Hambar hati ku. Hmm... ntah pikiran apa yang merusak kedamaian dalam diri hingga berakhir pada penghancuran konsentrasi belajar ku. Padahal materi yang belum aku pelajari masih asekitar 150 lembar untuk bahan ujian blog minggu depan, belum lagi beberapa tugas kampus umum, serta padatnya kegiatan di Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam 2 pekan ini ntah itu Konpida PW IPM, Pengajian Akbar di masjid kabupaten, belum lagi Taruna Melati 2. Allah.. aku harus pandai membagi waktu...
“Mungkin itu
saja inti dari rapat kordinasi Taruna Melati 2, tolong masing-masing
kordinator bekerja dengan maksimal karena ini adalah agenda besar di Pimpinan
Daerah IPM sebelum melangkah pada Taruna Melati 3 di Pimpinan Wilayah IPM. Soal
spanduk IPM tolong masing-masing cabang mebawa bendera nanti kita pasang
disepanjang jalan menuju Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah ini. Sebelum kita
akhiri mari membaca do’a kafaratul Majelis.” Pimpin Mas Solih, ketua
panitia Taruna Melati 2.
Hadirin yang hadir
pun berkomat kamit membaca do’a kafaratul majelis yang isinya:
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله
إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon
pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih).
“Nuun wal
qolami wamaa yasthuruun.. Wassalamu’alaikum warrohmatullahi wabarrokatuh”
“Wa’alaikumsalam
warrohmatullahi wabarrokatuh..”
jawab perwakilan pimpinan cabang sekabupaten yang diundang.
Semuaa hadirin
pun bersalaman akhwat dengan akhwat begitu halnya ikhwan dengan ikhwan, lalu beranjak
meninggalkan masjid milik MIM (Madrasah Ibtida’iyah Muhammadiyah) dengan
bersama-sama. Dan aku pun diantara mereka yang kemudian menggambil motor yang
aku parkir di bawah pohon mangga.
Selang beberapa
menit terdengar suara dari microphone yang tadi dipakai dalam forum,”Untuk
seluruh Pimpinan Daerah IPM tolong jangan pulang dulu, dan mohon kembali ke
masjid untuk membahas beberapa hal yang berkaitan dengan agenda kerja”
“Yah.. itu
pasti suara Mas Imam”
Mas Imam adalah
ketua IPM, yang jabatannya merangkap menjadi penanggung jawab setiap acara.
“Assalamu’alaikum
warrohmatullahi wabarrokatuh.. Hamdan wa syukrolillah Amma Ba’du. Bersyukur
sekali kita masih diberi kesempatan untuk bekumpul walau tadi juga sempat rapat
juga. Hehehe” tawanya kecil
“Alhamdulillah..
sholawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam yang membawa kita menuju kejayaan masa dengan menjunjung tinggi Din
Allah dijalur Fisabilillah lewat Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini. Sebentar
saja, disini saya hanya ingin mengevaluasi masa kerja kita yang tinggal
beberapa bulan lagi berakhir. Agenda kita........................”
Hampir ½ jam
ketua IPM mengevaluasi kinerja Pimpinan Daerah, dan tak sadar aku pun hampir
tertidur karena serambi masjid yang lumayan tinggi dan angin pada waktu itu
benar-benar semilir, di tambah lagi lantai serta dipan masjid yang terbuat dari
marmer menambah dingin suasana. Kegalauan yang membuat ku tidak mood.
“Allahuakbar.. Allahuakbar.......”
Suara adzan
membangunkan ku, dan rapat pun untuk sementara waktu dipending hingga jama’ah
sholat Dzuhur dilaksanakan.
###
“Alhamdulillah.... kembali fresh kembali” sambil mengucek-ucek mata, ku duduk dan menyisir rambut panjang ku
yang berantakan sehabis tidur. Setiap habis tidur aku selalu senang, karena
kamar ku menyatu dengan alam. Kamar yang lumayan luas dan berada dilantai 2
rumah milik Abah dan Ummi ku. Terlebih tempat tidur ku mepet dengan jendela,
jadi setiap bangun dan menyingkapkan gorden langsung dapat terlihat indahnya
deret pegunungan selatan, yang membentang di sebelah selatan tidak jauh dari
rumah, serta burung-burung yang berterbangan dengan bernyanyi ria. Inilah kamar
terbaik ku yang enggan aku tinggal dan selalu aku rindukan saat aku merantau
mencari ilmu.
“Sabrina.. Jam
16.30, kamu belum sholat kan?” Suara
Ummi dari latai bawah
“Astagfirullahal’adzim..
hampir saja aku lupa, bahwa aku belum sholat. Iya Mi” teriak ku sambil bergegas merapikan tempat tidur dan lari menuruni
tangga.
###
“Aku tau apa
sumber kegalauan ini” ucap ku sambil
burung-burung hutan di jendela kamar menjelang senja.
“Iya, aku
merindukannya. Merindukan seseorang yang tak pasti. Aku jatuh cinta. Huft...
perkara yang mengacaukan fikiran, aku masih belum siap dan juga belum bisa
menempatkan hati dalam suatu gambaran cinta”
“Tit..tit..tit...” bunyi suara hand phone ku
“Sabrina ayo
sholat dulu Magrib dulu”
Pesan singkat
dari Abah.. Yah.. abah memang tidak terlalu banyak bicara seperti Ummi, jika
aku di dalam kamar dan Abah ada perlu selalu sms atau telephone jarang sekali
teriak-teriak. Hmm... kodrat wanita dan laki-laki memang beda.
“Iya Bah..” teriak ku
Setelah mengambil
air wudhu aku, ummi, abah, dan adik-adik ku pergi ke masjid 200 meter dari
rumah. Huft.. Suasana magrib ini kelabu, dan amat kelabu.
Hati ku hambar
tanpa rasa. Ingin rasanya menceritakan semua beban yang menyapa namun sayang krisis
kepercayaan terhadap orang membuat ku lebih banyak diam dalam masalah, karena minimnya
orang yang memiliki sifat Amanah dan dari ketidak percayaan pada mereka itu membuat
ku selalu berusaha Amanah terhadap siapa saja yang selalu menjadikan aku
langganan curahan hati. Selama ini hanya Allah lah tempat keluh kesah ku,
tempat ku mengadu segala rasa. Bahkan Allah lah sahabat ku, meski aku sering
menyendiri menjauh dari hiruk pikuk namun aku merasa senang-senang saja karena
aku yakin Allah disamping ku. Maha Suci yang memiliki Kebesaran, Penguasa Dunia
Seisinya.
“Cis.. Acis.. ayo
pulang” Adik balita ku menepuk pundak ku dan aku yang menikmati dzikir sontak
terkaget.
“Hehe... ayo
Wildha.” Sambil tersenyum ku sampirkan sajadah dan bawahan mukena ku dan
menggedongnya karena Abah, Ummi dan adik ku yang besar telah lebih dulu pulang.
Dalam
perjalanan langkah demi langkah membuat ku menghela nafas dan bercucuran
keringat. Aku mulai lelah menggendongnya, dan ku memintanya untuk jalan
sendiri,”Dha jalan ya, Mbak capek!” dan dia pun turun dari gendongan ku
Dalam
perjalanan berjumapa dengan beberapa orang “Anaknya
pinter, ke masjid jalan kaki sendiri” Ucap seorang ibu yang lewat di perempatan
saat aku dan adik ku akan menyeberang jalan
“Hehe.. inggeh”
jawabku walau dalam hati tertawa karena setiap kali aku mengajak adik balita ku
jalan ntah ke pasar atau di tempat keramaian pasti dikiranya dia anak ku,
padahal adik kandung ku sendiri.haha
Kami pun
menyeberang jalan dan melanjutkan perjalanan. Aku terus saja menatap langit
melihat bintang yang begitu banyak dan sube’hanallah luar biasa.
“Acis.. acis..
lihat apa?” tanya adik ku dengan panggilan Acis (Aku) semenjak pertama kali dia
dapat bicara.
“iya Dha.. tuh
bintangnya banyak ya! Hmm.. bagus”
“Intang Umminya
mana Cis?”
“Umminya
bintang lagi buat Susu!” jawab ku sambil tersenyum
“Susu Api?”
“Iya, susu Sapi”
“Intangnya ais,
Cis?
”Kenapa
Bintangnya Nangis?” tanya ku
“Intang dak
punya Abah” Hehe.. aku
tertawa mendengar pertanyaan lucu adik ku.
Malam ini memang indah dan sangat
indah, ada 2 bintang paling terang diantara jutaan bintang yang tidak begitu
terang sempat aku binggung juga, seharusnya hanya ada satu bintang yang
harusnya bersinar yaitu Venus yang muncul menjadi Bintang Fajar saat pagi dan juga menjadi Bintang Senja saat menjelang malam, tapi kali ini aku tak tahu bintang itu yang mana. Dan saat aku
kembali ke masjid untuk sholat Isya’, ternyata tersisa satu bintang yang tetap
bersinar terang dan aku yakin dia adalah bintang Senja.
0 comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum wr.wb