Canda ibarat bumbu masakan sejenis
penyedap rasa yang dipromosikan di TV. Banyak teman-teman bilang kalau lagi
tutorial (istilah kuliah kedokteran di kampus saya) gak ada canda rasanya
hambar, menjenuhkan apalagi udara dingin dari AC serta mahasiswa yang sedikit
(1 dosen untuk 15 mahasiswa) rasanya pengen tidur. Selain itu bila sedang ada
mata kuliah dari dosen senior yang tittlenya S2, S3, atau profesor bawaannya
grogi dan darah bisa membeku bahkan dalam ruangan yang full AC ada yang saking
gugubnya ditanya sampai keluar keringat dingin. Hehe.. saya fikir itu situasi
umum yang kerap terjadi di masyarakat, maka dari itu disinilah letak
canda/celoteh harus berperan.
Para da’i pun tidak jarang
menyelipkan canda ditengah dakwahnya agar daya persuasif yang diterima
masyarakat dapat diserap dengan baik, sehingga muncul kesan bahwa islam itu
menyenangkan dan syariat yang ada memang demi kebaikan semua makhluk di bumi.
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam pun juga tidak luput dari canda.
Beliau terkenal dengan sosok yang familiar, hangat, serta menyenangkan bila
bercakap-cakap.
Abu Hurairah RA
menceritakan,”Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shalallaahu alaihi
wasalam,”Wahai Rasulullah, apakah engkau jua bersenda gurau bersama kami?” maka
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam menjawab,”Tentu, hanay saja aku akan
berkata benar” (HR. Ahmad).
Dari hadits di atas Rasulullah shalallaahu
alaihi wasalam bila bercanda akan berkata benar. Coba sejenak kita tengok
di sekitar kita! Kata-kata dalam candaan yang kerap kali kita dengar dilingkup
masyarakat sering kali berisi cacian/hinaan yang asal-asalan dengan slogan
“Yang Penting Happy”. Bahkan tidak segan gara-gara bercanda yang berlebihan
tersebut imbasnya timbul kebencian pada diri seseorang yang dihina, walaupun
niatnya hanya bercanda.
Dan tidak kita soroti pula hal inilah yang sering terjadi
dikalangan wanita atau saat ngobrol dalam suatu organisasi yang sisinya
laki-laki dan perempuan. Sering kali saya melihat disaat berkumpul bersama sering
terlintas candaan-candaan yang cenderung mencela dan melecehkan baik itu
melecehkan salah satu dari orang, melecehkan orang tua, bahkan kadang kala bila
ada tukang becak yang lewat turut dicela dengan candaan hingga semua yang ada
dalam obrolan tertawa. Kadang bila yang
dicela semisal seorang wanita dalam perkumpulan, wanita itu pun ikut tertawa
namun yang terjadi saat candaan-candaan itu telah usai dan bubar sering muncul
gerutu yang diiringi celaan dari yang dicela tadi kepada sang pencela.
Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam pernah ditanya Mu’adz,”Wahai
Nabi Allah, apakah kita dihisab atas apa yang kita katakan?” Rasulullah
shalallaahu alaihi wasalam menjawab,”Celaka dirimu, bukankah tidak ada yang
menjerumuskan manusia dalam neraka selain buah (Imbas) dari ucapan-ucapan
mereka.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Bercanda memanglah perlu namun
selayaknya kita tidak melupakan isi dari candaan itu, terlebih kita berhadapan
dengan masyarakat yang heterogen yang mempunyai karakter berbeda-beda.
Bercandalah yang baik dan jangan jadikan candamu itu seperti penyedap rasa,
dapat menyedapkan berbagai masakan namun bila digunakan secara berlebihan dan
terus menerus dapat menyebabkan kanker, dan gagal ginjal. Wallahu’alam
Semoga
Allah swt senantiasa menngingatkan kita dalam setiap langkah. Amien..
0 comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum wr.wb