.

Sorenya selain bimbel di luar pelajaran formal wali kelas ngasih jam tambahan, masih sih metodenya yaitu tebak-tebakkan. Tiba ujian nasional tiba, tereeett.. teret... Ibarat orang perang sudah siap dengan senjata, sudah siap kuda, sudah siap strategi memilih soal, dan sudah ngantongi restu dari orang tua dan guru. Saya berangkat dengan begitu PD, seragam merah putih, sepatu hitam, pensil 2B tak lupa penghapus, penggaris, dan kaca untuk alas LJK supaya tidak berlubang saat pengarsiran. Alhamdulillah mengerjakan soal ibarat mengerjakan TTS, tapi TTS mah masih agak mikir kalau ini sudah libas gak pakai mikir karena semua materi sudah nancep di otak. Dan dari usaha itu alhamdulillah rangking ujian nasional saya masuk peringkat 25 besar tingkat kecamatan. Hehe tapi itu saat masih unyu-unyu dulu..hehe...

Lembaran baru di MTs. Nah, waktu masuk MTs rasanya julukan kutu buku itu hanyut ntah kemana. Hari-hari penuh dengan kegiatan, terlebih saat itu saya diberi amanah menjadi ketua OSIS, jadi itu hampir semua ekstrakulikuler saya ikuti, disamping itu 2 tahun berturut-turut waktu seleksi di setiap tingkatan saya masuk kelas favorit yang di dalamnya anak-anak olimpiade. Dan disinilah letak kelelahan saya dalam semuanya, lelah fikiran juga lelah tenanga. Bahkan jika boleh jujur prestasi akademis saya menurun karena sudah lelah dengan kegiatan di luar pelajaran.

            Dengan jadwal Madrasah Tsanawiyah yang masuk mulai jam ke NOL sedangkan hampir setiap hari saya pulang jam 8 malam, karena sehabis ekstrakulikuler langsung ikut bimbingan belajar. Jadi rasanya itu sudah capek banget, karena mencoba mengejar target kadang tidur hanya 4 jam. 4 jamnya anak MTs tidak sama dengan 4 jam mahasiswa, saat itu 4 jam sangat sedikit. Nah.. tiba saat naik ke kelas IX fikiran saya kacau, bahkan saking kacaunya berat badan saya naik sampai hampir 60 kg. Karena setiap kali setres, pelampiasannya pada coklat dan snack. Bagaimana tidak setres? banyak materi kelas VIII belum terlalu saya kuasai padahal dalam ujian jenjang SMP/MTs materi paling banyak keluar dari kelas VIII.

Umi sempat marah kala itu,”Kamu itu kok organisasi terus, kapan di rumahnya?? Kayak orang kantoran saja! Ayo belajar, ujian nasional sulit. Jangan main-main.. kalau sampai begini begitu apa lagi ndak lulus, sudah umi carikan sapi saja. Biar kamu di rumah ngurus sapi saja!”

Allah... umi benar-benar marah, dan rasanya sudah campur aduk beneran. Sudah saya nya belum menguasai materi, dan jabatan diorganisasi belum bisa saya rucuti sebelum 3 bulan melangkah di kelas IX karena adat turun temurun kakak kelas yang telah selesai jabatan harus membimbing adik-adik kelas.

Belum lagi guru-guru madrasah saat itu sering nakut-nakuti,”Anak-anak yang jaga Ujian Nasional guru-guru dari SMP. Hati-hati guru-guru SMP itu penjagaannya ketat jadi noleh sedikit kalian bisa tidak lulus karena dicoret.”

Allah... takanan batin luar biasa. Namun abah nyemangati,”Abah pengen kamu masuk SMA Favorit. Kalau kamu bisa masuk sana sudah mintamu apa abah turuti

Insha Allah, Bah” jawab saya dengan perasaan sedikit lega..

Akhirnya saya putuskan untuk segera melucuti semua kegiatan dan focus belajar. Semenjak semua organisasi saya lepas saya kembali ke jalan yang lurus. Makan ada buku, tidur bareng buku, mau nyapu belajar dulu dan alhamdulillah semua rangkaian try out saya selalu lulus dengan keringat dan jerih payah sendiri dengan nilai yang memuaskan.

Tiba saat ujian nasional tiba. “Bismillah” berangkat di hari pertama sudah siap senjata. Soal saya kerjakan dengan nikmat, meski ada sih beberapa yang sedikit sulit, tapi terus mengerjakan dengan buah fikir sendiri. Tiba-tiba.. saat saya mengerjakan ada beberapa teman mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dan ternyata dia bawa hp.

Ssstt.. ngapain bawa hp?” tanay saya

Ndak apa-apa kok Vy, santai aja... ini aku dapet bocoran dari katanya dari gurunya. Kamu mau? Kode mu apa?”

Oh.. tidak terimakasih saya mengerjakan sendiri” Hati rasanya sakit banget, ternyata ujian nasional kali ini tidak seperti yang saya bayangkan. Akhirnya saya mencoba focus mengerjakan kembali, nah.. tidak lama kemudian ternyata yang bawa hp tidak hanya 1 anak, namun hampir semuanya bawa. Wah.. sakit banget rasanya. Saya belajar mati-matian untuk itu dan mereka tidak belajar, namun dengan mudah tinggal nerima sms jawaban.

Habis ujian saya nangis, karena merasa terzolimi. Teman saya bilang,”Kenapa kamu sedih Vy? Udah gak usah sedih, kita semua harus lulus. Ndak ada istilah egois dalam nilai. Kita keluarga, kita harus kompak lulus.”

            Sampai rumah saya cerita ke Umi dengan ngambek,”Sudah Mi, saya ndak mau belajar. Enak sekali yang ndak usaha dengan mudahnya dapat jawaban.

            Umi jawab,”Sudah.. Allah menilai semua itu dari usaha nduk, bukan nilai

            Akhirnya karena saking mangkelanya, dan rasa sakit hati yang benar-benar, saya putuskan membawa 2 hp yang saya miliki melancarkan aksi mencari jawaban. Awalnya umi sempat melarang karena emosi saya yang tidak terkendali campur nangis, akhirnya umi diam saja. Meski saya membawa 2 hp, namun akhirnya saya tetap mengerjakan sendiri karena saya fikir apa yang dikatakan umi memang benar, dan sempat mencocokan dengan jawaban yang tersebar dari hp ke hp hampir semua jawaban saya sama.

Alhasil hari ke-3 aksi kecurangan menjadi-jadi, guru madrasah saya sendiri membagikan kunci-kunci jawaban lewat sms dan kertas kecil. Jadi seolah ujian nasional itu bukan sesuatu yang sakral nan special yang harusnya dilalui dengan penuh perjuangan di akhir jenjang, namun situasinya biasa saja karena ada soal, ada jawaban, tinggal nyalin.

            Itu UAN SD dan MTs, beda lagi dengan UAN SMA. Wah.. kali ini sulit diungkapi memang, tapi saya coba cerita. SMA rasanya ujian nasional semakin tidak berarti dan tidak special, karena semua SMA terlebih SMA saya yang favorit bersaing dengan SMA lainnya ingin meraih predikat SMA dengan nilai dengan NUN tertinggi atau rata-tata tertinggi sekabupaten dan Jawa Timur. Nah, kecurangannya luar biasa dan bukan lagi hal tabu yang disembunyikan. Betapa tidak belum masuk ruang ujian saja semua sudah dapat sms kunci jawaban yang dijamin 98% benar. Apa coba kalau bukan ujian nasional hanya permainan!!!

Selain itu alasan ini dipakai karena menutupi kwalitas pendidikan yang tidak begitu baik agar terlihat ‘Wah’ di mata pemerintah pusat. Sempat saya bertanya pada salah satu guru,”kenapa Pak, kecurangan dimana-mana? Bukannya itu malah menutupi borok (luka yang hampir membusuk) yang seharusnya borok itu bukan ditutupi tapi disembuhkan?”

            Beliau menjawab,”Prinsip Ujian Nasional itu ‘Asal Pimpinan Senang’ jadi ya sudah tidak perduli mau cara apapun yang ditempuh yang penting sekarang itu semua lulus, dan semua SMA berlomba-lomba dapat penghargaan. Kalau nilainya dibiarkan anjlok sedang kamu tau sendiri kan Vy anak sekarang gimana! Kebanyakan malas belajar, internetan terus, kalau gak gitu kluyuran kemana-mana sedangkan standar pendidikan dari tahun ke tahun naik. Nah.. kalau mereka ini dibiarkan ndak lulus, sekolah kita malah akan jadi sorotan,’eh.. katanya favorit tapi ternyata gurunya tidak mampu mendidik’ hayo.. dilema juga kan kita sebagai guru!”

            Saya mencoba berfikir dan menelaah benar-benar tujuan diadakannya ujian nasional dan dapat saya simpulkan diadakan ujian nasional itu tidaklah salah, karena ini merupakan upaya meningkatkan kwalitas pendidikan di negara kita. Menolak ujian nasioal dengan demo, mogok makan, dan semacamnya saya fikir bukan solusi terbaik karena ujian nasional bukan untuk di tolak namun untuk dihadapi dengan persenjataan ikhtiar, do’a dan tawakal.

Okey deh.. Bagi anak yang rajin it’s no problem dengan hal ini karena apa pun ujiannya akan tetap dilalui dengan semangat man jadda wajaada, namun bagi mereka yang tidak mau belajar seolah menjadi suatu momok yang begitu menakutkan dan bahkan umumnya nih ya sekarang saking takutnya malah menjauhkan diri dengan belajar katanya gak mau pusing-pusing mikir UAN. Anak semacam ini mah kalau gak lulus dibiarkan aja!hehe.. just kidding :D

            Alasan yang membuat saya kurang setuju dengan ujian nasional adalah rasa iba dengan nasib teman-teman saya yang ada di NTT, Papua, Maluku, Kalimantan, dan propinsi yang masih minim sekali fasilitas pendidikannya. Alhmdulillah.. Banyak bersyukur hidup di tanah jawa dengan fasilitas pendidikan yang baik terutama di sekolah favorit, melihat sisi lain di propinsi-propinsi itu hati begitu sedih. Mereka yang disana belajar dibawa bangunan yang tidak sekokoh dan seindah sekolah-sekolah di jawa, bangku dan kursinya reot, apa lagi persediaan buku pun juga minim, dan fasilitas-fasilitas lain yang begitu minim. Jadi saya pun memaklumi kalau mereka-mereka merasa berat menghadapi ujian nasional, bahkan banyak yang tidak lulus.

            Dan kini saya mempertanyakan keadilan pendidikan!! Pemerintah ingin generasi penerusnya maju, menuntut harus ini harus itu namun hak yang seharusnya di dapat oleh siswa tidak diberikan secara rata. Kalau sekarang ada istilah sertifikasi untuk guru, saya fikir itu bukan solusi utama untuk meningkatkan kwalitas pendidikan. Memang dengan adanya sertifikasi guru dituntut semakin kreatif dan bersemangat membimbing siswa terutama untuk siswa pemalas yang saya katakan di atas, namun saya kurang setuju jika hal ini di dahulukan harusnya yang didulukan adalah pemerataan fasilitas penunjang pembelajaran.

Sekolah-sekolah yang rusak diperbaiki, media-media pembelajaran ditambah, buku-buku lebih banyak disubsidi dari pemerintah, memberikan beasiswa yang seluas-luasnya. Apalagi buku paket yang harganya mencapai ratusan ribu, ini perlu jadi bahan pertimbangan pemerintah untuk melakukan subsidi buku. Nah.. Kalau semua hak telah terpenuhi maka saya kurang sependapat jika ada orang-orang yang menolak ujian nasional.

Namun kalau memang pemerintah belum siap dengan hal itu lebih baik tidak usah ada ujian nasional dari pada terjadi ketumpang tindihan pendidikan, yang mengakibatkan pencemaran sistem  namun terus saja ditambah zat ini itu dengan berbagai cara agar tetap bagus. Ini namanya pembohongan diri juga pembodohan generasi. Nilai bagus tapi bukan hasil keringat sendiri malu kalau 10 tahun lagi diceritakan anak cucu.

Disinipun saya memahami segala sesuatu tidak ada yang sempurna, semua mempunyai sisi positif juga sisi negatif namun ada baiknya kita mencoba berfikir cerdas mengguraikan sisi negatif menjadi sesuatu yang positif. Bila kita berkata “Tolak Ujian Nasional” hanya untuk menutupi kemalasan belajar itu bukan solusi yang benar.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.. “ (QS. Al Baqoroh : 286)

Yups, let's change our lives with the book. And if we think learning just for the life of the world, due to the end of our lives is the hereafter. Come learn to Scrip live up to the hereafter!

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, March 4, 2012

Curhat UN PW IPM Jatim by Me "Mencoba Berkhusnuzhon"



            Ujian nasional adalah waktu yang paling saya nanti dalam setiap jenjang pendidikan. Saat duduk di bangku SD, saya masih rajin-rajinya dianggap culun boleh juga deh, hehe.. karena kemana-mana bawa buku, hari-hari terisi penuh untuk belajar, keluar rumah hanya untuk ikut bimbingan belajar. Bahkan saking rajinnya buku-buku paket sampai kusut karena setiap waktu dibuka. Waktu ujian nasional akan tiba buku seperti nasi dan udara seperti minuman. Setiap mau masuk kelas wali kelas selalu ngasih kuis yang di dalamnya soal-soal ujian nasional disebutnya saat itu “Sarapan Pagi” tapi sarapan pagi soal ujian tahun-tahun sebelumnya. Kalau gak bisa jawab soalnya malah ditambah, jadi mau tidak mau setiap pagi sudah harus belajar buat itu meski masih semseter 1.

Sorenya selain bimbel di luar pelajaran formal wali kelas ngasih jam tambahan, masih sih metodenya yaitu tebak-tebakkan. Tiba ujian nasional tiba, tereeett.. teret... Ibarat orang perang sudah siap dengan senjata, sudah siap kuda, sudah siap strategi memilih soal, dan sudah ngantongi restu dari orang tua dan guru. Saya berangkat dengan begitu PD, seragam merah putih, sepatu hitam, pensil 2B tak lupa penghapus, penggaris, dan kaca untuk alas LJK supaya tidak berlubang saat pengarsiran. Alhamdulillah mengerjakan soal ibarat mengerjakan TTS, tapi TTS mah masih agak mikir kalau ini sudah libas gak pakai mikir karena semua materi sudah nancep di otak. Dan dari usaha itu alhamdulillah rangking ujian nasional saya masuk peringkat 25 besar tingkat kecamatan. Hehe tapi itu saat masih unyu-unyu dulu..hehe...

Lembaran baru di MTs. Nah, waktu masuk MTs rasanya julukan kutu buku itu hanyut ntah kemana. Hari-hari penuh dengan kegiatan, terlebih saat itu saya diberi amanah menjadi ketua OSIS, jadi itu hampir semua ekstrakulikuler saya ikuti, disamping itu 2 tahun berturut-turut waktu seleksi di setiap tingkatan saya masuk kelas favorit yang di dalamnya anak-anak olimpiade. Dan disinilah letak kelelahan saya dalam semuanya, lelah fikiran juga lelah tenanga. Bahkan jika boleh jujur prestasi akademis saya menurun karena sudah lelah dengan kegiatan di luar pelajaran.

            Dengan jadwal Madrasah Tsanawiyah yang masuk mulai jam ke NOL sedangkan hampir setiap hari saya pulang jam 8 malam, karena sehabis ekstrakulikuler langsung ikut bimbingan belajar. Jadi rasanya itu sudah capek banget, karena mencoba mengejar target kadang tidur hanya 4 jam. 4 jamnya anak MTs tidak sama dengan 4 jam mahasiswa, saat itu 4 jam sangat sedikit. Nah.. tiba saat naik ke kelas IX fikiran saya kacau, bahkan saking kacaunya berat badan saya naik sampai hampir 60 kg. Karena setiap kali setres, pelampiasannya pada coklat dan snack. Bagaimana tidak setres? banyak materi kelas VIII belum terlalu saya kuasai padahal dalam ujian jenjang SMP/MTs materi paling banyak keluar dari kelas VIII.

Umi sempat marah kala itu,”Kamu itu kok organisasi terus, kapan di rumahnya?? Kayak orang kantoran saja! Ayo belajar, ujian nasional sulit. Jangan main-main.. kalau sampai begini begitu apa lagi ndak lulus, sudah umi carikan sapi saja. Biar kamu di rumah ngurus sapi saja!”

Allah... umi benar-benar marah, dan rasanya sudah campur aduk beneran. Sudah saya nya belum menguasai materi, dan jabatan diorganisasi belum bisa saya rucuti sebelum 3 bulan melangkah di kelas IX karena adat turun temurun kakak kelas yang telah selesai jabatan harus membimbing adik-adik kelas.

Belum lagi guru-guru madrasah saat itu sering nakut-nakuti,”Anak-anak yang jaga Ujian Nasional guru-guru dari SMP. Hati-hati guru-guru SMP itu penjagaannya ketat jadi noleh sedikit kalian bisa tidak lulus karena dicoret.”

Allah... takanan batin luar biasa. Namun abah nyemangati,”Abah pengen kamu masuk SMA Favorit. Kalau kamu bisa masuk sana sudah mintamu apa abah turuti

Insha Allah, Bah” jawab saya dengan perasaan sedikit lega..

Akhirnya saya putuskan untuk segera melucuti semua kegiatan dan focus belajar. Semenjak semua organisasi saya lepas saya kembali ke jalan yang lurus. Makan ada buku, tidur bareng buku, mau nyapu belajar dulu dan alhamdulillah semua rangkaian try out saya selalu lulus dengan keringat dan jerih payah sendiri dengan nilai yang memuaskan.

Tiba saat ujian nasional tiba. “Bismillah” berangkat di hari pertama sudah siap senjata. Soal saya kerjakan dengan nikmat, meski ada sih beberapa yang sedikit sulit, tapi terus mengerjakan dengan buah fikir sendiri. Tiba-tiba.. saat saya mengerjakan ada beberapa teman mengeluarkan sesuatu dari sakunya, dan ternyata dia bawa hp.

Ssstt.. ngapain bawa hp?” tanay saya

Ndak apa-apa kok Vy, santai aja... ini aku dapet bocoran dari katanya dari gurunya. Kamu mau? Kode mu apa?”

Oh.. tidak terimakasih saya mengerjakan sendiri” Hati rasanya sakit banget, ternyata ujian nasional kali ini tidak seperti yang saya bayangkan. Akhirnya saya mencoba focus mengerjakan kembali, nah.. tidak lama kemudian ternyata yang bawa hp tidak hanya 1 anak, namun hampir semuanya bawa. Wah.. sakit banget rasanya. Saya belajar mati-matian untuk itu dan mereka tidak belajar, namun dengan mudah tinggal nerima sms jawaban.

Habis ujian saya nangis, karena merasa terzolimi. Teman saya bilang,”Kenapa kamu sedih Vy? Udah gak usah sedih, kita semua harus lulus. Ndak ada istilah egois dalam nilai. Kita keluarga, kita harus kompak lulus.”

            Sampai rumah saya cerita ke Umi dengan ngambek,”Sudah Mi, saya ndak mau belajar. Enak sekali yang ndak usaha dengan mudahnya dapat jawaban.

            Umi jawab,”Sudah.. Allah menilai semua itu dari usaha nduk, bukan nilai

            Akhirnya karena saking mangkelanya, dan rasa sakit hati yang benar-benar, saya putuskan membawa 2 hp yang saya miliki melancarkan aksi mencari jawaban. Awalnya umi sempat melarang karena emosi saya yang tidak terkendali campur nangis, akhirnya umi diam saja. Meski saya membawa 2 hp, namun akhirnya saya tetap mengerjakan sendiri karena saya fikir apa yang dikatakan umi memang benar, dan sempat mencocokan dengan jawaban yang tersebar dari hp ke hp hampir semua jawaban saya sama.

Alhasil hari ke-3 aksi kecurangan menjadi-jadi, guru madrasah saya sendiri membagikan kunci-kunci jawaban lewat sms dan kertas kecil. Jadi seolah ujian nasional itu bukan sesuatu yang sakral nan special yang harusnya dilalui dengan penuh perjuangan di akhir jenjang, namun situasinya biasa saja karena ada soal, ada jawaban, tinggal nyalin.

            Itu UAN SD dan MTs, beda lagi dengan UAN SMA. Wah.. kali ini sulit diungkapi memang, tapi saya coba cerita. SMA rasanya ujian nasional semakin tidak berarti dan tidak special, karena semua SMA terlebih SMA saya yang favorit bersaing dengan SMA lainnya ingin meraih predikat SMA dengan nilai dengan NUN tertinggi atau rata-tata tertinggi sekabupaten dan Jawa Timur. Nah, kecurangannya luar biasa dan bukan lagi hal tabu yang disembunyikan. Betapa tidak belum masuk ruang ujian saja semua sudah dapat sms kunci jawaban yang dijamin 98% benar. Apa coba kalau bukan ujian nasional hanya permainan!!!

Selain itu alasan ini dipakai karena menutupi kwalitas pendidikan yang tidak begitu baik agar terlihat ‘Wah’ di mata pemerintah pusat. Sempat saya bertanya pada salah satu guru,”kenapa Pak, kecurangan dimana-mana? Bukannya itu malah menutupi borok (luka yang hampir membusuk) yang seharusnya borok itu bukan ditutupi tapi disembuhkan?”

            Beliau menjawab,”Prinsip Ujian Nasional itu ‘Asal Pimpinan Senang’ jadi ya sudah tidak perduli mau cara apapun yang ditempuh yang penting sekarang itu semua lulus, dan semua SMA berlomba-lomba dapat penghargaan. Kalau nilainya dibiarkan anjlok sedang kamu tau sendiri kan Vy anak sekarang gimana! Kebanyakan malas belajar, internetan terus, kalau gak gitu kluyuran kemana-mana sedangkan standar pendidikan dari tahun ke tahun naik. Nah.. kalau mereka ini dibiarkan ndak lulus, sekolah kita malah akan jadi sorotan,’eh.. katanya favorit tapi ternyata gurunya tidak mampu mendidik’ hayo.. dilema juga kan kita sebagai guru!”

            Saya mencoba berfikir dan menelaah benar-benar tujuan diadakannya ujian nasional dan dapat saya simpulkan diadakan ujian nasional itu tidaklah salah, karena ini merupakan upaya meningkatkan kwalitas pendidikan di negara kita. Menolak ujian nasioal dengan demo, mogok makan, dan semacamnya saya fikir bukan solusi terbaik karena ujian nasional bukan untuk di tolak namun untuk dihadapi dengan persenjataan ikhtiar, do’a dan tawakal.

Okey deh.. Bagi anak yang rajin it’s no problem dengan hal ini karena apa pun ujiannya akan tetap dilalui dengan semangat man jadda wajaada, namun bagi mereka yang tidak mau belajar seolah menjadi suatu momok yang begitu menakutkan dan bahkan umumnya nih ya sekarang saking takutnya malah menjauhkan diri dengan belajar katanya gak mau pusing-pusing mikir UAN. Anak semacam ini mah kalau gak lulus dibiarkan aja!hehe.. just kidding :D

            Alasan yang membuat saya kurang setuju dengan ujian nasional adalah rasa iba dengan nasib teman-teman saya yang ada di NTT, Papua, Maluku, Kalimantan, dan propinsi yang masih minim sekali fasilitas pendidikannya. Alhmdulillah.. Banyak bersyukur hidup di tanah jawa dengan fasilitas pendidikan yang baik terutama di sekolah favorit, melihat sisi lain di propinsi-propinsi itu hati begitu sedih. Mereka yang disana belajar dibawa bangunan yang tidak sekokoh dan seindah sekolah-sekolah di jawa, bangku dan kursinya reot, apa lagi persediaan buku pun juga minim, dan fasilitas-fasilitas lain yang begitu minim. Jadi saya pun memaklumi kalau mereka-mereka merasa berat menghadapi ujian nasional, bahkan banyak yang tidak lulus.

            Dan kini saya mempertanyakan keadilan pendidikan!! Pemerintah ingin generasi penerusnya maju, menuntut harus ini harus itu namun hak yang seharusnya di dapat oleh siswa tidak diberikan secara rata. Kalau sekarang ada istilah sertifikasi untuk guru, saya fikir itu bukan solusi utama untuk meningkatkan kwalitas pendidikan. Memang dengan adanya sertifikasi guru dituntut semakin kreatif dan bersemangat membimbing siswa terutama untuk siswa pemalas yang saya katakan di atas, namun saya kurang setuju jika hal ini di dahulukan harusnya yang didulukan adalah pemerataan fasilitas penunjang pembelajaran.

Sekolah-sekolah yang rusak diperbaiki, media-media pembelajaran ditambah, buku-buku lebih banyak disubsidi dari pemerintah, memberikan beasiswa yang seluas-luasnya. Apalagi buku paket yang harganya mencapai ratusan ribu, ini perlu jadi bahan pertimbangan pemerintah untuk melakukan subsidi buku. Nah.. Kalau semua hak telah terpenuhi maka saya kurang sependapat jika ada orang-orang yang menolak ujian nasional.

Namun kalau memang pemerintah belum siap dengan hal itu lebih baik tidak usah ada ujian nasional dari pada terjadi ketumpang tindihan pendidikan, yang mengakibatkan pencemaran sistem  namun terus saja ditambah zat ini itu dengan berbagai cara agar tetap bagus. Ini namanya pembohongan diri juga pembodohan generasi. Nilai bagus tapi bukan hasil keringat sendiri malu kalau 10 tahun lagi diceritakan anak cucu.

Disinipun saya memahami segala sesuatu tidak ada yang sempurna, semua mempunyai sisi positif juga sisi negatif namun ada baiknya kita mencoba berfikir cerdas mengguraikan sisi negatif menjadi sesuatu yang positif. Bila kita berkata “Tolak Ujian Nasional” hanya untuk menutupi kemalasan belajar itu bukan solusi yang benar.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.. “ (QS. Al Baqoroh : 286)

Yups, let's change our lives with the book. And if we think learning just for the life of the world, due to the end of our lives is the hereafter. Come learn to Scrip live up to the hereafter!

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea