Wednesday, December 26, 2012

Janda dan Manula Pemakmur Masjid

Posted by Devy Ratriana Amiati at 1:53 AM


Libur Natal dan tahun baru cukup membawa kelegaan, salah satunya untuk saya mahasiswi yang perkuliahannya menggunakan kurikulum KBK yang didalamnya terkemas sistem blok jadi tidak mengenal istilah UTS, ataupun US yang ada UAB (Ujian Akhir Blok). Bila mahasiswa pemakai sistem UTS, dan UAS masih ada jeda untuk bernafas selama 3 atau 6 bulan, saya yang memakai kurikulum blok akan dibuat tidak tenang setiap waktu karena 1 tahun bisa 3-6 kali ujian dan dari semua ujian tersebut jedanya sebentar 3-4 minggu paling lama 1,5 bulan dan saling berkesinambungan yang apabila tidak lulus di blok 7 misal harus ikut ujian ulang bila tidak lulus tinggal pilig SP yang membayar jutaan ruiah, atau tidak dapat melangkah ke blok 8 dan mengulang tahun depan bersama adik tingkat. Hmm.... Sudah lupakan sejenak, kini saatnya meredam gejola pikiran walau sudah sedikit berasa juga sih karena satu minggu setelah liburan akan diadakan ujian blok 8. Ckck..

Belajar dari janda dan manula, setidaknya inilah yang selalu saya nanti-nantikan disaat liburan datang. Mereka guru non formal saya yang mengajarkan saya arti kesungguhan, keikhlasan dalam beribadah.Kebersamaan dengan mereka sangat saya rasakan. 5 waktu sholat wajib, janda dan manula selalu sholat berjamaah di masjid sehingga sof serasa hangat karena penuh ibu-ibu dan embah-embah. Meskipun hujan dan jarak rumah mereka dengan masjid cukup jauh, tapi mereka rela jalan kaki dan lewat sawah demi berangkat ke masjid.

Saat subuh tiba jangan tanya, bagaimana antusias mereka. Pernah suatu ketika saya ingin melihat awal antusiasme seorang nenek tertua dan terajin di masjid, saya berangkat dari masjid jam 03.30 (sebelum subuh) subhanallah saya sudah melihat nenek itu menyapu beranda masjid sembari menunggu pintu masjid di buka oleh Pak Ta’mir. Setelah itu mulailah berduyun-duyun jama’ah manula+janda berdatangan meskipun belum adzan, dan tanpa dikomando setelah adzan selesai mereka menunaikan sholat rawatib dan sunnah fajar. Begitu halnya saat sholat duhur, ashar, dan magrib, sampai isya’.

Jeda antara magrib dan isya’ mereka gunakan untuk menunggu sholat isya’, ada yang berwirid ada yang mengaji, kadang juga ada yang membawa makanan yang dibagi-bagikan walau itu hanya gaplek yang dimasak (singkong yang di jemur, sampai baunya kurang enak dan berwarna hitam, direbus dan diberi parutan kelapa), kadang kedelai, kadang kacang, kadang buah-buahan desa (pisang, nangka, dll) dan hasil alam yang mereka punya di bawa ke masjid. Subhanallah... kebersamaan yang sangat sederhana dan jauh dari kebanggaan strata sosial ini begitu indah.

Pernah saya bertanya pada seorang embah yang di dalam Al Qurannya penuh kertas (catatan2), embah itu usianya kurang lebih hampir 85 tahun. Saya tanya apa yang di dalam Al Qurannya, mbah yang kalau ke masjid sering bawa tas jinjing itu menjawab bahwa itu do’a-do’a yang dia catat untuk di hafalkan habis magrib dan sebelum tidur. subhanallah..

Dan mbah ini pun ternyata faham benar kaidah pergaulan dengan laki-laki non mahram, saat lebaran kemarin saat ibu-ibu masjid berbincang-bincang tentang tema “Berjabat tangan” mbah ini menegaskan kalau dia tidak berjabat tangan dengan laki-laki non mahram. Subhanallah...

Siang mereka tetap mereka gunakan bekerja di tegal, dan sawah atau gogo (lahan di atas gunung), namun saat waktu sholat tiba mereka pulang dan berganti pakaian begitu rapi dan wangi. Pernah dulu muncul rasa penasaran mengapa mbah-mbah berbusana muslim rapi kadang memakai batik dan bersarung dan mukena begitu rapi, dan wangi tanpa disengaja mereka nuturi saya yang kala itu depannya sebelum beliau membuka Al Qurannya untuk mengaji,”Adzan itu adalah undangan Allah pada kita, dan menghadiri undangan Allah dengan bersih, rapi adalah suatu keharusan karena kita bertemu Allah”. Subhanallah..

Dan yang kadang membuat saya merasa heran, antusias manula dan janda-janda itu untuk mengaji dan mendalami ilmu agama tidak kalah dengan mahasiswa study agama di perguruan tinggi. Bahkan seorang kakek usia hampir 70 tahun lulusan sekolah rakyat zaman jepang begitu mahir dalam bidang Al Quran dan Hadits dengan modal membaca.

Ya Allah dimanakah generasi-generasi saat ini? Bila manula dan janda-janda itu telah terpanggil satu persatu siapakah generasi-generasi pemakmur masjid??
Mari kawan memakmurkan masjid, dan jangan pernah lelah mendalami ilmu agama meski
kita berkecimpung dalam ilmu umum,. Meski ini memang sulit dan saya rasakan sendiri kesulitannya minimal kita terus berikhtiar dan mendalami keduanya semampu kita. Jangan sia-siakan waktu kita untuk hal-hal yang tidak bermanfaat untuk masa depan dunia akhirat kita, karena waktu tidak akan menanti kita, waktu terus berjalan dan kematian tak bisa ditangguhkan.

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Wednesday, December 26, 2012

Janda dan Manula Pemakmur Masjid



Libur Natal dan tahun baru cukup membawa kelegaan, salah satunya untuk saya mahasiswi yang perkuliahannya menggunakan kurikulum KBK yang didalamnya terkemas sistem blok jadi tidak mengenal istilah UTS, ataupun US yang ada UAB (Ujian Akhir Blok). Bila mahasiswa pemakai sistem UTS, dan UAS masih ada jeda untuk bernafas selama 3 atau 6 bulan, saya yang memakai kurikulum blok akan dibuat tidak tenang setiap waktu karena 1 tahun bisa 3-6 kali ujian dan dari semua ujian tersebut jedanya sebentar 3-4 minggu paling lama 1,5 bulan dan saling berkesinambungan yang apabila tidak lulus di blok 7 misal harus ikut ujian ulang bila tidak lulus tinggal pilig SP yang membayar jutaan ruiah, atau tidak dapat melangkah ke blok 8 dan mengulang tahun depan bersama adik tingkat. Hmm.... Sudah lupakan sejenak, kini saatnya meredam gejola pikiran walau sudah sedikit berasa juga sih karena satu minggu setelah liburan akan diadakan ujian blok 8. Ckck..

Belajar dari janda dan manula, setidaknya inilah yang selalu saya nanti-nantikan disaat liburan datang. Mereka guru non formal saya yang mengajarkan saya arti kesungguhan, keikhlasan dalam beribadah.Kebersamaan dengan mereka sangat saya rasakan. 5 waktu sholat wajib, janda dan manula selalu sholat berjamaah di masjid sehingga sof serasa hangat karena penuh ibu-ibu dan embah-embah. Meskipun hujan dan jarak rumah mereka dengan masjid cukup jauh, tapi mereka rela jalan kaki dan lewat sawah demi berangkat ke masjid.

Saat subuh tiba jangan tanya, bagaimana antusias mereka. Pernah suatu ketika saya ingin melihat awal antusiasme seorang nenek tertua dan terajin di masjid, saya berangkat dari masjid jam 03.30 (sebelum subuh) subhanallah saya sudah melihat nenek itu menyapu beranda masjid sembari menunggu pintu masjid di buka oleh Pak Ta’mir. Setelah itu mulailah berduyun-duyun jama’ah manula+janda berdatangan meskipun belum adzan, dan tanpa dikomando setelah adzan selesai mereka menunaikan sholat rawatib dan sunnah fajar. Begitu halnya saat sholat duhur, ashar, dan magrib, sampai isya’.

Jeda antara magrib dan isya’ mereka gunakan untuk menunggu sholat isya’, ada yang berwirid ada yang mengaji, kadang juga ada yang membawa makanan yang dibagi-bagikan walau itu hanya gaplek yang dimasak (singkong yang di jemur, sampai baunya kurang enak dan berwarna hitam, direbus dan diberi parutan kelapa), kadang kedelai, kadang kacang, kadang buah-buahan desa (pisang, nangka, dll) dan hasil alam yang mereka punya di bawa ke masjid. Subhanallah... kebersamaan yang sangat sederhana dan jauh dari kebanggaan strata sosial ini begitu indah.

Pernah saya bertanya pada seorang embah yang di dalam Al Qurannya penuh kertas (catatan2), embah itu usianya kurang lebih hampir 85 tahun. Saya tanya apa yang di dalam Al Qurannya, mbah yang kalau ke masjid sering bawa tas jinjing itu menjawab bahwa itu do’a-do’a yang dia catat untuk di hafalkan habis magrib dan sebelum tidur. subhanallah..

Dan mbah ini pun ternyata faham benar kaidah pergaulan dengan laki-laki non mahram, saat lebaran kemarin saat ibu-ibu masjid berbincang-bincang tentang tema “Berjabat tangan” mbah ini menegaskan kalau dia tidak berjabat tangan dengan laki-laki non mahram. Subhanallah...

Siang mereka tetap mereka gunakan bekerja di tegal, dan sawah atau gogo (lahan di atas gunung), namun saat waktu sholat tiba mereka pulang dan berganti pakaian begitu rapi dan wangi. Pernah dulu muncul rasa penasaran mengapa mbah-mbah berbusana muslim rapi kadang memakai batik dan bersarung dan mukena begitu rapi, dan wangi tanpa disengaja mereka nuturi saya yang kala itu depannya sebelum beliau membuka Al Qurannya untuk mengaji,”Adzan itu adalah undangan Allah pada kita, dan menghadiri undangan Allah dengan bersih, rapi adalah suatu keharusan karena kita bertemu Allah”. Subhanallah..

Dan yang kadang membuat saya merasa heran, antusias manula dan janda-janda itu untuk mengaji dan mendalami ilmu agama tidak kalah dengan mahasiswa study agama di perguruan tinggi. Bahkan seorang kakek usia hampir 70 tahun lulusan sekolah rakyat zaman jepang begitu mahir dalam bidang Al Quran dan Hadits dengan modal membaca.

Ya Allah dimanakah generasi-generasi saat ini? Bila manula dan janda-janda itu telah terpanggil satu persatu siapakah generasi-generasi pemakmur masjid??
Mari kawan memakmurkan masjid, dan jangan pernah lelah mendalami ilmu agama meski
kita berkecimpung dalam ilmu umum,. Meski ini memang sulit dan saya rasakan sendiri kesulitannya minimal kita terus berikhtiar dan mendalami keduanya semampu kita. Jangan sia-siakan waktu kita untuk hal-hal yang tidak bermanfaat untuk masa depan dunia akhirat kita, karena waktu tidak akan menanti kita, waktu terus berjalan dan kematian tak bisa ditangguhkan.

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea