Tema:
Pendidikan Sebagian Pembentuk Karakter dan mental Anak
Latar
Belakang:
Pendidikan pada anak tidak dapat terlepas dari peran kedua orang
tuanya dan juga lingungannya. Anak tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri meski
terlihat bandel dan juga terlihat baik-baik saja, karena tanpa disadari nantinya
orang tua akan ditanyai dan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan yang
diberikan pada anaknya sampai anak berumah tangga sendiri.
Uraian:
Pendidikan adalah unsur paling pokok sebagai pembentukan karakter pada anak.
Pendidikan pada anak ada 3 macam. Pertama adalah pendidikan pre primer,
yaitu pendidikan yang diberikan sang saat anak masih dalam kandungan yang
meliputi do'a yang selalu dipanjatkan kedua orang tuanya, bacaan ayat-ayat suci
Al quran yang diperdengearkan pada si kecil, kasih sayang melalui belaian,
asupan gizi yang dikonsumsi ibu, keadaan psikologi ibu, dll adalah pendidikan
pre primer yang memperngaruhi tumbuh kembang si kecil di dalam kandungan.
Sedang yang kedua adalah pendidikan primer, yaitu nilai-nilai yang
pertama kali diterima anak dari kedua orang tuanya, seperti cara makan dengan
tangan kanan, menghormati yang lebih tua, taat dengan perintah orang tua,
bagaiman cara bertutur kata yang baik, mengaji, dll adalah pendidikan yang
sangat berpengaruh dan sebagai foundation dalam diri anak.
Dan yang
ketiga adalah pendidikan sekunder, yaitu pendidikan yang di dapat dari
lindungan. Pendidikan sekunder adalah pendidikan paling rawan dari step by step
pendidikan yang harus di lewati anak. Karena pendidikan sekunder akan lebih
menonjolkan praktik dari pada sekedar teori.
Mencoba mengamati tumbuh
kembang beberapa anak. Anak pertama sebut saja si dek A. Sejak masih dalam
kandungan dia tinggal di lingkungan baik karena dekat rumahnya mushola, dan
ibunya pun selalu mengkonsumsi asupan makanan dengan asupan gizi yang tidak
dapat diragukan besarnya, namun sayang sekali sang ibu mempunyai karakter tidak
dapat menjaga lesan. Saat sang anak lahir, seperti anak pada umumnya di adzani,
di aqiqahi namun sejak masih bayi dia terbiasa mendengar ibunya menggunjing
tetangga-tetangganya alhasil sudah dapat di tebak anak tersebut mempunyai
foundation yang kurang baik dari segi pendidikan mental dan hasilnya meski sejak
kecil dididik di lingkungan agamis, dia tumbuh menjadi pribadi keras yang suka
menggunjing orang-orang disekitarnya bahkan tidak segan menggunjing kedua orang
tuanya sendiri.
Anak kedua terlahir di keluarga agamis. Sejak masih
dalam kandungan hingga lahir kedua orang tuanya selalu memberikan hak-haknya
dengan baik sesuai syariat agama. Sejak kecil dia tinggal di pondok. Secara
teori anak ini terbilang anak yang cerdas dengan penguasaan bahasa asing (bahasa
arab dan inggris) yang bagus, serta pelajaran-pelajaran agama lainnya dapat
diacungi jempol, terlebih anak ini adalah penghafal Al-Quran dan sempat
mendapatkan biasiswa ke American meski tak diambilnya.
Namun yang
disayangkan anak tersebut melupakan teori-teori yang dipelajarinya karena
pengaruh lingkungan saat ia lulus dari pondok. Mencoba usut punya usut kedua
orang tuanya menganggap dia sudah dewasa, hingga diizikannya bersekolah jauh
namun pengaruh media yang sangat dahsyat serta, lingkungan luar yang menyeramkan
kini sifat tawadu' dan busana longgar yang dulu ia pakai disimpan diganti
pakaian ketat dan jilbab tipis penuh mernak-mernik glamor ala masa kini.
Dan kisah ketiga adalah kisah dari seorang anak yang sejak masih bayi
tinggal dilingkungan agamis, dengan kedua orang tuanya yang mengenal agama
dengan baik, dengan disiplin ilmu yang turun temurun dibawa keluarganya. Anak
tersebut selalu mendapatkan pendidikan yang pas menurut saya yaitu pengertian,
kasih sayang, dan kedisiplinan.
Kemudian dia melanjutkan sekolah di pondok.
Pendidikan pondok yang begitu disiplin tidak membuatnya kaget, malah semakin
senang dan bersemangat. Prestasi demi prestasi tidak membuatnya takabur. Hingga
saat ia lulus, keandap asoran dan kehati-hatiannya malah semakin meningkat dan
kedekatannya dengan kedua orang tuanya pun masih terjaga meski jauh. Lingkungan
masa kini yang bebas membuat anak tersebut semakin memperdalam agama dan tak
lupa do'a serta dukungan dari kedua orang tuanya selalu dia minta.
Hmm..
Kisah 3 anak di atas bukanlah kisah tabu, bahkan sering terlintas kisah yang
sama di telinga kita dengan beberapa variasi kisah yang menggambarkan betapa
pentingnya hubungan antar pendidikan sejak pendidikan pre primer hingga
sekunder. Meski yang menulis ini (saya) belum berkeluarga namun dapat saya ambil
kesimpulan dan pelajaran bahwa pendidikan yang layak untuk anak adalah:
1. Tauladan sebagai orang tua,. Karena karakter anak pastilah tidak jauh
dari karakter-karakter yang dilihatnya dari kedua orang tuanya sejak kecil.
2. Kasih sayang, perhatian, kesabaran dan pengertian adalah unsur yang
tidak dapat dipisahkan untuk menciptakan komunikasi yang baik antara anak dengan
orang tua hingga anak telah dewasa.
3. Memilihkan lingkungan yang baik.
Bila pendidikan primer sering mengajarkan dengan banyak teori, maka di
lingkunganlah mereka mempraktekkan teori-teori tersebut.
Bila lingkungan
mendukung teori yang dibawanya, maka si anak inshaAllah akan lurus. Namun bila
teori tidak singkron dengan lingkungan bagi anak yang dapat berfikir jauh dia
akan tetap berpegang pada teori, namun bagi yang pertahanan teorinya kalah dia
akan memilih lingkungan yang menawarkan kebebasan sedikit aturan.
4.
Pendampingan.
Pendampingan disini selayaknya diberikan sampai sang anak
benar-benar matang, dapat mengambil keputusan, dan menemukan pengganti kedua
orang tuanya (suami/istri). Terlebih anak perempuan, sedewasa apapun tidak dapat
begitu saja dilepas. Pendampingan serta bimbingan harus selalu diberikan.
Meskipun kewaspadaan harus diberikan lebih pada anak perempuan tidak berarti
membiarkan anak laki-laki bebas, nasehat dan kehangatan hubungan harus tetap
dijaga agar tumbuh menjadi pribadi dewasa yang matang, dan bijaksana sebagian
imam untuk keluarga yang akan dibinanya.
Wallahu'alam...
Sumber:
pengamatan diam-diam pada tumbuh kembang anak ^_^
Pembentuk Karakter Anak
Tema:
Pendidikan Sebagian Pembentuk Karakter dan mental Anak
Latar
Belakang:
Pendidikan pada anak tidak dapat terlepas dari peran kedua orang
tuanya dan juga lingungannya. Anak tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri meski
terlihat bandel dan juga terlihat baik-baik saja, karena tanpa disadari nantinya
orang tua akan ditanyai dan dimintai pertanggung jawaban atas pendidikan yang
diberikan pada anaknya sampai anak berumah tangga sendiri.
Uraian:
Pendidikan adalah unsur paling pokok sebagai pembentukan karakter pada anak.
Pendidikan pada anak ada 3 macam. Pertama adalah pendidikan pre primer,
yaitu pendidikan yang diberikan sang saat anak masih dalam kandungan yang
meliputi do'a yang selalu dipanjatkan kedua orang tuanya, bacaan ayat-ayat suci
Al quran yang diperdengearkan pada si kecil, kasih sayang melalui belaian,
asupan gizi yang dikonsumsi ibu, keadaan psikologi ibu, dll adalah pendidikan
pre primer yang memperngaruhi tumbuh kembang si kecil di dalam kandungan.
Sedang yang kedua adalah pendidikan primer, yaitu nilai-nilai yang
pertama kali diterima anak dari kedua orang tuanya, seperti cara makan dengan
tangan kanan, menghormati yang lebih tua, taat dengan perintah orang tua,
bagaiman cara bertutur kata yang baik, mengaji, dll adalah pendidikan yang
sangat berpengaruh dan sebagai foundation dalam diri anak.
Dan yang
ketiga adalah pendidikan sekunder, yaitu pendidikan yang di dapat dari
lindungan. Pendidikan sekunder adalah pendidikan paling rawan dari step by step
pendidikan yang harus di lewati anak. Karena pendidikan sekunder akan lebih
menonjolkan praktik dari pada sekedar teori.
Mencoba mengamati tumbuh
kembang beberapa anak. Anak pertama sebut saja si dek A. Sejak masih dalam
kandungan dia tinggal di lingkungan baik karena dekat rumahnya mushola, dan
ibunya pun selalu mengkonsumsi asupan makanan dengan asupan gizi yang tidak
dapat diragukan besarnya, namun sayang sekali sang ibu mempunyai karakter tidak
dapat menjaga lesan. Saat sang anak lahir, seperti anak pada umumnya di adzani,
di aqiqahi namun sejak masih bayi dia terbiasa mendengar ibunya menggunjing
tetangga-tetangganya alhasil sudah dapat di tebak anak tersebut mempunyai
foundation yang kurang baik dari segi pendidikan mental dan hasilnya meski sejak
kecil dididik di lingkungan agamis, dia tumbuh menjadi pribadi keras yang suka
menggunjing orang-orang disekitarnya bahkan tidak segan menggunjing kedua orang
tuanya sendiri.
Anak kedua terlahir di keluarga agamis. Sejak masih
dalam kandungan hingga lahir kedua orang tuanya selalu memberikan hak-haknya
dengan baik sesuai syariat agama. Sejak kecil dia tinggal di pondok. Secara
teori anak ini terbilang anak yang cerdas dengan penguasaan bahasa asing (bahasa
arab dan inggris) yang bagus, serta pelajaran-pelajaran agama lainnya dapat
diacungi jempol, terlebih anak ini adalah penghafal Al-Quran dan sempat
mendapatkan biasiswa ke American meski tak diambilnya.
Namun yang
disayangkan anak tersebut melupakan teori-teori yang dipelajarinya karena
pengaruh lingkungan saat ia lulus dari pondok. Mencoba usut punya usut kedua
orang tuanya menganggap dia sudah dewasa, hingga diizikannya bersekolah jauh
namun pengaruh media yang sangat dahsyat serta, lingkungan luar yang menyeramkan
kini sifat tawadu' dan busana longgar yang dulu ia pakai disimpan diganti
pakaian ketat dan jilbab tipis penuh mernak-mernik glamor ala masa kini.
Dan kisah ketiga adalah kisah dari seorang anak yang sejak masih bayi
tinggal dilingkungan agamis, dengan kedua orang tuanya yang mengenal agama
dengan baik, dengan disiplin ilmu yang turun temurun dibawa keluarganya. Anak
tersebut selalu mendapatkan pendidikan yang pas menurut saya yaitu pengertian,
kasih sayang, dan kedisiplinan.
Kemudian dia melanjutkan sekolah di pondok.
Pendidikan pondok yang begitu disiplin tidak membuatnya kaget, malah semakin
senang dan bersemangat. Prestasi demi prestasi tidak membuatnya takabur. Hingga
saat ia lulus, keandap asoran dan kehati-hatiannya malah semakin meningkat dan
kedekatannya dengan kedua orang tuanya pun masih terjaga meski jauh. Lingkungan
masa kini yang bebas membuat anak tersebut semakin memperdalam agama dan tak
lupa do'a serta dukungan dari kedua orang tuanya selalu dia minta.
Hmm..
Kisah 3 anak di atas bukanlah kisah tabu, bahkan sering terlintas kisah yang
sama di telinga kita dengan beberapa variasi kisah yang menggambarkan betapa
pentingnya hubungan antar pendidikan sejak pendidikan pre primer hingga
sekunder. Meski yang menulis ini (saya) belum berkeluarga namun dapat saya ambil
kesimpulan dan pelajaran bahwa pendidikan yang layak untuk anak adalah:
1. Tauladan sebagai orang tua,. Karena karakter anak pastilah tidak jauh
dari karakter-karakter yang dilihatnya dari kedua orang tuanya sejak kecil.
2. Kasih sayang, perhatian, kesabaran dan pengertian adalah unsur yang
tidak dapat dipisahkan untuk menciptakan komunikasi yang baik antara anak dengan
orang tua hingga anak telah dewasa.
3. Memilihkan lingkungan yang baik.
Bila pendidikan primer sering mengajarkan dengan banyak teori, maka di
lingkunganlah mereka mempraktekkan teori-teori tersebut.
Bila lingkungan
mendukung teori yang dibawanya, maka si anak inshaAllah akan lurus. Namun bila
teori tidak singkron dengan lingkungan bagi anak yang dapat berfikir jauh dia
akan tetap berpegang pada teori, namun bagi yang pertahanan teorinya kalah dia
akan memilih lingkungan yang menawarkan kebebasan sedikit aturan.
4.
Pendampingan.
Pendampingan disini selayaknya diberikan sampai sang anak
benar-benar matang, dapat mengambil keputusan, dan menemukan pengganti kedua
orang tuanya (suami/istri). Terlebih anak perempuan, sedewasa apapun tidak dapat
begitu saja dilepas. Pendampingan serta bimbingan harus selalu diberikan.
Meskipun kewaspadaan harus diberikan lebih pada anak perempuan tidak berarti
membiarkan anak laki-laki bebas, nasehat dan kehangatan hubungan harus tetap
dijaga agar tumbuh menjadi pribadi dewasa yang matang, dan bijaksana sebagian
imam untuk keluarga yang akan dibinanya.
Wallahu'alam...
Sumber:
pengamatan diam-diam pada tumbuh kembang anak ^_^
0 comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum wr.wb