Saturday, July 7, 2012

Otak Atik Lagi Persamaan Gender

Posted by Devy Ratriana Amiati at 11:48 PM

                Bismillahirrohmanirrohim. “Persamaan Gender” ntahlah bertahun-tahun ini saya mencoba mencerna makna dari kalimat tersebut, beberapa tahun lalu saya sempat menulis pula sebuah tulisan yang berjudul “Realita Perbandingan Gender” ntah di blog ini saya mengganti judulnya dengan apa saya lupa. Namun, garis besar dari tulisan saya 3 tahun silam membahas, mengupas pemahaman yang seharusnya diterapkan tentang makna sebenarnya persamaan gender yang tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang terdapat dalam Din islam.

                Dalam kisah yang lalu saya mengupas mengenai perjuangan Ibu Kartini yang terus belajar dan memperjuangkan hak pendidikan atas wanita dan itu merupakan nilai plus yang wajib di akui. Di fihak yang lain saya membaca dari beberapa media masa yang selalu up date, persamaan gender saat ini menjadi masalah karena istilah “Persamaan Gender” dijadikan senjata misalnya alasan perceraian, issue-issue sosial dan lain sebagainya. Selain itu issue “Persamaan Gender” pun meluas dihubung-hubungkan dengan “HAM”, berlanjut dirasuki sistem liberal oleh Irsyad Manji yang memboyong JIL (Jaringan Islam Liberal) dengan aksinya yang memuakkan, dan lain-lain.

Karena issue publik tersebut saya yang dulunya setuju dengan “Aksi Persamaan Gender” dan sering kali menggembar-gemborkan dalam sosialisasi di LSM sekarang menjadi minder dan merasa menjadi salah satu biang kerok dari aksi wanita-wanita yang menjadikan “Persamaan Gender” sebagai alasan untuk melanggkahi kodrat.

 “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..” (An Nisa: 34)
Ayat dalam Al Quran tersbut bukankah sudah jelas menegaskan bahwa seperti apapun kedudukan wanita tetaplah dibawah laki-laki. Ketika seorang wanita lebih asik dengan dunianya, sedangkan dia lupa akan kewajibannya mengurus anak, melayani suami itu tidak dibenarkan dalam agama kita.

                Kita sering melihat di masa ini, sebutan-sebutan wanita modern yang khas dengan julukan wanita karier pun tidak lah asing lagi. Pernah ada suatu pertanyaan dari teman saya,”Kalau sudah lulus nanti aku pengen ngambil Sp. BM (Spesialis Bedah Mulut), kamu mau ngambil apa Vy?”

saya binggung juga ditanya seperti itu karena dilain fihak ingin meneruskan S2 atau Spesialis tapi dilain fihak saya teringat kata-kata ibuk saya 2 tahun silam,”Kamu itu lo sejak kelas VII MTs sampai sekarang kok ndak pernah istirahat, keliling kecamatan terus kalau gak gitu keliling kabupaten terus. Cita-cita mu ki opo?”

Saya pun menjawab,”Aktivis sosial bidang kesehatan dan perjuangan hak anak
Aktivis?”

Iya buk, saya pengen gabung di UNICEF

Ibuk pun menyahut, dan kala itu saya yang masih aktif di salah satu LSM Anak di kota saya yang awalnya semangat 100% tinggal 75%.

Apa kamu fikir semudah itu, Nduk? Iya sekarang kamu belum punya tanggungan keluarga bisa leha-leha keliling jawa timur, ikut even ke sana kemari, jungkir balik dengan kegiatan-kegiatan mu tapi kalau kamu sudah punya suami ibaratnya kamu tidak mengurus dirimu sendiri. Apa kamu bangga menjadi aktivis sedangkan anakmu di rumah keluyuran, gak terurus, apa kamu bangga menjadi aktivis dikenal banyak orang tapi kamu jarang bertemu suamimu, jarang menemaninya di rumah? Mereka berdua butuh kasih sayang dan kehangatanmu. Pikirkan lagi cita-cita itu!”

Nasehat itu seolah menancap benar-benar dalam angan saya sampai sekarang.

Sempat saya berfikir pula,”Lalu apa tujuan kuliah di kedokteran gigi ini kalau kelak wanita ujung-ujungnya di rumah, ngurus anak, melayani suami?”

           Pemikiran itu seketika dilindas oleh ingatan saya akan perkataan guru ekonomi saya saat kelas IX MTs,”Besok kalian kelak akan menjadi ibu, di rumah bersama anak dan menjadi asisten pribadi suami namun satu yang perlu kalian ingat jadilah ibu rumah tangga yang berkwalitas fi dunya wal akhirat. Laki-laki termulia lahir dari rahim ibu rumah tangga yang mulia (Ibunda Rasulullah), ulama-ulama besar seperti Imam Bukhori lahir dari ibu rumah tangga yang cerdas, ilmuwan-ilmuwan terkemuka lahir dalam dekapan dan kehangatan seorang ibu.
   
      Sekiranya pemikiran-pemikiran mereka itu memang kolot, tapi saya turut membenarkan dan meyakini perkataan neliau-beliau tersebut. Kini pun saya masih belajar mencari solusi apa yang bisa saya ambil sehingga semuanya dapat berjalan, namun tetap ada di rumah bersama mereka *Menghayal sebentar kalau sudah nikah, wakakaka :D*

             Issue persamaan gender memang mengkolotkan secara saklak pemikiran-pemikiran ibuk dan guru ekonomi saya tersebut. Buktinya di TV sampai ada tanyangan “Suami-suami Takut Istri”, biasanya issue-issue publik yang hangat di TV kan sebagai gambaran “Oh itu yang saat ini terjadi pada bangsa ini”. Tidak usah jauh-jauh di TV, disekitar kita pun banyak kasus-kasus semacam itu. Ibu jadi bapak, bapak jadi ibu. Bapak masak, menyuapin anak, mencuci baju, ibu bekerja di luar rumah.

Wanita diciptakan di dunia ini dengan maksut menjadi pasangan hidup serta pendidik pertama dan utama anak-anak yang dilahirkannya. Teringat perkataan ustadz saya beberapa waktu lalu,”Andai kata antara laki-laki dan perempuan selalu saling memahami satu dengan yang lain bahwa dunia ini jauh sangat singkat dibanding akhirat dan tujuan utama pernikahan adalah mencari bekal kehidupan yang sebenar-benarnya di akhirat, maka tidak akan ada ketumpang tindihan atau rasa menang sendiri diantara keduanya
            
     Mari sama-sama belajar, tulisan ini adalah realita dan problema yang perlu diambil solusinya agar kita dapat sama-sama memboyong keluarga kita berkumpul di Jannah FirdausNya. Amin Ya Robb

Dan para wanita mempunyai hak-hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (AL Baqarah: 228)

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Saturday, July 7, 2012

Otak Atik Lagi Persamaan Gender


                Bismillahirrohmanirrohim. “Persamaan Gender” ntahlah bertahun-tahun ini saya mencoba mencerna makna dari kalimat tersebut, beberapa tahun lalu saya sempat menulis pula sebuah tulisan yang berjudul “Realita Perbandingan Gender” ntah di blog ini saya mengganti judulnya dengan apa saya lupa. Namun, garis besar dari tulisan saya 3 tahun silam membahas, mengupas pemahaman yang seharusnya diterapkan tentang makna sebenarnya persamaan gender yang tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang terdapat dalam Din islam.

                Dalam kisah yang lalu saya mengupas mengenai perjuangan Ibu Kartini yang terus belajar dan memperjuangkan hak pendidikan atas wanita dan itu merupakan nilai plus yang wajib di akui. Di fihak yang lain saya membaca dari beberapa media masa yang selalu up date, persamaan gender saat ini menjadi masalah karena istilah “Persamaan Gender” dijadikan senjata misalnya alasan perceraian, issue-issue sosial dan lain sebagainya. Selain itu issue “Persamaan Gender” pun meluas dihubung-hubungkan dengan “HAM”, berlanjut dirasuki sistem liberal oleh Irsyad Manji yang memboyong JIL (Jaringan Islam Liberal) dengan aksinya yang memuakkan, dan lain-lain.

Karena issue publik tersebut saya yang dulunya setuju dengan “Aksi Persamaan Gender” dan sering kali menggembar-gemborkan dalam sosialisasi di LSM sekarang menjadi minder dan merasa menjadi salah satu biang kerok dari aksi wanita-wanita yang menjadikan “Persamaan Gender” sebagai alasan untuk melanggkahi kodrat.

 “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..” (An Nisa: 34)
Ayat dalam Al Quran tersbut bukankah sudah jelas menegaskan bahwa seperti apapun kedudukan wanita tetaplah dibawah laki-laki. Ketika seorang wanita lebih asik dengan dunianya, sedangkan dia lupa akan kewajibannya mengurus anak, melayani suami itu tidak dibenarkan dalam agama kita.

                Kita sering melihat di masa ini, sebutan-sebutan wanita modern yang khas dengan julukan wanita karier pun tidak lah asing lagi. Pernah ada suatu pertanyaan dari teman saya,”Kalau sudah lulus nanti aku pengen ngambil Sp. BM (Spesialis Bedah Mulut), kamu mau ngambil apa Vy?”

saya binggung juga ditanya seperti itu karena dilain fihak ingin meneruskan S2 atau Spesialis tapi dilain fihak saya teringat kata-kata ibuk saya 2 tahun silam,”Kamu itu lo sejak kelas VII MTs sampai sekarang kok ndak pernah istirahat, keliling kecamatan terus kalau gak gitu keliling kabupaten terus. Cita-cita mu ki opo?”

Saya pun menjawab,”Aktivis sosial bidang kesehatan dan perjuangan hak anak
Aktivis?”

Iya buk, saya pengen gabung di UNICEF

Ibuk pun menyahut, dan kala itu saya yang masih aktif di salah satu LSM Anak di kota saya yang awalnya semangat 100% tinggal 75%.

Apa kamu fikir semudah itu, Nduk? Iya sekarang kamu belum punya tanggungan keluarga bisa leha-leha keliling jawa timur, ikut even ke sana kemari, jungkir balik dengan kegiatan-kegiatan mu tapi kalau kamu sudah punya suami ibaratnya kamu tidak mengurus dirimu sendiri. Apa kamu bangga menjadi aktivis sedangkan anakmu di rumah keluyuran, gak terurus, apa kamu bangga menjadi aktivis dikenal banyak orang tapi kamu jarang bertemu suamimu, jarang menemaninya di rumah? Mereka berdua butuh kasih sayang dan kehangatanmu. Pikirkan lagi cita-cita itu!”

Nasehat itu seolah menancap benar-benar dalam angan saya sampai sekarang.

Sempat saya berfikir pula,”Lalu apa tujuan kuliah di kedokteran gigi ini kalau kelak wanita ujung-ujungnya di rumah, ngurus anak, melayani suami?”

           Pemikiran itu seketika dilindas oleh ingatan saya akan perkataan guru ekonomi saya saat kelas IX MTs,”Besok kalian kelak akan menjadi ibu, di rumah bersama anak dan menjadi asisten pribadi suami namun satu yang perlu kalian ingat jadilah ibu rumah tangga yang berkwalitas fi dunya wal akhirat. Laki-laki termulia lahir dari rahim ibu rumah tangga yang mulia (Ibunda Rasulullah), ulama-ulama besar seperti Imam Bukhori lahir dari ibu rumah tangga yang cerdas, ilmuwan-ilmuwan terkemuka lahir dalam dekapan dan kehangatan seorang ibu.
   
      Sekiranya pemikiran-pemikiran mereka itu memang kolot, tapi saya turut membenarkan dan meyakini perkataan neliau-beliau tersebut. Kini pun saya masih belajar mencari solusi apa yang bisa saya ambil sehingga semuanya dapat berjalan, namun tetap ada di rumah bersama mereka *Menghayal sebentar kalau sudah nikah, wakakaka :D*

             Issue persamaan gender memang mengkolotkan secara saklak pemikiran-pemikiran ibuk dan guru ekonomi saya tersebut. Buktinya di TV sampai ada tanyangan “Suami-suami Takut Istri”, biasanya issue-issue publik yang hangat di TV kan sebagai gambaran “Oh itu yang saat ini terjadi pada bangsa ini”. Tidak usah jauh-jauh di TV, disekitar kita pun banyak kasus-kasus semacam itu. Ibu jadi bapak, bapak jadi ibu. Bapak masak, menyuapin anak, mencuci baju, ibu bekerja di luar rumah.

Wanita diciptakan di dunia ini dengan maksut menjadi pasangan hidup serta pendidik pertama dan utama anak-anak yang dilahirkannya. Teringat perkataan ustadz saya beberapa waktu lalu,”Andai kata antara laki-laki dan perempuan selalu saling memahami satu dengan yang lain bahwa dunia ini jauh sangat singkat dibanding akhirat dan tujuan utama pernikahan adalah mencari bekal kehidupan yang sebenar-benarnya di akhirat, maka tidak akan ada ketumpang tindihan atau rasa menang sendiri diantara keduanya
            
     Mari sama-sama belajar, tulisan ini adalah realita dan problema yang perlu diambil solusinya agar kita dapat sama-sama memboyong keluarga kita berkumpul di Jannah FirdausNya. Amin Ya Robb

Dan para wanita mempunyai hak-hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (AL Baqarah: 228)

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea