Friday, December 14, 2012

The “Forgotten” Love of Muhammad saw

Posted by Devy Ratriana Amiati at 10:38 PM

Bismillahirrohmairrohim...

Dengan menyebut nama Allah yang dengan namaNya tidak ada satupun makhluk yang dapat mencelakai kita. Amin. Sholawat serta salam tetap tercurah kepada baginda tercinta Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam..

Pagi ini saat membuka-buka folder download di tablet, tidak sengaja saya temukan e-book dengan judul “Mariyah Al-Qibthiyyah Ummu Ibrahim” karya Abdullah Hajjaj. Saya pun kembali ingat bahwa pernah membaca kisah ini namun belum selesai. Penasaran pun muncul kembali dan saya lanjutkan membacanya.

Mariyah Al-Qibthiyyah Ummu Ibrahim adalah salah satu istri Rasulullah dari kalangan Kristen Koptik. Kita tahu bahwa Kristen Koptik ini adalah Kristen dibawah pimpinan Paus, nah kisah berawal saat Rasulullah sepulang dari Perang Hudaibiyyah pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 H, Rasulullah mengutus Hathib ibn Abi Balta’ah ra untunk menghadap Raja Muqauqis seorang suku Qibhti di Alexandria, Mesir. Surat itu berisi ajakan pada raja untuk memeluk islam. Raja Muqauqis menanggapi surat Rasulullah tersebut dengan sangat baik. Namun sayang sang raja tidak masuk islam, namun raja meletakkan surat kiriman Rasulullah tersebut pada sebuah gading gajah, kemudian meletakkan cap di atas surat balasannya yang dibawa hamba sahaya miliknya Mariyah Al-Qibthiyyah  dan Sirin, beserta keledai Ya’fur, dan kuda putih (bugh-lah) yang sangat langka bernama Daldal untuk dibawa pada Rasulullah.

Pada saat berjumpa dengan Mariyah Al-Qibthiyyah, Rasulullah sangat terpuka karena Mariyah Al-Qibthiyyah adalah hamba sahaja berkulit putih, berambut keriting, dan berparas cantik dari Desa Anshina, Ibu Maria adalah keturunan bangsa Romawi. Tidak hanya itu Mariyah Al-Qibthiyyah merupakan wanita yang memiliki pengetahuan luas dan bukanlah seorang wanita hamba sahaya biasa. Saat pertama kali berjumpa dengan Rasulullah, Mariyah Al-Qibthiyyah merasa terkagum dengan perlakuan kaum muslim terhadap dirinya hingga suatu ketika Mariyah Al-Qibthiyyah dan saudaranya tinggal di rumah Ummu Sulaim binti Malhan, Rasulullah keduanya memeluk islam dan keduanya dengan hati terbuka mengiyakan ajakan Rasulullah.

Setelah kejadian itu Rasulullah bermalam dengan Maria dengan status milk al-yamin (hamba sahaya), lalu beliau mengubah status itu dengan menjadikan Maria istri beliau. Dari Mariyah Al-Qibthiyyah lahirlah anak laki-laki pada bulan Dzulhijjah tahun ke-8 H. Saat kelahiran, semua orang merasa bahagia karena anak yang dilahirkan Mariyah Al-Qibthiyyah satu-satunya putra Rasulullah yang lahir selepas beliau diangkat sebagai Rasul. Kebahagiaan semua orang tersebut membuat istri-istri Rasulullah merasa sangat cemburu.

Rasulullah memberi nama putranya dengan nama nenek moyang beliau, Ibrahim a.s. Ibu-ibu Ansar berebut untuk menyusui Ibrahim. Mereka ingin agar Maria dapat tanang melayani Rasulullah. Ibrahim kemudian disusui istri padai besi yang bernama Ummu Burdah binti Al-Mundzir ibn Zaid ibn Labid dari Bani ‘Adi ibn Al-Najjar.

Dikisahkan dalam buku tersebut, karena sayangnya Rasulullah pada Ibrahim, Rasulullah sering menjenguk Ibrahim di rumah Ummu Burdah di atas perbukitan Madinah. Namun usia Ibrahim hanya mencapai 1 tahin 4 bulan. Kematian itu membuat Rasulullah meneteskan air mata karena sedih.

Saat Rasulullah meneteskan air mata Abdurrahman berkata pada Rasulullah,” Bukankah engkau melarang orang-orang untuk menangisi kematian. Saat orang-orang Muslim melihatmu menangis, merekan akan ikut menangis. Namun saat menahannya engkau pasti akan menitihkan air mata”.

Rasulullah pun bersabda,”Sesungguhnya, tetesan air mata adalah tanda kasih sayang. Siapa yang tidak menyayangi orang lain, maka dia tidak akan disayangi, aku hanya melarang orang-orang meratapi kematian, dan menyebut-nyebut sesuatu yang belum pernah dilakukan orang orang yang sudah mati.”

Dan saat akan memakamkan Ibrahim ada kata-kata bijak yang diucapkan beliau Rasulullah yang membuat saya begitu terkagum.

“Wahai putraku, Ibrahim kalaulah kematian ini bukan perkara yang pasti (haq), lalu tidak ada janji yang benar, tidak ada jalan yang harus ditempuh, dan tidak ada keyakinan bahwa kami juga akan mati kelak, niscaya aku akan merasakan kesedihan yang lebih dalam dari saat ini. Sesungguhnya, kita sangat bersedih karena kematianmu. Mata ini akan meneteskan air mata, dan hati ini akan bersedih, tetapi kami tidak akan mengucapkan kata-kata uamh membuat Allah murka.”

Diriwayatkan oleh Jabir, dari ‘Amir, dari Al-Barra’ sesungguhnya Nabi saw. Bersabda,”Sesungguhnya Ibrahim memiliki ibu yang akan menyempurnakan sisa penyusuannya di surga kelak.” Beliau menambahkan,”Ia adalah orang yang membenarkan risalahku (shiddiq) dan termasuk orang yang mati syahid”

Indah ya kisahnya ^_^
Maha Suci Allah yang telah memuliakan orang-orang yang membenarkan risalah yang di wahyukan Allah pada Rasulullah. Semoga kelak kita bisa berjumpa dan berkumpul bersama mereka di Jannah. Amin.

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Friday, December 14, 2012

The “Forgotten” Love of Muhammad saw


Bismillahirrohmairrohim...

Dengan menyebut nama Allah yang dengan namaNya tidak ada satupun makhluk yang dapat mencelakai kita. Amin. Sholawat serta salam tetap tercurah kepada baginda tercinta Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam..

Pagi ini saat membuka-buka folder download di tablet, tidak sengaja saya temukan e-book dengan judul “Mariyah Al-Qibthiyyah Ummu Ibrahim” karya Abdullah Hajjaj. Saya pun kembali ingat bahwa pernah membaca kisah ini namun belum selesai. Penasaran pun muncul kembali dan saya lanjutkan membacanya.

Mariyah Al-Qibthiyyah Ummu Ibrahim adalah salah satu istri Rasulullah dari kalangan Kristen Koptik. Kita tahu bahwa Kristen Koptik ini adalah Kristen dibawah pimpinan Paus, nah kisah berawal saat Rasulullah sepulang dari Perang Hudaibiyyah pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 H, Rasulullah mengutus Hathib ibn Abi Balta’ah ra untunk menghadap Raja Muqauqis seorang suku Qibhti di Alexandria, Mesir. Surat itu berisi ajakan pada raja untuk memeluk islam. Raja Muqauqis menanggapi surat Rasulullah tersebut dengan sangat baik. Namun sayang sang raja tidak masuk islam, namun raja meletakkan surat kiriman Rasulullah tersebut pada sebuah gading gajah, kemudian meletakkan cap di atas surat balasannya yang dibawa hamba sahaya miliknya Mariyah Al-Qibthiyyah  dan Sirin, beserta keledai Ya’fur, dan kuda putih (bugh-lah) yang sangat langka bernama Daldal untuk dibawa pada Rasulullah.

Pada saat berjumpa dengan Mariyah Al-Qibthiyyah, Rasulullah sangat terpuka karena Mariyah Al-Qibthiyyah adalah hamba sahaja berkulit putih, berambut keriting, dan berparas cantik dari Desa Anshina, Ibu Maria adalah keturunan bangsa Romawi. Tidak hanya itu Mariyah Al-Qibthiyyah merupakan wanita yang memiliki pengetahuan luas dan bukanlah seorang wanita hamba sahaya biasa. Saat pertama kali berjumpa dengan Rasulullah, Mariyah Al-Qibthiyyah merasa terkagum dengan perlakuan kaum muslim terhadap dirinya hingga suatu ketika Mariyah Al-Qibthiyyah dan saudaranya tinggal di rumah Ummu Sulaim binti Malhan, Rasulullah keduanya memeluk islam dan keduanya dengan hati terbuka mengiyakan ajakan Rasulullah.

Setelah kejadian itu Rasulullah bermalam dengan Maria dengan status milk al-yamin (hamba sahaya), lalu beliau mengubah status itu dengan menjadikan Maria istri beliau. Dari Mariyah Al-Qibthiyyah lahirlah anak laki-laki pada bulan Dzulhijjah tahun ke-8 H. Saat kelahiran, semua orang merasa bahagia karena anak yang dilahirkan Mariyah Al-Qibthiyyah satu-satunya putra Rasulullah yang lahir selepas beliau diangkat sebagai Rasul. Kebahagiaan semua orang tersebut membuat istri-istri Rasulullah merasa sangat cemburu.

Rasulullah memberi nama putranya dengan nama nenek moyang beliau, Ibrahim a.s. Ibu-ibu Ansar berebut untuk menyusui Ibrahim. Mereka ingin agar Maria dapat tanang melayani Rasulullah. Ibrahim kemudian disusui istri padai besi yang bernama Ummu Burdah binti Al-Mundzir ibn Zaid ibn Labid dari Bani ‘Adi ibn Al-Najjar.

Dikisahkan dalam buku tersebut, karena sayangnya Rasulullah pada Ibrahim, Rasulullah sering menjenguk Ibrahim di rumah Ummu Burdah di atas perbukitan Madinah. Namun usia Ibrahim hanya mencapai 1 tahin 4 bulan. Kematian itu membuat Rasulullah meneteskan air mata karena sedih.

Saat Rasulullah meneteskan air mata Abdurrahman berkata pada Rasulullah,” Bukankah engkau melarang orang-orang untuk menangisi kematian. Saat orang-orang Muslim melihatmu menangis, merekan akan ikut menangis. Namun saat menahannya engkau pasti akan menitihkan air mata”.

Rasulullah pun bersabda,”Sesungguhnya, tetesan air mata adalah tanda kasih sayang. Siapa yang tidak menyayangi orang lain, maka dia tidak akan disayangi, aku hanya melarang orang-orang meratapi kematian, dan menyebut-nyebut sesuatu yang belum pernah dilakukan orang orang yang sudah mati.”

Dan saat akan memakamkan Ibrahim ada kata-kata bijak yang diucapkan beliau Rasulullah yang membuat saya begitu terkagum.

“Wahai putraku, Ibrahim kalaulah kematian ini bukan perkara yang pasti (haq), lalu tidak ada janji yang benar, tidak ada jalan yang harus ditempuh, dan tidak ada keyakinan bahwa kami juga akan mati kelak, niscaya aku akan merasakan kesedihan yang lebih dalam dari saat ini. Sesungguhnya, kita sangat bersedih karena kematianmu. Mata ini akan meneteskan air mata, dan hati ini akan bersedih, tetapi kami tidak akan mengucapkan kata-kata uamh membuat Allah murka.”

Diriwayatkan oleh Jabir, dari ‘Amir, dari Al-Barra’ sesungguhnya Nabi saw. Bersabda,”Sesungguhnya Ibrahim memiliki ibu yang akan menyempurnakan sisa penyusuannya di surga kelak.” Beliau menambahkan,”Ia adalah orang yang membenarkan risalahku (shiddiq) dan termasuk orang yang mati syahid”

Indah ya kisahnya ^_^
Maha Suci Allah yang telah memuliakan orang-orang yang membenarkan risalah yang di wahyukan Allah pada Rasulullah. Semoga kelak kita bisa berjumpa dan berkumpul bersama mereka di Jannah. Amin.

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea