Wednesday, July 11, 2012

Dimana Toleransi dalam Khilafiah?

Posted by Devy Ratriana Amiati at 4:32 PM

             

                Bismillahirrohmanirrohim...
Dengan menyebut nama Allah yang tiada daya yang dapat melucuti kekuasaanNya di muka bumi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah tercinta serta segenap keluarga dan sahabat, dan juga salam untuk Nabi Ibrahim beserta keluarga yang tak dapat dipungkiri sedikitpun kebaikan dan ketulusan hatinya dalam mengesakan Allah..
Kisah berawal dari pertanyaan saya pada ibuk, saat berjalan-jalan menaiki sepeda motor bersama adik balita saya untuk mengambil LKS Agama SD di salah satu rumah teman seprofesi ibuk.
Buk kok ada masjid baru di seberang jalan rumah Pak A? Kan di lokasi rumah Pak A ada masjid juga kenapa tidak difungsikan?”
Ibuk menjawab,”Sekitar rumah Pak A kan orang “BUNDER” apa mau jama’ah bareng
Dan teringat pula dengan nasib Masjid Kecamatan saya dengan Mushola di selatannya pas, dengan kasus yang sama dan konteks yang sama.
Yah... khilafiah...
                Saya mendengar kata-kata ini sekitar 1,5 tahun yang lalu, saat saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswa yang sangat fanatik golongan. Saya yang kala itu masih mencoba memulai lebih mendalami ilmu agama dibuat binggung karena satu golongan dengan golongan yang lain berbeda pemahaman bahkan bagi orang dasar hal ini cukup membuat binggung “mana yang benar?mana yang salah? Mana yang akan saya ikuti?” Meski saya memang terlahir di salah satu golongan yang kental namun saya kurang merasa puas karena disana saya merasakan adanya ketidak harmonisan hubungan dengan salah satu golongan di desa saya. NB: Jujur saya tidak suka perpecahan dan saling olok mengolok.
Karena begitu banyak pertanyaan akhirnya saya putuskan untuk mengaji khusus tauhid dan tajwid pada salah satu sesepuh di desa, dan belajar masalah khilafiah di salah satu mahasiswa Universitas Islam Madinah yang saya kenal di facebook. Ngaji itu membuat saya semakin mencintai agama ini, Uztad kawaan dan Ustadz muda itu membeberkan begitu banyak ilmu yang dia pelajari dan membuka fikiran saya agar berfikir secara luas (tidak fanatik golongan) seperti moto Pondok Madani tempat beliau menuntut ilmu dulu “Berdiri di Atas untuk Semua Golongan”.
Hal ini membuat saya semakin merasa yakin bahwa islam itu menyenangkan, dan indah tidak seperti orang Non Muslim katakan. Asal senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in inshaAllah tidak tersesat. Lalu mengapa masih ada ejek-ejekan, masih ada deskriminasi antara islam golongan satu dengan golongan yang lain. Apakah ada tiket masuk surga hanya untuk Golongan A saja, misal?
Bukankah kedudukan makhluk tertinggi nantinya adalah mereka-mereka yang beriman dan berilmu. Bukankah semua kelak akan mendapat syafa’at Rasulullah selama manusia selalu mengikuti sunnah-sunnahnya dan mengikuti para sahabat, dan tabi’in dan dalam melakukan amalan-amalan tidak tercampur syirik. Golongan itu bukan agama, ingat baik-baik GOLONGAN ITU BUKAN AGAMA, jadi mengapa harus selalu merasa paling benar?
Apa sebenarnya yang dibanggakan dari sebuah kefanatikan, kalau bukan hanya akan membawa perpecahan di bumi pada agama ini. Para 4 Imam Madzhab (Imam Hamba, Imam Syfi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanafiah) saat pandangannya berbeda saling toleransi, tidak saling mengejek, juga tetap saling belajar. Kenapa orang awam seperti kita ini yang tidak mengerti secara dalam alur dari perjalanan khilafiah itu selalu merasa fanatik golongan? Apakah kita yakin bahwa hanya kita yang akan mewarisi Jannah Firdaus tanpa hisab? Bukankah puncak nilai terakhir seseorang ada di akhir hayatnya, akhir hayat baik maka jaminan surga, akhir hayat buruk meski semasa hidupnya baik akan masuk neraka.
Diskriminasi, dan saling olok ini telah merusak keharmonisan. Jika masjid itu tadi sepi karena orang yang mewakafkan tidak satu golongan, dan masjid kecamatan yang disebelahnya dibangun lagi karena nasib yang sama itu namanya menghina rumah Allah, mendiskriminasi rumah Allah yang harusnya selalu diramaikan dengan majlis-majlis dzikir dan ilmu. Dimana-mana masjid itu suci namun masih saja ada golongan-golongan tertentu yang menggaggap golongan yang lain yang sholat di masjid nya sama saja dengan najis.
MashaAllah... apa yang sedang terjadi dalam agama ini? Harusnya umat ini bersatu, toleransi, saling bahu-membahu baik dari yang tingkatan agamanya tinggi maupun yang rendah (seperti saya golongan rendah) agar umat ini saling bantu membantu, bersama menegakkan panji islam. Kefanatikan akan terus dimanfaatkan fihak barat untuk menggrogoti dan  memecah belah umat ini. Selain itu kasihan juga para mu’alaf yang NOL pengetahuan agamanya yang akan mempelajari agama islam kalau golongan satu dengan golongan yang lain saling ejek, dan penuh diskriminasi.
Mari sama-sama belajar dan mendalami ilmu agama (pelan namun pasti) agar ilmu kita semakin bertambah dan toleransi kita dengan hubungan sesama muslim dapat lebih berkwalitas, dapat terwujud dakwah dengan penuh kelembutan, karena dakwah yang penuh kelembutan dari hati ke hati akan lebih cepat diresapi, diamalkan, membawa hikmah dan pengajaran. Karena kelemahan ilmu adalah sumber dari kefanatikan yang membuat umat ini pecah.
Semoga ini menjadi bahan renungan dan pengejaran bagi kita bersama. Dan tetap berada di atas din nya sampai ajal menjemput. Amin..


0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Wednesday, July 11, 2012

Dimana Toleransi dalam Khilafiah?


             

                Bismillahirrohmanirrohim...
Dengan menyebut nama Allah yang tiada daya yang dapat melucuti kekuasaanNya di muka bumi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah tercinta serta segenap keluarga dan sahabat, dan juga salam untuk Nabi Ibrahim beserta keluarga yang tak dapat dipungkiri sedikitpun kebaikan dan ketulusan hatinya dalam mengesakan Allah..
Kisah berawal dari pertanyaan saya pada ibuk, saat berjalan-jalan menaiki sepeda motor bersama adik balita saya untuk mengambil LKS Agama SD di salah satu rumah teman seprofesi ibuk.
Buk kok ada masjid baru di seberang jalan rumah Pak A? Kan di lokasi rumah Pak A ada masjid juga kenapa tidak difungsikan?”
Ibuk menjawab,”Sekitar rumah Pak A kan orang “BUNDER” apa mau jama’ah bareng
Dan teringat pula dengan nasib Masjid Kecamatan saya dengan Mushola di selatannya pas, dengan kasus yang sama dan konteks yang sama.
Yah... khilafiah...
                Saya mendengar kata-kata ini sekitar 1,5 tahun yang lalu, saat saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswa yang sangat fanatik golongan. Saya yang kala itu masih mencoba memulai lebih mendalami ilmu agama dibuat binggung karena satu golongan dengan golongan yang lain berbeda pemahaman bahkan bagi orang dasar hal ini cukup membuat binggung “mana yang benar?mana yang salah? Mana yang akan saya ikuti?” Meski saya memang terlahir di salah satu golongan yang kental namun saya kurang merasa puas karena disana saya merasakan adanya ketidak harmonisan hubungan dengan salah satu golongan di desa saya. NB: Jujur saya tidak suka perpecahan dan saling olok mengolok.
Karena begitu banyak pertanyaan akhirnya saya putuskan untuk mengaji khusus tauhid dan tajwid pada salah satu sesepuh di desa, dan belajar masalah khilafiah di salah satu mahasiswa Universitas Islam Madinah yang saya kenal di facebook. Ngaji itu membuat saya semakin mencintai agama ini, Uztad kawaan dan Ustadz muda itu membeberkan begitu banyak ilmu yang dia pelajari dan membuka fikiran saya agar berfikir secara luas (tidak fanatik golongan) seperti moto Pondok Madani tempat beliau menuntut ilmu dulu “Berdiri di Atas untuk Semua Golongan”.
Hal ini membuat saya semakin merasa yakin bahwa islam itu menyenangkan, dan indah tidak seperti orang Non Muslim katakan. Asal senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in inshaAllah tidak tersesat. Lalu mengapa masih ada ejek-ejekan, masih ada deskriminasi antara islam golongan satu dengan golongan yang lain. Apakah ada tiket masuk surga hanya untuk Golongan A saja, misal?
Bukankah kedudukan makhluk tertinggi nantinya adalah mereka-mereka yang beriman dan berilmu. Bukankah semua kelak akan mendapat syafa’at Rasulullah selama manusia selalu mengikuti sunnah-sunnahnya dan mengikuti para sahabat, dan tabi’in dan dalam melakukan amalan-amalan tidak tercampur syirik. Golongan itu bukan agama, ingat baik-baik GOLONGAN ITU BUKAN AGAMA, jadi mengapa harus selalu merasa paling benar?
Apa sebenarnya yang dibanggakan dari sebuah kefanatikan, kalau bukan hanya akan membawa perpecahan di bumi pada agama ini. Para 4 Imam Madzhab (Imam Hamba, Imam Syfi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanafiah) saat pandangannya berbeda saling toleransi, tidak saling mengejek, juga tetap saling belajar. Kenapa orang awam seperti kita ini yang tidak mengerti secara dalam alur dari perjalanan khilafiah itu selalu merasa fanatik golongan? Apakah kita yakin bahwa hanya kita yang akan mewarisi Jannah Firdaus tanpa hisab? Bukankah puncak nilai terakhir seseorang ada di akhir hayatnya, akhir hayat baik maka jaminan surga, akhir hayat buruk meski semasa hidupnya baik akan masuk neraka.
Diskriminasi, dan saling olok ini telah merusak keharmonisan. Jika masjid itu tadi sepi karena orang yang mewakafkan tidak satu golongan, dan masjid kecamatan yang disebelahnya dibangun lagi karena nasib yang sama itu namanya menghina rumah Allah, mendiskriminasi rumah Allah yang harusnya selalu diramaikan dengan majlis-majlis dzikir dan ilmu. Dimana-mana masjid itu suci namun masih saja ada golongan-golongan tertentu yang menggaggap golongan yang lain yang sholat di masjid nya sama saja dengan najis.
MashaAllah... apa yang sedang terjadi dalam agama ini? Harusnya umat ini bersatu, toleransi, saling bahu-membahu baik dari yang tingkatan agamanya tinggi maupun yang rendah (seperti saya golongan rendah) agar umat ini saling bantu membantu, bersama menegakkan panji islam. Kefanatikan akan terus dimanfaatkan fihak barat untuk menggrogoti dan  memecah belah umat ini. Selain itu kasihan juga para mu’alaf yang NOL pengetahuan agamanya yang akan mempelajari agama islam kalau golongan satu dengan golongan yang lain saling ejek, dan penuh diskriminasi.
Mari sama-sama belajar dan mendalami ilmu agama (pelan namun pasti) agar ilmu kita semakin bertambah dan toleransi kita dengan hubungan sesama muslim dapat lebih berkwalitas, dapat terwujud dakwah dengan penuh kelembutan, karena dakwah yang penuh kelembutan dari hati ke hati akan lebih cepat diresapi, diamalkan, membawa hikmah dan pengajaran. Karena kelemahan ilmu adalah sumber dari kefanatikan yang membuat umat ini pecah.
Semoga ini menjadi bahan renungan dan pengejaran bagi kita bersama. Dan tetap berada di atas din nya sampai ajal menjemput. Amin..


No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea