Friday, December 30, 2011

Cinta Terbaik dalam Hidup Ku

Posted by Devy Ratriana Amiati at 10:56 PM 0 comments


Ku ukir kisah cinta ku dalam coretan kertas
Ku edit dan ku kemas atas nama cinta
lalu ku posting dalam blogger dan facebook
Inilah cinta luar biasa yang sulit ku ungkapkan
Insha Allah inilah cinta abadi ku

Hati ku dak dik duk
Saat ku ungungkapkan cinta ini
Aku sadar pasti orang merasa aneh
Bahkan sulit percaya
Dan mungkin tak ada yang percaya
Dengan apa yang aku ceritakan

Tentang cinta ini
Cinta yang selalu menyemangati ku



Iya.. Bintang fajar atau bintang senja saksinya
Saksi kehebatan getaran cinta ini


Cinta yang selalu menyelamatkan ku
dari cinta makhluk yang salah


Cinta yang selalu menjauhkan ku
dari sakit hati


Keajaiban demi keajaiban hadir
Keajaiban yang sulit dimasukkan akal
Bahkan aku pun awalnya juga merasa ketakutan
Takut jika dibalik itu ada Jin yang berusaha menghasut ku

Namun lambat laun aku yakin bahwa ini
cintaMu yang sengaja Kau masukkan dalam dada ku
Yang membuat ku selalu tenang


Bila gundah melanda
Engakau seperti kekasih yang berusaha
menenangkan pujaan hatinya yang sedang menangis
Dengan berbagai cara agar tersenyum kembali

Sube'hanallah...
Maha Suci Yang memiliki Kebesaran

Dan yakin, ku tak salah
memilihMu sebagai cinta terbaik dalam hidup ku

Allahuakbar...
Allahuakbar...
Allahuakbar......!!!!
Puji syukur serta sanjungan terbesar hanya untukMu, Ya Allah...

Hadiah Istimewa di Awal 2012

Posted by Devy Ratriana Amiati at 9:02 PM 0 comments




            
        Tahun baru, hmm… dari tahun ke tahun tak ada yang berbeda juga tidak istimewa untuk Azizah. Mungkin karena dia tak begitu berantusias seperti teman-temannya yang lain dalam menanggapi datangnya pergantian tahun.

Reuni XH hari sabtu jam 7 d rumahe Riza (simpang lima, utara masjid)
Tolong konfirmasi…
Makasih..

All Fitmay ayok kita sambut pergantian tahun 2011 ke 2012 dengan acara BAKARAN
Yang akan diadakan di rumah Icca
Pada tgl 31 Des dan di mulai setelah MAGRIB
#Sebarkan yang lain
NB: ditunggu konfirrmasinya
Secepatnya!
Thx ^_^

Hy teman…
Malam minggu tggal 31/12/11 kan mlm tahun baru, jd di rmh aq ada acara.
Dtg yahh, acara kecil2an lahh cma acara bakar2, jam 8 mlm smpe slesai
Blh ajak pacar, adek, tmn2, zodara rme2 dtg ke rumah q yeacchh.
Ndag usah bawa  apa2.

            Sms-sms itu masuk di inbox Azizah seminggu yang lalu, belum lagi yang ucapan selamat tahun baru yang udah dicicil sejak kemarin. Tapi tak ada satupun rencana untuk menghadiri acara-acara itu. Baginya tahun baru tak ada istileh istimewa, jikalau teman-temannya selalu bilang

“Tahun baru so menjadi pribadi yang baru yang lebih baik”

Tapi bagi Azizah menjadi pribadi baru yang lebih baik tidak harus dikhususkan di tanggal 1 Januari pukul 00.00.

Saat pukul 00.00 tiba

“Tooooooooooottttttttttttttttt………. Toooooooooooooooottttttttttttt……….”

“Duar… duuuuuuuaaaaaarrrrrrrrrrrr……….. duar… duarr……”

“Doorrrrr….. dorr….. dor………….”

Yah itulah suara trompet, kembang api, dan mercon yang mengusik tidurnya di malam itu.

“Allah… apa-apaan ini” sambil membuka mata, dan menyibakkan selimut yang menghangatkan tubuhnya malam itu.

“Duar…. Dor… dor….”

“Tit..tit..tit” nada sms muncul dari hp nya. Azizah, masih setengah sadar meraba-raba kasurnya seraya mencari hp dan membuka inbox:

Happy New Year, semoga di tahun yang baru semua makin baik.

Surat keputusan No:01/01/2012
Tentang permohonan maaf, meninbang begitu banyak nya dosa yang pernah dibuat
Mengingat semua khilaf dan salah yang pernah terjadi selama ini
Happy New Year Sobat

Sobat, tahun baru kumis ku baru lo…
HAHAHA.. Happy New Year pokoknya

Ntah berapa puluh sms yang masuk di inbox hp nya, karena banyaknya sms Azizah langsung meng exit, dan bersiap tidur kembali.

“Lir.. ilir.. lir.. ilir.. tandure wong sumilir.. tak ijo royo-royo tak sambut kemanten anyar…..” Hp miliknya berbunyi lagi namun kali ini nada telepon yang berbunyi

“Allah… aku ngantuk” gerutunya sambil kembali mencari handphone yang dia lempar ke bawah dekat kakinya, dan dia pun akhirnya bangun dan duduk dengan wajah hancur karena baru tidur.

“Assalamu’alaikum…” sapanya

“Wa’alaikumsalam.. happy new year saying….” Jawab Intan sahabat dekat

“Oh.. iya saying.. muach.. aku tidur lagi ya ngantuk banget nih…”

“Yups, muach… met bobok. Mumpung bonusan nih jadi aku telephone.hhaha.. bay…
Wassalam..”

“Iya, wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarrokatuh”

Sepertinya kebisingan di waktu-waktu awal 1 Januari tidak pernah berubah, dan untuk kali ini berhasil membuat matanya melek 60 Watt. Bergegaslah Azizah mengambil air wudhu. Dia menikmati basuhan-basuhan air yang menyentuh sebagian tubuhnya dan begitu meresapi. Sedikit dosa-dosa yang dilakukan mulai berjatuhan bersama air yang diusapkan disetiap rukun wudhu. Betapa Baiknya Allah memberi air yang sangat cukup agar manusia dapat menjalankan salah satu syarat sah sholat (bersuci) dengan sempurna, betapa Pemurahnya Rabb menjadikan basuhan air wudhu sebagai pengikis dosa-dosa yang dibuat mulut, hidung, wajah, tangan, sebagian kepala, telinga, dan kaki, betapa Pengasihnya Rabb menjadikan wudhu sebagai penghilang penat, pemadam amarah, fikiran blank, tangis, dan segala macam bad mood, betapa Penyayangnya Rabb menjanjikan sebagian tubuh manusia akan bersinar di akhirat nanti.

Setelah menyelesaikan wudhu dan membaca do’a bergegas ia sholat tahajut.

“Ya Allah Yang Maha Penyanyang, Ampunilah dosa ku, dosa kedua orang tua ku,sayangilah mereka seperti mereka menyanyangi ku di waktu aku tak dapat melakukan apa-apa di waktu kecil dan berikanlah kedudukan yang tinggi untuk mereka di hari akhir nanti. Allah Yang Maha Pengasih, begitu banyak nikmat yang Kau berikan pada ku selama ini, kau selalu membuka pintu kasih dan ampunan padahal aku sering kali lalai dan membangkang atas perintahMu. Ya Tuhan Penguasa Alam.. tiada daya diri ini tanpaMu, tanpa kasih sayangMu yang amat luas. Allah.. Mudahkanlah segala urusanku di dunia maupun di akhirat dan jagalah aku dari hal-hal yang Kau benci, dan jadikan aku salah satu orang yang akan bediri tegak di bawah kibaran bendera Rasulullah di Padang Mahsyar nanti. amien” Setelah melakukan sholat tahajut, Azizah langsung melakukan wittir, yang ditutup dengan salam.

Azizah pun membaringkan tubuhnya kembali di kasur yang empuk, serya bertafakur, dan tiba-tiba tersenyum dan mendadak tertawa,”Hmm.. tahun baru ya ini. Haha….”

Di luar rumahnya masih saja deru suara terompet, kenbang api, dan mercon begitu ramai.

“Dorr… dor… dor….” Kembang api

“Teeteeeee….teeeeetttt……. teerrrtt…. Yeah.. Happy New Year!”
Suara terompet yang diiringi teriakan beberapa remaja di desanya..

“Minggu…..” sejenak terdiam dan melihat kalender yang terpasang di tembok dekat kasurnya…

“Alhamdulillah… “ teriaknya, langsunglah dia melakukan sujud syukur

“Serius Allah?? Alhamdulillah…. Besok itu bertepatan dengan rutinitas istimewa ku” terlihat sangat senang dan wajahnya memerah bahagia karena rutinitas istimewa (……….) bertepatan di hari minggu 1 januari 2011. Disaat semua teman-temannya bahagia dengan hura-hura di pantai, ke waduk, telaga, Jatim Park, bali, dll takjubnya rutinitas yang istimewa itu menebas semua hura-hura itu menjadi gelembung Kasih sayang lebih yang diberikan Allah padaNya setiap 2 hari sekali. Seketika ia langsung menuju dapur dan membuka kulkas, mengambil kue dan mengalirkan beberapa cc air ke tenggorokannya seraya terus bertasbih memuji betapa Allah sangat mencintainya.

Thursday, December 29, 2011

Perjuangan di Tengah Lautan Darah

Posted by Devy Ratriana Amiati at 9:18 AM 0 comments


Perkenalkan nama ku Binti Ummami, aku tinggal di sebuah desa yang masih sangat sepi karena masuk kawasan pelosok. Bapak ku hanya bekerja sebagai buruh tani yang menggarap sawah milik orang lain, sedangkan mak ku hanya ibu rumah tangga yang selalu siap menjadi asisten pribadi bapak baik saat menanam padi atau mencarikan rumput untuk 2 ekor kambing milik bapak. Apabila sawah garapan bapak telah memanen hasil dari sawah tersebut akan di bagi dengan Pak Kirman (pemilik sawah) yang akan mendapat 70% dari hasil panen dan bapak sendiri mendapat 30% dari hasil tersebut.

“Binti.. golek o bayem neng mburi omah!” teriak mak saat aku sedang asyik bermain bersama teman-teman ku *Binti cari bayam di belakang rumah*

“Inggeh Mak, Adah’e wonten pundi?” *Iya Ibu, wadahnya ada di mana?*

“Golek ono dewe, paling neng nduwur lumbu?” sahut mak *Cari sendiri, mungkin ada di atas lumbung padi*

Aku pun bergegas mengambil wadah yang disebut irek, irek adalah wadah yang mirip jaring yang terbuat dari bambu. Keluarga kami hidup serba pas-pasan, bahkan untuk makan sehari-hari kami mengandalkan sayur-sayuran yang di tanam mak di pekarangan belakang rumah. Meski hampir setiap hari kami hanya lauk bayam kukus sama sambal, kadang kala hanya ketela.

Pada suatu hari bapak kami sangat putus asa karena Mas Dayani, aku, dan adik-adik ku hanya selisih 1 tahun dan semua bersekolah sedangkan krisis ekonomi karena G30S PKI membuat bapak kesulitan menambah penghasilan terlebih bapak adalah salah satu anggota pengajian Muhammadiyah dimana ketua Muhammadiyah di dusun saat itu adalah Jegal atau pembunuh PKI berdarah dingin. Beliau Mbah Dullah tokoh pemberani, entah berapa ratus kepala PKI yang telah dia penggal dengan pedang miliknya, dan hal itu membuat bapak tak dapat leluasa mencari nafkah karena ancaman yang datang sewaktu-waktu.

Saat itu darah seperti air dalam kubangan, dimana-mana darah. Bahkan di gang-gang banyak sekali bekas-bekas darah serta potongan kepala atau anggota tubuh yang masih berserakan. Hingga sungai kecil pun tak lagi bening karena berubah warna menjadi merah, bekas darah pemenggalan. Kadang saat pagi masih bisa bercakap-cakap dengan tetangga, bisa jadi siang atau sore kepala tetangga sudah berada di depan rumah dan tubuhnya tertancap di bambu runcing yang di tanam di depan rumahnya. Suasana yang sangat menyeramkan.

Sebenarnya bapak pernah akan diangkat menjadi gegawai negeri di sekolah rakyat, karena bapak adalah pemuda paling cerdas diantara teman-teman sebayanya bahkan sampai lanjut usia pun daya hitung serta kemampuan bapak dalam menghafal masih sangat kuat, namun sayang pegawai negeri saat itu gajinya sangat minim mungkin hanya dapat digunakan untuk makan 2 minggu apalagi saudara ku banyak.

Saat selesai pengajian, bapak mengadukan masalahnya pada Mbah Dullah

“Mbah Dullah..” sapa bapak

“Ono opo Soetawi?” *Ada apa Soetawi?*

“Mbah, anak kulo katah, lan sedoyo sekolah. Ing wanci negara ngeten niki sak estu kulo ragu saget mbiayai lare-lare nganti lulus“ Ungkap bapak ku dengan menunduk *Mbah, anak saya banyak dan semuanya sekolah. Dalam kondisi negara kita yang seperti ini saya ragu dapat membiayai mereka sampai lulus*

“Ora usah binggung! Gusti Allah kuwi Sugeh!” sahut Mbah Dullah *Tidak usah binggung! Allah itu Kaya*

“ Sugeh pripun, Mbah?” *Kaya bagaimana, Mbah?*

“Bocah saiki sok seng bakal nerus ake perjuangan, masalah biaya ojo dipikir nemen-nemen. Gusti Allah kuwi sugeh, bondho neng ndonyo iki akeh karek awake dewe ki gelem nggolek opo ora.” *Anak sekarang nantinya akan meneruskan perjuanagan, soal biaya tidak usah dipikir terlalu dalam. Allah itu kaya, harta di dunia ini banyak tinggal kita mau atau tidak mencarinya*

Sejenak bapak terdiam...

“Soetawi!” Mbah Dullah menepuk pundak bapak

“Inggeh Mbah” *Iya Mbah*

“Gusti Allah bakal ngabulne donggo mu, seng penting usaha ojo lali pangeleng-eleng opo wae seng ono Al Quran lan pesane kanjeng nabi Muhammad” *Allah pasti mengabulkan do’a mu, yang penting usaha dan jangan lupa pesan yang terkandung dalam Al Quran dan Asunnah*

“Ngapunten mbah, kulo nggeh jerih kaleh ukoro PKI akhir-akhir niki” *Maaf mbah, saya juga takut dengan ulah PKI akhir-akhir ini*

“Gusti Allah seng bakal njogo awakmu, ora usah wedhi!” *Allah yang akan menjagamu, tidak usah takut*

Ucapan Mbah Dullah itu seakan menjadi obor semangat bapak untuk tetap menyekolahkan kami. Semenjak itu bapak dan mak Babat Alas (pergi ke hutan) dan membuat Gogo (ladang di atas gunung). Disana bapak dan mak membangun gubuk di atas pohon agar tidak diganggu binatang buas, yah maklum saat itu pegunungan selatan masih angker konon masih banyak penghuninya baik binatang buas maupun makhluk halus sekaligus menjaga ladang.


Berminggu-minggu bapak dan mak tinggal di hutan dan setiap pulang selalu membawa hasil bumi yang alhamdulillah selalu dapat kami jual untuk biaya sekolah. Alhamdulillah aku dan Sulasih adik bungsu ku dapat menyelesaikan S1 sedangkan Mas Dayani, Sumiatin, dan Sri dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMA. Semua itu berkat kerja keras bapak hingga kami menjadi orang berkecukupan dan melahirkan anak-anak cerdas. Kini cerita itu akan selalu menjadi sejarah yang tak akan pernah kami lupakan.

Wednesday, December 28, 2011

HENING

Posted by Devy Ratriana Amiati at 7:46 AM 0 comments




Hambar hati ku. Hmm... ntah pikiran apa yang merusak kedamaian dalam diri hingga berakhir pada penghancuran konsentrasi belajar ku. Padahal materi yang belum aku pelajari masih asekitar 150 lembar untuk bahan ujian blog minggu depan, belum lagi beberapa tugas kampus umum, serta padatnya kegiatan di Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam 2 pekan ini ntah itu Konpida PW IPM, Pengajian Akbar di masjid kabupaten, belum lagi Taruna Melati 2. Allah.. aku harus pandai membagi waktu...

            “Mungkin itu saja inti dari rapat kordinasi Taruna Melati 2, tolong masing-masing kordinator bekerja dengan maksimal karena ini adalah agenda besar di Pimpinan Daerah IPM sebelum melangkah pada Taruna Melati 3 di Pimpinan Wilayah IPM. Soal spanduk IPM tolong masing-masing cabang mebawa bendera nanti kita pasang disepanjang jalan menuju Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah ini. Sebelum kita akhiri mari membaca do’a kafaratul Majelis.” Pimpin Mas Solih, ketua panitia Taruna Melati 2.

            Hadirin yang hadir pun berkomat kamit membaca do’a kafaratul majelis yang isinya:

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih).

“Nuun wal qolami wamaa yasthuruun.. Wassalamu’alaikum warrohmatullahi wabarrokatuh”

“Wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarrokatuh..” jawab perwakilan pimpinan cabang sekabupaten yang diundang.

Semuaa hadirin pun bersalaman akhwat dengan akhwat begitu halnya ikhwan dengan ikhwan, lalu beranjak meninggalkan masjid milik MIM (Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah) dengan bersama-sama. Dan aku pun diantara mereka yang kemudian menggambil motor yang aku parkir di bawah pohon mangga.

Selang beberapa menit terdengar suara dari microphone yang tadi dipakai dalam forum,”Untuk seluruh Pimpinan Daerah IPM tolong jangan pulang dulu, dan mohon kembali ke masjid untuk membahas beberapa hal yang berkaitan dengan agenda kerja”

“Yah.. itu pasti suara Mas Imam”

Mas Imam adalah ketua IPM, yang jabatannya merangkap menjadi penanggung jawab setiap acara.

“Assalamu’alaikum warrohmatullahi wabarrokatuh.. Hamdan wa syukrolillah Amma Ba’du. Bersyukur sekali kita masih diberi kesempatan untuk bekumpul walau tadi juga sempat rapat juga. Hehehe” tawanya kecil

“Alhamdulillah.. sholawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang membawa kita menuju kejayaan masa dengan menjunjung tinggi Din Allah dijalur Fisabilillah lewat Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini. Sebentar saja, disini saya hanya ingin mengevaluasi masa kerja kita yang tinggal beberapa bulan lagi berakhir. Agenda kita........................”

Hampir ½ jam ketua IPM mengevaluasi kinerja Pimpinan Daerah, dan tak sadar aku pun hampir tertidur karena serambi masjid yang lumayan tinggi dan angin pada waktu itu benar-benar semilir, di tambah lagi lantai serta dipan masjid yang terbuat dari marmer menambah dingin suasana. Kegalauan yang membuat ku tidak mood.

“Allahuakbar.. Allahuakbar.......”
Suara adzan membangunkan ku, dan rapat pun untuk sementara waktu dipending hingga jama’ah sholat Dzuhur dilaksanakan.

###

 “Alhamdulillah.... kembali fresh kembali” sambil mengucek-ucek mata, ku duduk dan menyisir rambut panjang ku yang berantakan sehabis tidur. Setiap habis tidur aku selalu senang, karena kamar ku menyatu dengan alam. Kamar yang lumayan luas dan berada dilantai 2 rumah milik Abah dan Ummi ku. Terlebih tempat tidur ku mepet dengan jendela, jadi setiap bangun dan menyingkapkan gorden langsung dapat terlihat indahnya deret pegunungan selatan, yang membentang di sebelah selatan tidak jauh dari rumah, serta burung-burung yang berterbangan dengan bernyanyi ria. Inilah kamar terbaik ku yang enggan aku tinggal dan selalu aku rindukan saat aku merantau mencari ilmu.

“Sabrina.. Jam 16.30, kamu belum sholat kan?” Suara Ummi dari latai bawah

“Astagfirullahal’adzim.. hampir saja aku lupa, bahwa aku belum sholat. Iya Mi” teriak ku sambil bergegas merapikan tempat tidur dan lari menuruni tangga.

###

“Aku tau apa sumber kegalauan ini” ucap ku sambil burung-burung hutan di jendela kamar menjelang senja.

“Iya, aku merindukannya. Merindukan seseorang yang tak pasti. Aku jatuh cinta. Huft... perkara yang mengacaukan fikiran, aku masih belum siap dan juga belum bisa menempatkan hati dalam suatu gambaran cinta”

“Tit..tit..tit...” bunyi suara hand phone ku

“Sabrina ayo sholat dulu Magrib dulu”

Pesan singkat dari Abah.. Yah.. abah memang tidak terlalu banyak bicara seperti Ummi, jika aku di dalam kamar dan Abah ada perlu selalu sms atau telephone jarang sekali teriak-teriak. Hmm... kodrat wanita dan laki-laki memang beda.

“Iya Bah..” teriak ku

Setelah mengambil air wudhu aku, ummi, abah, dan adik-adik ku pergi ke masjid 200 meter dari rumah. Huft.. Suasana magrib ini kelabu, dan amat kelabu.

Hati ku hambar tanpa rasa. Ingin rasanya menceritakan semua beban yang menyapa namun sayang krisis kepercayaan terhadap orang membuat ku lebih banyak diam dalam masalah, karena minimnya orang yang memiliki sifat Amanah dan dari ketidak percayaan pada mereka itu membuat ku selalu berusaha Amanah terhadap siapa saja yang selalu menjadikan aku langganan curahan hati. Selama ini hanya Allah lah tempat keluh kesah ku, tempat ku mengadu segala rasa. Bahkan Allah lah sahabat ku, meski aku sering menyendiri menjauh dari hiruk pikuk namun aku merasa senang-senang saja karena aku yakin Allah disamping ku. Maha Suci yang memiliki Kebesaran, Penguasa Dunia Seisinya.

“Cis.. Acis.. ayo pulang” Adik balita ku menepuk pundak ku dan aku yang menikmati dzikir sontak terkaget.

“Hehe... ayo Wildha.” Sambil tersenyum ku sampirkan sajadah dan bawahan mukena ku dan menggedongnya karena Abah, Ummi dan adik ku yang besar telah lebih dulu pulang.

Dalam perjalanan langkah demi langkah membuat ku menghela nafas dan bercucuran keringat. Aku mulai lelah menggendongnya, dan ku memintanya untuk jalan sendiri,”Dha jalan ya, Mbak capek!” dan dia pun turun dari gendongan ku

Dalam perjalanan berjumapa dengan beberapa orang “Anaknya pinter, ke masjid jalan kaki sendiri” Ucap seorang ibu yang lewat di perempatan saat aku dan adik ku akan menyeberang jalan

“Hehe.. inggeh” jawabku walau dalam hati tertawa karena setiap kali aku mengajak adik balita ku jalan ntah ke pasar atau di tempat keramaian pasti dikiranya dia anak ku, padahal adik kandung ku sendiri.haha

Kami pun menyeberang jalan dan melanjutkan perjalanan. Aku terus saja menatap langit melihat bintang yang begitu banyak dan sube’hanallah luar biasa.

“Acis.. acis.. lihat apa?” tanya adik ku dengan panggilan Acis (Aku) semenjak pertama kali dia dapat bicara.

“iya Dha.. tuh bintangnya banyak ya! Hmm.. bagus”

“Intang Umminya mana Cis?”

“Umminya bintang lagi buat Susu!” jawab ku sambil tersenyum

“Susu Api?”

“Iya, susu Sapi”

“Intangnya ais, Cis?

”Kenapa Bintangnya Nangis?” tanya ku

“Intang dak punya Abah” Hehe.. aku tertawa mendengar pertanyaan lucu adik ku. 

Malam ini memang indah dan sangat indah, ada 2 bintang paling terang diantara jutaan bintang yang tidak begitu terang sempat aku binggung juga, seharusnya hanya ada satu bintang yang harusnya bersinar yaitu Venus yang muncul menjadi Bintang Fajar saat pagi dan juga menjadi Bintang Senja saat menjelang malam, tapi kali ini aku tak tahu bintang itu yang mana. Dan saat aku kembali ke masjid untuk sholat Isya’, ternyata tersisa satu bintang yang tetap bersinar terang dan aku yakin dia adalah bintang Senja.

Tuesday, December 27, 2011

Rindu yang Membeku

Posted by Devy Ratriana Amiati at 4:00 PM 0 comments




Hujan dibalik mendung menghantarkan sunyi dalam rintihan siang kelabu. Seorang anak desa duduk di depan jendela, mencorat-coret embun yang menempel di balik kaca bekas hujan yang sejak semalaman.

"Terlihat begitu asyik kau rupanya!" suara dari balik dapur tua yang telah reot, dan perabotan yang tak lagi dapat dibilang layak

"Hihihi... Ini aku, ini ibu, ini ayah" tawanya yang sedang menghayal

"Kenapa kau ini, ayo jual petai ini di pasar!" bisik Si Mbah dengan begitu hangat

"Astagfirullahal'adzim... iya Mbah"

Hakim pun bergegeas mengambil sepeda tua yang telah berkarat yang bersandar digedek (tembok dari rajutan bambu tipis).

Perkenalkan dia adalah Muhammad Hakim Ramadhan. Lahir di Saudi Arabia, 7 tahun yang lalu. Sejak lahir dia tidak tau siapa keduanya orang tuanya. Karena ibunya menjadi TKI sejak berusia 16 tahun dan ditahun kepulangannya dia kembali ke kampung dengan membawa hakim kecil. Lalu kembali lagi ke Arab dan sekarang keberadaannya tak lagi diketahui. Banyak orang menyebut Hakim anak Import, yah..Terlihat kasar memang, namun identitas itu tak dapat hilang bak tittle seseorang yang telah menjadi sarjana.

"Kring.. Kring..." bel nyaring itu menandakan bahwa dia telah bersiap menjajakan dagangannya.

"Ibu, ayah, aku disini merindukanmu! Allahuakbar!!" Itulah teriakannya dengan berkaca-kaca setiap kali akan mengendarai sepedah tua warisan almarhum Mbah Paijan, mbah kakungnya.

Karena rumah yang berada di tengah persawahan, membuatnya harus melewati jalan kecil ditengah sawah sambil menuntun sepedahnya,"Petai bakar Enak... Petai bakar Enak"

Sesekali orang-orang yang sedang Ndaud (mencabuti rumput ditengah padi) memanggilnya dan membeli petai dagangannya. Kadang pula malah diajak makan bersama mereka. Pagi itu Lek Jinem dan keluarganya sedang mendaud sawah.

"Petai... Petai..." suara Hakim terdengar dari timur laut

"Petai Le!!"

"Iya Lek, sebentar..." bergegas iya naik sepedah dan menggayuhnya sekuat tenaga

"huh.. Hah.. Huh.. Hah... Alhamdulillah sampai" nafasnya tersental-sental

"Ini Lek, beli berapa?"

"loro ae Le!"

Diambilkannya oleh Hakim, sambil mengambil dan memilihkan petai terbaik sambil berdendang

Keruh hati memandang padi
Buih kasih yang ku nanti
mengambang hangat dalam
rindu peluk kasih mu
Tikus-tikus sawah itu ikuti ku
Mencari jejak yang terbelenggu gelembung waktu
menuai rindu yang kian membeku

"bernyanyi apa cah bagus?" sambil mengelus rambut yang hitam lebat blesteran Arab-Jawa itu

Hakim pun menangis, hmm.. Semoga Allah selalu menjaga dan memberi masa depan yang baik untuk anak-anak TKI yang bernasib seperti hakim. Amien

Azka dan Pertanyaan

Posted by Devy Ratriana Amiati at 3:52 PM 0 comments



"Kalian sudah menikah belum? Kalau belum menikah, haram kalian peluk-pelukan seperti ini!" gertak Pak RT di rumahnya saat menyidang dua sejoli yang berduaan di Pos Kampling

Jawab sejoli itu dengan gugup,"E..e...e.. Kami... E..."

"Ini namanya berzina. Lebih baik kalian ikut saya ke masjid sekarang, saya akan menikahkan kalian supaya hubungan kalian halal..." untuk kali ini Pak Tejo (Ketua RT) benar-benar murka pada pasangan ini karena mereka menggunakan pos kampling untuk berpacaran

Azka anak 4 tahun, melihat kejadian itu saat melintasi rumah Pak Tejo, Azka yang baru ikut bundanya ke pasar bertanya pada bundanya dengan logat cedal,"Bunda.. Bunda.. Kenapa meleka bunda?"

Bunda tersenyum,"Sayang, mereka itu adalah mas dan mbak yang berpacaran yang ditangkap Pak Tejo"

"Pacalan itu apa Bunda?"

"Pacaran itu kalau kita laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan tanpa teman"

;Muhlim itu apa Bunda?"

"Muhrim sayang, bukan Muhlim. Hehe.. Muhrim itu ya Azka sama Bunda, terus Ayah sama Azka" bunda menjelaskan dengan singkat

"Terus Bun, kalau Azka sama Ana main baleng berlalti pacalan juga?"

Bunda tertawa, dan mulai binggung menjelaskan pada Azka yang masih kecil itu,"Gak sayang, kan Azka dan Ana masih kecil dan cuma main bareng kan?toh biasanya ada Reza, dan Tiara yang ikut main. Pacaran itu kalau ada laki-laki dan perempuan yang telah dewasa berduaan maka orang ketiganya setan, dan itu dosa."

"Berarti Pak Tejo setan ya Bunda?"

Tawa bunda pun tak lagi dapat di tahan,"Haha.. Sayang.. Pak Tejo itu pembela kebenaran, seperti Berbetmen dan Bernecleboy di spongebob yang selalu membela kebenaran tak pantang menyerah, sedangkan mas dan mbak itu seperti Manray yang jahat."

"Wah.. Pak Tejo Kelen ya Bunda"

"hehe... Jadi kalau mau berduaan harus punya sertifikat Halal dulu"

"Seltipikat halal dari MUI sepelti yang di tpi-tpi ya Bun??"

Bunda semakin gemas mendengar pertanyaan Azka,"Menikah sayang, harus menikah dulu baru bisa pacaran."

Dia Sangat Dekat

Posted by Devy Ratriana Amiati at 3:44 PM 0 comments


Isna mengambil sepedanya dan menggayu dengan sekuat tenaga. 

"Isna....!" sapa sahabatnya dari kejauhan sambil melambaikan tangan

"hallo... Duluan ya!" sambil tersenyum dan terus menggayuh sepedanya dengan kencang. Terlihat begitu tergesa-gesa sepertinya, padahal Adzan Magrib belum berkumandang namun dia telah memakai mukena dan bawahan mukena serta sajadah yang dimasukkan dalam kranjang sepedanya.

"Ccciiiiitttttt......" bunyi rem sepedanya yang menghentikannya di tanah lapang desanya yang begitu luas, dan sangat menyatu dengan alam. Alam yang sangat asri, dengan sawah yang terbentang luas, pegunungan yang gagah, dan angin yang membelai begitu akrab.

"Sube'hanallah..." ucapnya

dia memandang alam sekitarnya dengan terkagum-kagum, dengan langit yang memalu karena memerah, burung-burung bercanda tawa dengan teman-temannya di langit, dan rumput-rumput yang menari-nari bak penari Salsa di tv.

"Allah... Aku disini melihat senyumMu!" teriaknya sambil berkaca-kaca

"Allah... Allah... Segala puji untukMu. Aku masih di bumi ini karenaMu, Jangan kau uji aku melebihi kemampuan ku!" air matanya mengalir deras

"Allah... Aku bukan Dia yang punya banyak ilmu dan tau banyak cara untuk lebih dekat denganMu. Allah.. Aku bukan mereka yang selalu Kau bimbing dalam lingkungan dzikir atasMu. Aku ini masih kecil"

Tangis Isna itu membangunkan tikus sawah yang asyik tidur bersama anak-anaknya di bawah tanah

"Kalian disini saja ya anak-anak ku, ibu akan melihat siapa yang menagis di atas sana." Ucap Bu tikus

"Cit Bu, cit Bu..." bahasa anak tikus yang artinya 'Iya Ibu'

"Citllala... Cit..lacilacit.. Citut..." jawab Bu Tulus yang artinya 'Hati-hati disni ya Nak'

"Cuttta.. Cit" yang artinya dalam bahasa tikus 'Insha Allah'

Naiklah Bu Tikus ke atas tanah. Sesampainya di atas, Bu Tikus menoleh kanan kiri mencari sumber tangis yang keras itu. Pandangannya berakhir di bawah pohon jati yang berdiri tegak tanpa teman di tanah lapang itu. Disitulah Isna merenung dan berbicara sendiri. Langsunglah Bu Tikus mengendap endap merayap melewati rumput-rumput dan sampailah di dekatnya, namun Isna tak tau.

"Allah... Aku harus belajar dari siapa agar bisa seperti mereka?"

"cit... Cuta.. Cittatatta..." sapa Bu Tikus yang artinya 'Hay anak kecil'

Mendengar suara itu, frekwensi tangisnya merendah, dia menoleh sekitarnya dan dia melihat Bu Tikus telah berada di bawah kakinya. Respect, melompatlah Salsa ketakutan.

"Tikus!!!" sambil kebinggungan mau lari kemana karena sebelah kanannya sawah yang baru ditanami padi. Hmm.. Posisi pencegatan Bu Tikus memang strategis.

"Awas... Kalau mendekat aku lempar sandal jepit! Pergi!! Pergi!!!" sambil menangis tapi untuk kali ini tangis ketakutan

"Tenanglah!! Aku tidak jahat!!" Bu Tikus menenangkan

"Emoh.. Emoh.. Pokonya pergi!" tangis anak kelas 3 SD ini membuat Bu Tikus semakin gugup

"Tenanglah... Aku tidak akan mengapa-apakanmu. Aku hanya ingin bersahabat dengan mu!"

"Huhuhuhu... Pergi!!"

"Tenanglah sebentar, aku akan mundur 2 m tapi berhentilah menagis!" Bu Tikus pun mundur dan tangis Isna pun sedikit berhenti dan dia pun kembali duduk dibawah pohon.

"Allah... Aku takut, jauhkan tikus itu dari ku!"

"Hay... Anak kecil. Aku boleh mendekat 1 jengkal?"

"Gak boleh!"

"Aku mohon, aku ingin berbicara padamu!"

"Kalau gak ya nggak!" bentaknya sambil menangis

"Huft... Ya sudah disini saja, aku hanya ingin bertanya kenapa kau sendiri disini dengan mengis? Ini hampir magrib!" tanya Bu Tikus

"Huhuhuhu..." tangis Isna

"Kenapa kau berdo'a dengan berteriak-teriak? Tidak kah kau tau Tuhan mu itu tidak tuli!"

Isna pun mengusap air matanya sejak tadi mengantri untuk dikeluarkan dengan kedua tangannya.

"Tanpa berteriak-teriak Tuhan mu itu mendengar do'a mu!" Bu Tikus begitu serius kali ini

"Aku bimbang Tikus, aku bimbang harus kemana melangkah sedangkan lingkungan ku begitu keruh!" Ucapnya dengan tersengkal-sengkal

"Seperti apa pun keadaanmu, Tuhanmu tau!"

"Kalau Dia tau, kenapa kekeruhan ini masih bertahan?" kembali menangis

"Dia tak kan memberikan ujian di luar kemampuan mu! Jika sekarang kau diberi keadaan itu tidak pantas kau menyalahkannya karena sudah tertulis sebelum kau lahir dan pasti bisa kau lewati!"

"Meski ku terus belajar mengejar mereka dengan otodidak dengan harapan dapat mengatasi setiap masalah ku sendiri tapi tetap saja tak sepandai mereka mendekatkan diri pada Allah dan aku lemah, Tikus! Aku haus, namun tak pernah ada cukup air untuk menyegarkan tenggorokan ku!" ntah berapa cc air mata Salsa yang keluar sore itu

"Sedikit akan menjadi banyak, maka dari sedikit itu terus diasah dan diamalkan. Allah itu Maha Mengerti. Buktinya aku dan keluargaku sampai detik ini masih diberi banyak keturunan meski Pak Tani selalu memburuku, dan berusaha keras membunuhku dengan berbagai cara."

Tangis Isna, berhenti mengiringi adzan magrib yang berkumandang.

"Sudah adzan, berangkatlah ke rumah Allah. Disana akan kau temukan jawaban dari masalahmu. Yakinlah dia dekat, lebih dekat dari urat nadimu!"

"Terimakasih..." Isna bergegas merapikan mukenanya dan menggambil sepeda

"Hmm.. Meski nikmat itu sedikit harus disyukuri, meski lika-liku dunia ini rumit harus tetap dijalani. Tetap yakin Dia tak akan memunahkan keturunan ku sebelum waktunya. Aku percaya Engkau dekat Tuhan." ucap Bu Tikus sambil melihat butaran roda sepeda Isna yang beranjak menjauh darinya menuju salah satu rumah Allah di bumi

Sunday, December 25, 2011

Dialog dengan Semut Pohon Karsem

Posted by Devy Ratriana Amiati at 3:39 PM 0 comments



Pagi yang sejuk di halaman samping masjid Universitas Muhammadiyah Jember, disela Konferensi Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Udara pagi ini memang terasa begitu dingin. Dingin menurut ku atau memang asli diingin, hmm... Ntahlah. Yang pasti sejuknya pagi ini membuat tubuh ku begitu segar dan bersiap dengan kegiatan, lalu kembali ke Tulungagung siang nanti. Alhamdulillah

Ku hirup oksigen (O2) hasil fotosintesis pohon karsem dengan begitu pelan. Sesekali aku menahannya dan merasakan betapa nikmat oksigen (O2) itu memasuki kerongkongan ku, menuju paru-paru hingga sampai di bronkus, bronkeolus, hingga berakhir di alveolus, dan sebagian lagi berjalan-jalan melewati eritrosit dengan halus, menyusuri tulang-tulang persendian dan terus berputar-putar hingga ku tak sanggup lagi menahan nafas.

Tiba-tiba ada yang memanggil ku,”Devy.. Devy..”

Ku menoleh kanan-kiri ku, tapi tak ada orang

Lalu suara itu  muncul lagi,”Devy.. Devy.. aku disini!”

“Huft.. suara apa sih?” gerutu ku

“Devy.. Devy.. aku disni!” panggilan itu semakin kencang

“Astagfitullahal’azim kamu to semut”

“Hehe.. Devy, hallo” senyumnya membuat pompaan jantung ku kembali normal

“Ada apa kau memanggil ku?”

Sambil berapi-api dia menjawab,”Begini Devy rencananya hari ini aku ingin marah pada manusia!”

“Kenapa gerangan?”

“Mereka sering meremehkan ku, menginjak ku seenaknya. Kadang aku tak salah apa-apa tiba-tiba di bunuh!”

“Maaf semut, maaf ya!”

“Maaf, maaf!!!! Devy tau ndak, kami menderita oleh perlakukan kalian. Bahkan kemarin aku dan teman-teman ku hampir saja mengepung salah seorang diantara manusia dengan jutaan semut karena dia merusak sarang anak kami, padahal kami tinggal jauh dari lingkungan tempat dia tinggal”

“Lalu kenapa tak jadi?”

“Kami membatalkan rencana itu karena kami ingat perkataan Allah pada kami, bahwa Allah mengistimewakan manusia dibanding makhluk yang lain. Allah menjadikannya pemimpin di bumi yang akan mempertanggung jawabkan semua yang dilakukan dan pasti semua perkara itu akan dihisap termasuk perbuatannya pada kami”

Friday, December 30, 2011

Cinta Terbaik dalam Hidup Ku



Ku ukir kisah cinta ku dalam coretan kertas
Ku edit dan ku kemas atas nama cinta
lalu ku posting dalam blogger dan facebook
Inilah cinta luar biasa yang sulit ku ungkapkan
Insha Allah inilah cinta abadi ku

Hati ku dak dik duk
Saat ku ungungkapkan cinta ini
Aku sadar pasti orang merasa aneh
Bahkan sulit percaya
Dan mungkin tak ada yang percaya
Dengan apa yang aku ceritakan

Tentang cinta ini
Cinta yang selalu menyemangati ku



Iya.. Bintang fajar atau bintang senja saksinya
Saksi kehebatan getaran cinta ini


Cinta yang selalu menyelamatkan ku
dari cinta makhluk yang salah


Cinta yang selalu menjauhkan ku
dari sakit hati


Keajaiban demi keajaiban hadir
Keajaiban yang sulit dimasukkan akal
Bahkan aku pun awalnya juga merasa ketakutan
Takut jika dibalik itu ada Jin yang berusaha menghasut ku

Namun lambat laun aku yakin bahwa ini
cintaMu yang sengaja Kau masukkan dalam dada ku
Yang membuat ku selalu tenang


Bila gundah melanda
Engakau seperti kekasih yang berusaha
menenangkan pujaan hatinya yang sedang menangis
Dengan berbagai cara agar tersenyum kembali

Sube'hanallah...
Maha Suci Yang memiliki Kebesaran

Dan yakin, ku tak salah
memilihMu sebagai cinta terbaik dalam hidup ku

Allahuakbar...
Allahuakbar...
Allahuakbar......!!!!
Puji syukur serta sanjungan terbesar hanya untukMu, Ya Allah...

Hadiah Istimewa di Awal 2012





            
        Tahun baru, hmm… dari tahun ke tahun tak ada yang berbeda juga tidak istimewa untuk Azizah. Mungkin karena dia tak begitu berantusias seperti teman-temannya yang lain dalam menanggapi datangnya pergantian tahun.

Reuni XH hari sabtu jam 7 d rumahe Riza (simpang lima, utara masjid)
Tolong konfirmasi…
Makasih..

All Fitmay ayok kita sambut pergantian tahun 2011 ke 2012 dengan acara BAKARAN
Yang akan diadakan di rumah Icca
Pada tgl 31 Des dan di mulai setelah MAGRIB
#Sebarkan yang lain
NB: ditunggu konfirrmasinya
Secepatnya!
Thx ^_^

Hy teman…
Malam minggu tggal 31/12/11 kan mlm tahun baru, jd di rmh aq ada acara.
Dtg yahh, acara kecil2an lahh cma acara bakar2, jam 8 mlm smpe slesai
Blh ajak pacar, adek, tmn2, zodara rme2 dtg ke rumah q yeacchh.
Ndag usah bawa  apa2.

            Sms-sms itu masuk di inbox Azizah seminggu yang lalu, belum lagi yang ucapan selamat tahun baru yang udah dicicil sejak kemarin. Tapi tak ada satupun rencana untuk menghadiri acara-acara itu. Baginya tahun baru tak ada istileh istimewa, jikalau teman-temannya selalu bilang

“Tahun baru so menjadi pribadi yang baru yang lebih baik”

Tapi bagi Azizah menjadi pribadi baru yang lebih baik tidak harus dikhususkan di tanggal 1 Januari pukul 00.00.

Saat pukul 00.00 tiba

“Tooooooooooottttttttttttttttt………. Toooooooooooooooottttttttttttt……….”

“Duar… duuuuuuuaaaaaarrrrrrrrrrrr……….. duar… duarr……”

“Doorrrrr….. dorr….. dor………….”

Yah itulah suara trompet, kembang api, dan mercon yang mengusik tidurnya di malam itu.

“Allah… apa-apaan ini” sambil membuka mata, dan menyibakkan selimut yang menghangatkan tubuhnya malam itu.

“Duar…. Dor… dor….”

“Tit..tit..tit” nada sms muncul dari hp nya. Azizah, masih setengah sadar meraba-raba kasurnya seraya mencari hp dan membuka inbox:

Happy New Year, semoga di tahun yang baru semua makin baik.

Surat keputusan No:01/01/2012
Tentang permohonan maaf, meninbang begitu banyak nya dosa yang pernah dibuat
Mengingat semua khilaf dan salah yang pernah terjadi selama ini
Happy New Year Sobat

Sobat, tahun baru kumis ku baru lo…
HAHAHA.. Happy New Year pokoknya

Ntah berapa puluh sms yang masuk di inbox hp nya, karena banyaknya sms Azizah langsung meng exit, dan bersiap tidur kembali.

“Lir.. ilir.. lir.. ilir.. tandure wong sumilir.. tak ijo royo-royo tak sambut kemanten anyar…..” Hp miliknya berbunyi lagi namun kali ini nada telepon yang berbunyi

“Allah… aku ngantuk” gerutunya sambil kembali mencari handphone yang dia lempar ke bawah dekat kakinya, dan dia pun akhirnya bangun dan duduk dengan wajah hancur karena baru tidur.

“Assalamu’alaikum…” sapanya

“Wa’alaikumsalam.. happy new year saying….” Jawab Intan sahabat dekat

“Oh.. iya saying.. muach.. aku tidur lagi ya ngantuk banget nih…”

“Yups, muach… met bobok. Mumpung bonusan nih jadi aku telephone.hhaha.. bay…
Wassalam..”

“Iya, wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarrokatuh”

Sepertinya kebisingan di waktu-waktu awal 1 Januari tidak pernah berubah, dan untuk kali ini berhasil membuat matanya melek 60 Watt. Bergegaslah Azizah mengambil air wudhu. Dia menikmati basuhan-basuhan air yang menyentuh sebagian tubuhnya dan begitu meresapi. Sedikit dosa-dosa yang dilakukan mulai berjatuhan bersama air yang diusapkan disetiap rukun wudhu. Betapa Baiknya Allah memberi air yang sangat cukup agar manusia dapat menjalankan salah satu syarat sah sholat (bersuci) dengan sempurna, betapa Pemurahnya Rabb menjadikan basuhan air wudhu sebagai pengikis dosa-dosa yang dibuat mulut, hidung, wajah, tangan, sebagian kepala, telinga, dan kaki, betapa Pengasihnya Rabb menjadikan wudhu sebagai penghilang penat, pemadam amarah, fikiran blank, tangis, dan segala macam bad mood, betapa Penyayangnya Rabb menjanjikan sebagian tubuh manusia akan bersinar di akhirat nanti.

Setelah menyelesaikan wudhu dan membaca do’a bergegas ia sholat tahajut.

“Ya Allah Yang Maha Penyanyang, Ampunilah dosa ku, dosa kedua orang tua ku,sayangilah mereka seperti mereka menyanyangi ku di waktu aku tak dapat melakukan apa-apa di waktu kecil dan berikanlah kedudukan yang tinggi untuk mereka di hari akhir nanti. Allah Yang Maha Pengasih, begitu banyak nikmat yang Kau berikan pada ku selama ini, kau selalu membuka pintu kasih dan ampunan padahal aku sering kali lalai dan membangkang atas perintahMu. Ya Tuhan Penguasa Alam.. tiada daya diri ini tanpaMu, tanpa kasih sayangMu yang amat luas. Allah.. Mudahkanlah segala urusanku di dunia maupun di akhirat dan jagalah aku dari hal-hal yang Kau benci, dan jadikan aku salah satu orang yang akan bediri tegak di bawah kibaran bendera Rasulullah di Padang Mahsyar nanti. amien” Setelah melakukan sholat tahajut, Azizah langsung melakukan wittir, yang ditutup dengan salam.

Azizah pun membaringkan tubuhnya kembali di kasur yang empuk, serya bertafakur, dan tiba-tiba tersenyum dan mendadak tertawa,”Hmm.. tahun baru ya ini. Haha….”

Di luar rumahnya masih saja deru suara terompet, kenbang api, dan mercon begitu ramai.

“Dorr… dor… dor….” Kembang api

“Teeteeeee….teeeeetttt……. teerrrtt…. Yeah.. Happy New Year!”
Suara terompet yang diiringi teriakan beberapa remaja di desanya..

“Minggu…..” sejenak terdiam dan melihat kalender yang terpasang di tembok dekat kasurnya…

“Alhamdulillah… “ teriaknya, langsunglah dia melakukan sujud syukur

“Serius Allah?? Alhamdulillah…. Besok itu bertepatan dengan rutinitas istimewa ku” terlihat sangat senang dan wajahnya memerah bahagia karena rutinitas istimewa (……….) bertepatan di hari minggu 1 januari 2011. Disaat semua teman-temannya bahagia dengan hura-hura di pantai, ke waduk, telaga, Jatim Park, bali, dll takjubnya rutinitas yang istimewa itu menebas semua hura-hura itu menjadi gelembung Kasih sayang lebih yang diberikan Allah padaNya setiap 2 hari sekali. Seketika ia langsung menuju dapur dan membuka kulkas, mengambil kue dan mengalirkan beberapa cc air ke tenggorokannya seraya terus bertasbih memuji betapa Allah sangat mencintainya.

Thursday, December 29, 2011

Perjuangan di Tengah Lautan Darah



Perkenalkan nama ku Binti Ummami, aku tinggal di sebuah desa yang masih sangat sepi karena masuk kawasan pelosok. Bapak ku hanya bekerja sebagai buruh tani yang menggarap sawah milik orang lain, sedangkan mak ku hanya ibu rumah tangga yang selalu siap menjadi asisten pribadi bapak baik saat menanam padi atau mencarikan rumput untuk 2 ekor kambing milik bapak. Apabila sawah garapan bapak telah memanen hasil dari sawah tersebut akan di bagi dengan Pak Kirman (pemilik sawah) yang akan mendapat 70% dari hasil panen dan bapak sendiri mendapat 30% dari hasil tersebut.

“Binti.. golek o bayem neng mburi omah!” teriak mak saat aku sedang asyik bermain bersama teman-teman ku *Binti cari bayam di belakang rumah*

“Inggeh Mak, Adah’e wonten pundi?” *Iya Ibu, wadahnya ada di mana?*

“Golek ono dewe, paling neng nduwur lumbu?” sahut mak *Cari sendiri, mungkin ada di atas lumbung padi*

Aku pun bergegas mengambil wadah yang disebut irek, irek adalah wadah yang mirip jaring yang terbuat dari bambu. Keluarga kami hidup serba pas-pasan, bahkan untuk makan sehari-hari kami mengandalkan sayur-sayuran yang di tanam mak di pekarangan belakang rumah. Meski hampir setiap hari kami hanya lauk bayam kukus sama sambal, kadang kala hanya ketela.

Pada suatu hari bapak kami sangat putus asa karena Mas Dayani, aku, dan adik-adik ku hanya selisih 1 tahun dan semua bersekolah sedangkan krisis ekonomi karena G30S PKI membuat bapak kesulitan menambah penghasilan terlebih bapak adalah salah satu anggota pengajian Muhammadiyah dimana ketua Muhammadiyah di dusun saat itu adalah Jegal atau pembunuh PKI berdarah dingin. Beliau Mbah Dullah tokoh pemberani, entah berapa ratus kepala PKI yang telah dia penggal dengan pedang miliknya, dan hal itu membuat bapak tak dapat leluasa mencari nafkah karena ancaman yang datang sewaktu-waktu.

Saat itu darah seperti air dalam kubangan, dimana-mana darah. Bahkan di gang-gang banyak sekali bekas-bekas darah serta potongan kepala atau anggota tubuh yang masih berserakan. Hingga sungai kecil pun tak lagi bening karena berubah warna menjadi merah, bekas darah pemenggalan. Kadang saat pagi masih bisa bercakap-cakap dengan tetangga, bisa jadi siang atau sore kepala tetangga sudah berada di depan rumah dan tubuhnya tertancap di bambu runcing yang di tanam di depan rumahnya. Suasana yang sangat menyeramkan.

Sebenarnya bapak pernah akan diangkat menjadi gegawai negeri di sekolah rakyat, karena bapak adalah pemuda paling cerdas diantara teman-teman sebayanya bahkan sampai lanjut usia pun daya hitung serta kemampuan bapak dalam menghafal masih sangat kuat, namun sayang pegawai negeri saat itu gajinya sangat minim mungkin hanya dapat digunakan untuk makan 2 minggu apalagi saudara ku banyak.

Saat selesai pengajian, bapak mengadukan masalahnya pada Mbah Dullah

“Mbah Dullah..” sapa bapak

“Ono opo Soetawi?” *Ada apa Soetawi?*

“Mbah, anak kulo katah, lan sedoyo sekolah. Ing wanci negara ngeten niki sak estu kulo ragu saget mbiayai lare-lare nganti lulus“ Ungkap bapak ku dengan menunduk *Mbah, anak saya banyak dan semuanya sekolah. Dalam kondisi negara kita yang seperti ini saya ragu dapat membiayai mereka sampai lulus*

“Ora usah binggung! Gusti Allah kuwi Sugeh!” sahut Mbah Dullah *Tidak usah binggung! Allah itu Kaya*

“ Sugeh pripun, Mbah?” *Kaya bagaimana, Mbah?*

“Bocah saiki sok seng bakal nerus ake perjuangan, masalah biaya ojo dipikir nemen-nemen. Gusti Allah kuwi sugeh, bondho neng ndonyo iki akeh karek awake dewe ki gelem nggolek opo ora.” *Anak sekarang nantinya akan meneruskan perjuanagan, soal biaya tidak usah dipikir terlalu dalam. Allah itu kaya, harta di dunia ini banyak tinggal kita mau atau tidak mencarinya*

Sejenak bapak terdiam...

“Soetawi!” Mbah Dullah menepuk pundak bapak

“Inggeh Mbah” *Iya Mbah*

“Gusti Allah bakal ngabulne donggo mu, seng penting usaha ojo lali pangeleng-eleng opo wae seng ono Al Quran lan pesane kanjeng nabi Muhammad” *Allah pasti mengabulkan do’a mu, yang penting usaha dan jangan lupa pesan yang terkandung dalam Al Quran dan Asunnah*

“Ngapunten mbah, kulo nggeh jerih kaleh ukoro PKI akhir-akhir niki” *Maaf mbah, saya juga takut dengan ulah PKI akhir-akhir ini*

“Gusti Allah seng bakal njogo awakmu, ora usah wedhi!” *Allah yang akan menjagamu, tidak usah takut*

Ucapan Mbah Dullah itu seakan menjadi obor semangat bapak untuk tetap menyekolahkan kami. Semenjak itu bapak dan mak Babat Alas (pergi ke hutan) dan membuat Gogo (ladang di atas gunung). Disana bapak dan mak membangun gubuk di atas pohon agar tidak diganggu binatang buas, yah maklum saat itu pegunungan selatan masih angker konon masih banyak penghuninya baik binatang buas maupun makhluk halus sekaligus menjaga ladang.


Berminggu-minggu bapak dan mak tinggal di hutan dan setiap pulang selalu membawa hasil bumi yang alhamdulillah selalu dapat kami jual untuk biaya sekolah. Alhamdulillah aku dan Sulasih adik bungsu ku dapat menyelesaikan S1 sedangkan Mas Dayani, Sumiatin, dan Sri dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMA. Semua itu berkat kerja keras bapak hingga kami menjadi orang berkecukupan dan melahirkan anak-anak cerdas. Kini cerita itu akan selalu menjadi sejarah yang tak akan pernah kami lupakan.

Wednesday, December 28, 2011

HENING





Hambar hati ku. Hmm... ntah pikiran apa yang merusak kedamaian dalam diri hingga berakhir pada penghancuran konsentrasi belajar ku. Padahal materi yang belum aku pelajari masih asekitar 150 lembar untuk bahan ujian blog minggu depan, belum lagi beberapa tugas kampus umum, serta padatnya kegiatan di Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam 2 pekan ini ntah itu Konpida PW IPM, Pengajian Akbar di masjid kabupaten, belum lagi Taruna Melati 2. Allah.. aku harus pandai membagi waktu...

            “Mungkin itu saja inti dari rapat kordinasi Taruna Melati 2, tolong masing-masing kordinator bekerja dengan maksimal karena ini adalah agenda besar di Pimpinan Daerah IPM sebelum melangkah pada Taruna Melati 3 di Pimpinan Wilayah IPM. Soal spanduk IPM tolong masing-masing cabang mebawa bendera nanti kita pasang disepanjang jalan menuju Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah ini. Sebelum kita akhiri mari membaca do’a kafaratul Majelis.” Pimpin Mas Solih, ketua panitia Taruna Melati 2.

            Hadirin yang hadir pun berkomat kamit membaca do’a kafaratul majelis yang isinya:

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك

“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih).

“Nuun wal qolami wamaa yasthuruun.. Wassalamu’alaikum warrohmatullahi wabarrokatuh”

“Wa’alaikumsalam warrohmatullahi wabarrokatuh..” jawab perwakilan pimpinan cabang sekabupaten yang diundang.

Semuaa hadirin pun bersalaman akhwat dengan akhwat begitu halnya ikhwan dengan ikhwan, lalu beranjak meninggalkan masjid milik MIM (Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah) dengan bersama-sama. Dan aku pun diantara mereka yang kemudian menggambil motor yang aku parkir di bawah pohon mangga.

Selang beberapa menit terdengar suara dari microphone yang tadi dipakai dalam forum,”Untuk seluruh Pimpinan Daerah IPM tolong jangan pulang dulu, dan mohon kembali ke masjid untuk membahas beberapa hal yang berkaitan dengan agenda kerja”

“Yah.. itu pasti suara Mas Imam”

Mas Imam adalah ketua IPM, yang jabatannya merangkap menjadi penanggung jawab setiap acara.

“Assalamu’alaikum warrohmatullahi wabarrokatuh.. Hamdan wa syukrolillah Amma Ba’du. Bersyukur sekali kita masih diberi kesempatan untuk bekumpul walau tadi juga sempat rapat juga. Hehehe” tawanya kecil

“Alhamdulillah.. sholawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang membawa kita menuju kejayaan masa dengan menjunjung tinggi Din Allah dijalur Fisabilillah lewat Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini. Sebentar saja, disini saya hanya ingin mengevaluasi masa kerja kita yang tinggal beberapa bulan lagi berakhir. Agenda kita........................”

Hampir ½ jam ketua IPM mengevaluasi kinerja Pimpinan Daerah, dan tak sadar aku pun hampir tertidur karena serambi masjid yang lumayan tinggi dan angin pada waktu itu benar-benar semilir, di tambah lagi lantai serta dipan masjid yang terbuat dari marmer menambah dingin suasana. Kegalauan yang membuat ku tidak mood.

“Allahuakbar.. Allahuakbar.......”
Suara adzan membangunkan ku, dan rapat pun untuk sementara waktu dipending hingga jama’ah sholat Dzuhur dilaksanakan.

###

 “Alhamdulillah.... kembali fresh kembali” sambil mengucek-ucek mata, ku duduk dan menyisir rambut panjang ku yang berantakan sehabis tidur. Setiap habis tidur aku selalu senang, karena kamar ku menyatu dengan alam. Kamar yang lumayan luas dan berada dilantai 2 rumah milik Abah dan Ummi ku. Terlebih tempat tidur ku mepet dengan jendela, jadi setiap bangun dan menyingkapkan gorden langsung dapat terlihat indahnya deret pegunungan selatan, yang membentang di sebelah selatan tidak jauh dari rumah, serta burung-burung yang berterbangan dengan bernyanyi ria. Inilah kamar terbaik ku yang enggan aku tinggal dan selalu aku rindukan saat aku merantau mencari ilmu.

“Sabrina.. Jam 16.30, kamu belum sholat kan?” Suara Ummi dari latai bawah

“Astagfirullahal’adzim.. hampir saja aku lupa, bahwa aku belum sholat. Iya Mi” teriak ku sambil bergegas merapikan tempat tidur dan lari menuruni tangga.

###

“Aku tau apa sumber kegalauan ini” ucap ku sambil burung-burung hutan di jendela kamar menjelang senja.

“Iya, aku merindukannya. Merindukan seseorang yang tak pasti. Aku jatuh cinta. Huft... perkara yang mengacaukan fikiran, aku masih belum siap dan juga belum bisa menempatkan hati dalam suatu gambaran cinta”

“Tit..tit..tit...” bunyi suara hand phone ku

“Sabrina ayo sholat dulu Magrib dulu”

Pesan singkat dari Abah.. Yah.. abah memang tidak terlalu banyak bicara seperti Ummi, jika aku di dalam kamar dan Abah ada perlu selalu sms atau telephone jarang sekali teriak-teriak. Hmm... kodrat wanita dan laki-laki memang beda.

“Iya Bah..” teriak ku

Setelah mengambil air wudhu aku, ummi, abah, dan adik-adik ku pergi ke masjid 200 meter dari rumah. Huft.. Suasana magrib ini kelabu, dan amat kelabu.

Hati ku hambar tanpa rasa. Ingin rasanya menceritakan semua beban yang menyapa namun sayang krisis kepercayaan terhadap orang membuat ku lebih banyak diam dalam masalah, karena minimnya orang yang memiliki sifat Amanah dan dari ketidak percayaan pada mereka itu membuat ku selalu berusaha Amanah terhadap siapa saja yang selalu menjadikan aku langganan curahan hati. Selama ini hanya Allah lah tempat keluh kesah ku, tempat ku mengadu segala rasa. Bahkan Allah lah sahabat ku, meski aku sering menyendiri menjauh dari hiruk pikuk namun aku merasa senang-senang saja karena aku yakin Allah disamping ku. Maha Suci yang memiliki Kebesaran, Penguasa Dunia Seisinya.

“Cis.. Acis.. ayo pulang” Adik balita ku menepuk pundak ku dan aku yang menikmati dzikir sontak terkaget.

“Hehe... ayo Wildha.” Sambil tersenyum ku sampirkan sajadah dan bawahan mukena ku dan menggedongnya karena Abah, Ummi dan adik ku yang besar telah lebih dulu pulang.

Dalam perjalanan langkah demi langkah membuat ku menghela nafas dan bercucuran keringat. Aku mulai lelah menggendongnya, dan ku memintanya untuk jalan sendiri,”Dha jalan ya, Mbak capek!” dan dia pun turun dari gendongan ku

Dalam perjalanan berjumapa dengan beberapa orang “Anaknya pinter, ke masjid jalan kaki sendiri” Ucap seorang ibu yang lewat di perempatan saat aku dan adik ku akan menyeberang jalan

“Hehe.. inggeh” jawabku walau dalam hati tertawa karena setiap kali aku mengajak adik balita ku jalan ntah ke pasar atau di tempat keramaian pasti dikiranya dia anak ku, padahal adik kandung ku sendiri.haha

Kami pun menyeberang jalan dan melanjutkan perjalanan. Aku terus saja menatap langit melihat bintang yang begitu banyak dan sube’hanallah luar biasa.

“Acis.. acis.. lihat apa?” tanya adik ku dengan panggilan Acis (Aku) semenjak pertama kali dia dapat bicara.

“iya Dha.. tuh bintangnya banyak ya! Hmm.. bagus”

“Intang Umminya mana Cis?”

“Umminya bintang lagi buat Susu!” jawab ku sambil tersenyum

“Susu Api?”

“Iya, susu Sapi”

“Intangnya ais, Cis?

”Kenapa Bintangnya Nangis?” tanya ku

“Intang dak punya Abah” Hehe.. aku tertawa mendengar pertanyaan lucu adik ku. 

Malam ini memang indah dan sangat indah, ada 2 bintang paling terang diantara jutaan bintang yang tidak begitu terang sempat aku binggung juga, seharusnya hanya ada satu bintang yang harusnya bersinar yaitu Venus yang muncul menjadi Bintang Fajar saat pagi dan juga menjadi Bintang Senja saat menjelang malam, tapi kali ini aku tak tahu bintang itu yang mana. Dan saat aku kembali ke masjid untuk sholat Isya’, ternyata tersisa satu bintang yang tetap bersinar terang dan aku yakin dia adalah bintang Senja.

Tuesday, December 27, 2011

Rindu yang Membeku





Hujan dibalik mendung menghantarkan sunyi dalam rintihan siang kelabu. Seorang anak desa duduk di depan jendela, mencorat-coret embun yang menempel di balik kaca bekas hujan yang sejak semalaman.

"Terlihat begitu asyik kau rupanya!" suara dari balik dapur tua yang telah reot, dan perabotan yang tak lagi dapat dibilang layak

"Hihihi... Ini aku, ini ibu, ini ayah" tawanya yang sedang menghayal

"Kenapa kau ini, ayo jual petai ini di pasar!" bisik Si Mbah dengan begitu hangat

"Astagfirullahal'adzim... iya Mbah"

Hakim pun bergegeas mengambil sepeda tua yang telah berkarat yang bersandar digedek (tembok dari rajutan bambu tipis).

Perkenalkan dia adalah Muhammad Hakim Ramadhan. Lahir di Saudi Arabia, 7 tahun yang lalu. Sejak lahir dia tidak tau siapa keduanya orang tuanya. Karena ibunya menjadi TKI sejak berusia 16 tahun dan ditahun kepulangannya dia kembali ke kampung dengan membawa hakim kecil. Lalu kembali lagi ke Arab dan sekarang keberadaannya tak lagi diketahui. Banyak orang menyebut Hakim anak Import, yah..Terlihat kasar memang, namun identitas itu tak dapat hilang bak tittle seseorang yang telah menjadi sarjana.

"Kring.. Kring..." bel nyaring itu menandakan bahwa dia telah bersiap menjajakan dagangannya.

"Ibu, ayah, aku disini merindukanmu! Allahuakbar!!" Itulah teriakannya dengan berkaca-kaca setiap kali akan mengendarai sepedah tua warisan almarhum Mbah Paijan, mbah kakungnya.

Karena rumah yang berada di tengah persawahan, membuatnya harus melewati jalan kecil ditengah sawah sambil menuntun sepedahnya,"Petai bakar Enak... Petai bakar Enak"

Sesekali orang-orang yang sedang Ndaud (mencabuti rumput ditengah padi) memanggilnya dan membeli petai dagangannya. Kadang pula malah diajak makan bersama mereka. Pagi itu Lek Jinem dan keluarganya sedang mendaud sawah.

"Petai... Petai..." suara Hakim terdengar dari timur laut

"Petai Le!!"

"Iya Lek, sebentar..." bergegas iya naik sepedah dan menggayuhnya sekuat tenaga

"huh.. Hah.. Huh.. Hah... Alhamdulillah sampai" nafasnya tersental-sental

"Ini Lek, beli berapa?"

"loro ae Le!"

Diambilkannya oleh Hakim, sambil mengambil dan memilihkan petai terbaik sambil berdendang

Keruh hati memandang padi
Buih kasih yang ku nanti
mengambang hangat dalam
rindu peluk kasih mu
Tikus-tikus sawah itu ikuti ku
Mencari jejak yang terbelenggu gelembung waktu
menuai rindu yang kian membeku

"bernyanyi apa cah bagus?" sambil mengelus rambut yang hitam lebat blesteran Arab-Jawa itu

Hakim pun menangis, hmm.. Semoga Allah selalu menjaga dan memberi masa depan yang baik untuk anak-anak TKI yang bernasib seperti hakim. Amien

Azka dan Pertanyaan




"Kalian sudah menikah belum? Kalau belum menikah, haram kalian peluk-pelukan seperti ini!" gertak Pak RT di rumahnya saat menyidang dua sejoli yang berduaan di Pos Kampling

Jawab sejoli itu dengan gugup,"E..e...e.. Kami... E..."

"Ini namanya berzina. Lebih baik kalian ikut saya ke masjid sekarang, saya akan menikahkan kalian supaya hubungan kalian halal..." untuk kali ini Pak Tejo (Ketua RT) benar-benar murka pada pasangan ini karena mereka menggunakan pos kampling untuk berpacaran

Azka anak 4 tahun, melihat kejadian itu saat melintasi rumah Pak Tejo, Azka yang baru ikut bundanya ke pasar bertanya pada bundanya dengan logat cedal,"Bunda.. Bunda.. Kenapa meleka bunda?"

Bunda tersenyum,"Sayang, mereka itu adalah mas dan mbak yang berpacaran yang ditangkap Pak Tejo"

"Pacalan itu apa Bunda?"

"Pacaran itu kalau kita laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim berduaan tanpa teman"

;Muhlim itu apa Bunda?"

"Muhrim sayang, bukan Muhlim. Hehe.. Muhrim itu ya Azka sama Bunda, terus Ayah sama Azka" bunda menjelaskan dengan singkat

"Terus Bun, kalau Azka sama Ana main baleng berlalti pacalan juga?"

Bunda tertawa, dan mulai binggung menjelaskan pada Azka yang masih kecil itu,"Gak sayang, kan Azka dan Ana masih kecil dan cuma main bareng kan?toh biasanya ada Reza, dan Tiara yang ikut main. Pacaran itu kalau ada laki-laki dan perempuan yang telah dewasa berduaan maka orang ketiganya setan, dan itu dosa."

"Berarti Pak Tejo setan ya Bunda?"

Tawa bunda pun tak lagi dapat di tahan,"Haha.. Sayang.. Pak Tejo itu pembela kebenaran, seperti Berbetmen dan Bernecleboy di spongebob yang selalu membela kebenaran tak pantang menyerah, sedangkan mas dan mbak itu seperti Manray yang jahat."

"Wah.. Pak Tejo Kelen ya Bunda"

"hehe... Jadi kalau mau berduaan harus punya sertifikat Halal dulu"

"Seltipikat halal dari MUI sepelti yang di tpi-tpi ya Bun??"

Bunda semakin gemas mendengar pertanyaan Azka,"Menikah sayang, harus menikah dulu baru bisa pacaran."

Dia Sangat Dekat



Isna mengambil sepedanya dan menggayu dengan sekuat tenaga. 

"Isna....!" sapa sahabatnya dari kejauhan sambil melambaikan tangan

"hallo... Duluan ya!" sambil tersenyum dan terus menggayuh sepedanya dengan kencang. Terlihat begitu tergesa-gesa sepertinya, padahal Adzan Magrib belum berkumandang namun dia telah memakai mukena dan bawahan mukena serta sajadah yang dimasukkan dalam kranjang sepedanya.

"Ccciiiiitttttt......" bunyi rem sepedanya yang menghentikannya di tanah lapang desanya yang begitu luas, dan sangat menyatu dengan alam. Alam yang sangat asri, dengan sawah yang terbentang luas, pegunungan yang gagah, dan angin yang membelai begitu akrab.

"Sube'hanallah..." ucapnya

dia memandang alam sekitarnya dengan terkagum-kagum, dengan langit yang memalu karena memerah, burung-burung bercanda tawa dengan teman-temannya di langit, dan rumput-rumput yang menari-nari bak penari Salsa di tv.

"Allah... Aku disini melihat senyumMu!" teriaknya sambil berkaca-kaca

"Allah... Allah... Segala puji untukMu. Aku masih di bumi ini karenaMu, Jangan kau uji aku melebihi kemampuan ku!" air matanya mengalir deras

"Allah... Aku bukan Dia yang punya banyak ilmu dan tau banyak cara untuk lebih dekat denganMu. Allah.. Aku bukan mereka yang selalu Kau bimbing dalam lingkungan dzikir atasMu. Aku ini masih kecil"

Tangis Isna itu membangunkan tikus sawah yang asyik tidur bersama anak-anaknya di bawah tanah

"Kalian disini saja ya anak-anak ku, ibu akan melihat siapa yang menagis di atas sana." Ucap Bu tikus

"Cit Bu, cit Bu..." bahasa anak tikus yang artinya 'Iya Ibu'

"Citllala... Cit..lacilacit.. Citut..." jawab Bu Tulus yang artinya 'Hati-hati disni ya Nak'

"Cuttta.. Cit" yang artinya dalam bahasa tikus 'Insha Allah'

Naiklah Bu Tikus ke atas tanah. Sesampainya di atas, Bu Tikus menoleh kanan kiri mencari sumber tangis yang keras itu. Pandangannya berakhir di bawah pohon jati yang berdiri tegak tanpa teman di tanah lapang itu. Disitulah Isna merenung dan berbicara sendiri. Langsunglah Bu Tikus mengendap endap merayap melewati rumput-rumput dan sampailah di dekatnya, namun Isna tak tau.

"Allah... Aku harus belajar dari siapa agar bisa seperti mereka?"

"cit... Cuta.. Cittatatta..." sapa Bu Tikus yang artinya 'Hay anak kecil'

Mendengar suara itu, frekwensi tangisnya merendah, dia menoleh sekitarnya dan dia melihat Bu Tikus telah berada di bawah kakinya. Respect, melompatlah Salsa ketakutan.

"Tikus!!!" sambil kebinggungan mau lari kemana karena sebelah kanannya sawah yang baru ditanami padi. Hmm.. Posisi pencegatan Bu Tikus memang strategis.

"Awas... Kalau mendekat aku lempar sandal jepit! Pergi!! Pergi!!!" sambil menangis tapi untuk kali ini tangis ketakutan

"Tenanglah!! Aku tidak jahat!!" Bu Tikus menenangkan

"Emoh.. Emoh.. Pokonya pergi!" tangis anak kelas 3 SD ini membuat Bu Tikus semakin gugup

"Tenanglah... Aku tidak akan mengapa-apakanmu. Aku hanya ingin bersahabat dengan mu!"

"Huhuhuhu... Pergi!!"

"Tenanglah sebentar, aku akan mundur 2 m tapi berhentilah menagis!" Bu Tikus pun mundur dan tangis Isna pun sedikit berhenti dan dia pun kembali duduk dibawah pohon.

"Allah... Aku takut, jauhkan tikus itu dari ku!"

"Hay... Anak kecil. Aku boleh mendekat 1 jengkal?"

"Gak boleh!"

"Aku mohon, aku ingin berbicara padamu!"

"Kalau gak ya nggak!" bentaknya sambil menangis

"Huft... Ya sudah disini saja, aku hanya ingin bertanya kenapa kau sendiri disini dengan mengis? Ini hampir magrib!" tanya Bu Tikus

"Huhuhuhu..." tangis Isna

"Kenapa kau berdo'a dengan berteriak-teriak? Tidak kah kau tau Tuhan mu itu tidak tuli!"

Isna pun mengusap air matanya sejak tadi mengantri untuk dikeluarkan dengan kedua tangannya.

"Tanpa berteriak-teriak Tuhan mu itu mendengar do'a mu!" Bu Tikus begitu serius kali ini

"Aku bimbang Tikus, aku bimbang harus kemana melangkah sedangkan lingkungan ku begitu keruh!" Ucapnya dengan tersengkal-sengkal

"Seperti apa pun keadaanmu, Tuhanmu tau!"

"Kalau Dia tau, kenapa kekeruhan ini masih bertahan?" kembali menangis

"Dia tak kan memberikan ujian di luar kemampuan mu! Jika sekarang kau diberi keadaan itu tidak pantas kau menyalahkannya karena sudah tertulis sebelum kau lahir dan pasti bisa kau lewati!"

"Meski ku terus belajar mengejar mereka dengan otodidak dengan harapan dapat mengatasi setiap masalah ku sendiri tapi tetap saja tak sepandai mereka mendekatkan diri pada Allah dan aku lemah, Tikus! Aku haus, namun tak pernah ada cukup air untuk menyegarkan tenggorokan ku!" ntah berapa cc air mata Salsa yang keluar sore itu

"Sedikit akan menjadi banyak, maka dari sedikit itu terus diasah dan diamalkan. Allah itu Maha Mengerti. Buktinya aku dan keluargaku sampai detik ini masih diberi banyak keturunan meski Pak Tani selalu memburuku, dan berusaha keras membunuhku dengan berbagai cara."

Tangis Isna, berhenti mengiringi adzan magrib yang berkumandang.

"Sudah adzan, berangkatlah ke rumah Allah. Disana akan kau temukan jawaban dari masalahmu. Yakinlah dia dekat, lebih dekat dari urat nadimu!"

"Terimakasih..." Isna bergegas merapikan mukenanya dan menggambil sepeda

"Hmm.. Meski nikmat itu sedikit harus disyukuri, meski lika-liku dunia ini rumit harus tetap dijalani. Tetap yakin Dia tak akan memunahkan keturunan ku sebelum waktunya. Aku percaya Engkau dekat Tuhan." ucap Bu Tikus sambil melihat butaran roda sepeda Isna yang beranjak menjauh darinya menuju salah satu rumah Allah di bumi

Sunday, December 25, 2011

Dialog dengan Semut Pohon Karsem




Pagi yang sejuk di halaman samping masjid Universitas Muhammadiyah Jember, disela Konferensi Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Udara pagi ini memang terasa begitu dingin. Dingin menurut ku atau memang asli diingin, hmm... Ntahlah. Yang pasti sejuknya pagi ini membuat tubuh ku begitu segar dan bersiap dengan kegiatan, lalu kembali ke Tulungagung siang nanti. Alhamdulillah

Ku hirup oksigen (O2) hasil fotosintesis pohon karsem dengan begitu pelan. Sesekali aku menahannya dan merasakan betapa nikmat oksigen (O2) itu memasuki kerongkongan ku, menuju paru-paru hingga sampai di bronkus, bronkeolus, hingga berakhir di alveolus, dan sebagian lagi berjalan-jalan melewati eritrosit dengan halus, menyusuri tulang-tulang persendian dan terus berputar-putar hingga ku tak sanggup lagi menahan nafas.

Tiba-tiba ada yang memanggil ku,”Devy.. Devy..”

Ku menoleh kanan-kiri ku, tapi tak ada orang

Lalu suara itu  muncul lagi,”Devy.. Devy.. aku disini!”

“Huft.. suara apa sih?” gerutu ku

“Devy.. Devy.. aku disni!” panggilan itu semakin kencang

“Astagfitullahal’azim kamu to semut”

“Hehe.. Devy, hallo” senyumnya membuat pompaan jantung ku kembali normal

“Ada apa kau memanggil ku?”

Sambil berapi-api dia menjawab,”Begini Devy rencananya hari ini aku ingin marah pada manusia!”

“Kenapa gerangan?”

“Mereka sering meremehkan ku, menginjak ku seenaknya. Kadang aku tak salah apa-apa tiba-tiba di bunuh!”

“Maaf semut, maaf ya!”

“Maaf, maaf!!!! Devy tau ndak, kami menderita oleh perlakukan kalian. Bahkan kemarin aku dan teman-teman ku hampir saja mengepung salah seorang diantara manusia dengan jutaan semut karena dia merusak sarang anak kami, padahal kami tinggal jauh dari lingkungan tempat dia tinggal”

“Lalu kenapa tak jadi?”

“Kami membatalkan rencana itu karena kami ingat perkataan Allah pada kami, bahwa Allah mengistimewakan manusia dibanding makhluk yang lain. Allah menjadikannya pemimpin di bumi yang akan mempertanggung jawabkan semua yang dilakukan dan pasti semua perkara itu akan dihisap termasuk perbuatannya pada kami”
 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea