Libur
Natal dan tahun baru cukup membawa kelegaan, salah
satunya untuk saya mahasiswi yang perkuliahannya menggunakan kurikulum KBK yang
didalamnya terkemas sistem blok jadi tidak mengenal istilah UTS, ataupun US
yang ada UAB (Ujian Akhir Blok). Bila mahasiswa pemakai sistem UTS, dan UAS
masih ada jeda untuk bernafas selama 3 atau 6 bulan, saya yang memakai
kurikulum blok akan dibuat tidak tenang setiap waktu karena 1 tahun bisa 3-6
kali ujian dan dari semua ujian tersebut jedanya sebentar 3-4 minggu paling
lama 1,5 bulan dan saling berkesinambungan yang apabila tidak lulus di blok 7
misal harus ikut ujian ulang bila tidak lulus tinggal pilig SP yang membayar
jutaan ruiah, atau tidak dapat melangkah ke blok 8 dan mengulang tahun depan
bersama adik tingkat. Hmm.... Sudah lupakan sejenak, kini saatnya meredam
gejola pikiran walau sudah sedikit berasa juga sih karena satu minggu setelah
liburan akan diadakan ujian blok 8. Ckck..
Belajar
dari janda dan manula, setidaknya inilah yang selalu saya nanti-nantikan disaat
liburan datang. Mereka guru non formal saya yang mengajarkan saya arti
kesungguhan, keikhlasan dalam beribadah.Kebersamaan dengan mereka sangat saya
rasakan. 5 waktu sholat wajib, janda dan manula selalu sholat berjamaah di
masjid sehingga sof serasa hangat karena penuh ibu-ibu dan embah-embah.
Meskipun hujan dan jarak rumah mereka dengan masjid cukup jauh, tapi mereka
rela jalan kaki dan lewat sawah demi berangkat ke masjid.
Saat
subuh tiba jangan tanya, bagaimana antusias mereka. Pernah suatu ketika saya
ingin melihat awal antusiasme seorang nenek tertua dan terajin di masjid, saya
berangkat dari masjid jam 03.30 (sebelum subuh) subhanallah saya sudah melihat
nenek itu menyapu beranda masjid sembari menunggu pintu masjid di buka oleh Pak
Ta’mir. Setelah itu mulailah berduyun-duyun jama’ah manula+janda berdatangan
meskipun belum adzan, dan tanpa dikomando setelah adzan selesai mereka
menunaikan sholat rawatib dan sunnah fajar. Begitu halnya saat sholat duhur,
ashar, dan magrib, sampai isya’.
Jeda
antara magrib dan isya’ mereka gunakan untuk menunggu sholat isya’, ada yang
berwirid ada yang mengaji, kadang juga ada yang membawa makanan yang
dibagi-bagikan walau itu hanya gaplek yang dimasak (singkong yang di jemur, sampai
baunya kurang enak dan berwarna hitam, direbus dan diberi parutan kelapa),
kadang kedelai, kadang kacang, kadang buah-buahan desa (pisang, nangka, dll)
dan hasil alam yang mereka punya di bawa ke masjid. Subhanallah... kebersamaan
yang sangat sederhana dan jauh dari kebanggaan strata sosial ini begitu indah.
Pernah
saya bertanya pada seorang embah yang di dalam Al Qurannya penuh kertas
(catatan2), embah itu usianya kurang lebih hampir 85 tahun. Saya tanya apa yang
di dalam Al Qurannya, mbah yang kalau ke masjid sering bawa tas jinjing itu
menjawab bahwa itu do’a-do’a yang dia catat untuk di hafalkan habis magrib dan
sebelum tidur. subhanallah..
Dan
mbah ini pun ternyata faham benar kaidah pergaulan dengan laki-laki non mahram,
saat lebaran kemarin saat ibu-ibu masjid berbincang-bincang tentang tema
“Berjabat tangan” mbah ini menegaskan kalau dia tidak berjabat tangan dengan
laki-laki non mahram. Subhanallah...
Siang
mereka tetap mereka gunakan bekerja di tegal, dan sawah atau gogo (lahan di
atas gunung), namun saat waktu sholat tiba mereka pulang dan berganti pakaian
begitu rapi dan wangi. Pernah dulu muncul rasa penasaran mengapa mbah-mbah
berbusana muslim rapi kadang memakai batik dan bersarung dan mukena begitu
rapi, dan wangi tanpa disengaja mereka nuturi saya yang kala itu depannya
sebelum beliau membuka Al Qurannya untuk mengaji,”Adzan itu adalah undangan
Allah pada kita, dan menghadiri undangan Allah dengan bersih, rapi adalah suatu
keharusan karena kita bertemu Allah”. Subhanallah..
Dan
yang kadang membuat saya merasa heran, antusias manula dan janda-janda itu
untuk mengaji dan mendalami ilmu agama tidak kalah dengan mahasiswa study agama
di perguruan tinggi. Bahkan seorang kakek usia hampir 70 tahun lulusan sekolah
rakyat zaman jepang begitu mahir dalam bidang Al Quran dan Hadits dengan modal
membaca.
Ya
Allah dimanakah generasi-generasi saat ini? Bila manula dan janda-janda itu
telah terpanggil satu persatu siapakah generasi-generasi pemakmur masjid??
Mari
kawan memakmurkan masjid, dan jangan pernah lelah mendalami ilmu agama meski
kita
berkecimpung dalam ilmu umum,. Meski ini memang sulit dan saya rasakan sendiri
kesulitannya minimal kita terus berikhtiar dan mendalami keduanya semampu kita.
Jangan sia-siakan waktu kita untuk hal-hal yang tidak bermanfaat untuk masa
depan dunia akhirat kita, karena waktu tidak akan menanti kita, waktu terus
berjalan dan kematian tak bisa ditangguhkan.
0 comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum wr.wb