Tapi tak dapat dilihat hanya terasa
Terasa oleh perasaan yang tak pernah lelah
Menjadi jembatan ungkapan perasaan
Lewat perasaan ku ungkapkan sebuah rasa
Rasa yang sederhana namun memberikan
Dahsyatnya arti perasaan
Tak dapat ku elak, tak dapat ku tolak
Jika akhirnya rasa ini harus ku hapus
Bersama perasaan baru yang menggoyahkan
Ntah,
mengapa daun mangga di depan kos ku begitu mudah jatuh. Padahal ini musim
hujan. Hmm.. ntahlah apa yang menggerakkan Mas Fikar mengatakan hal itu dan
mungkin juga salah ku membiarkan perasaan ini menari-nari tanpa sekat. Aku
menyadari Tuhan.. begitu mudah ku melalikan peringatanMu.
“Maksut mas, hmm... berat memang mas mengungkapkan ini.” Nada suaranya mulai melemah
“Ada apa mas? Mas baik-baik saja kan?” tanya ku sangat kawatir
“Dek, sejujurnya 9 hari ini mas sholat istikhoroh dan mas
mulai bertafakur. Tak bisa dipungkiri bahwa selama ini mas menyukai adik. Namun
mas tak dapat melangkah karena mas takut bila apa yang mas pilih tidak di
ridhoi Allah. Mas mencoba bersabar, dan alhasil Allah memberi jawabannya.”
Aku pun mendadak ingin menangis,“Mas....”
“Iya, dek mas maaf dan benar-benar minta maaf. Sepertinya apa
yang terjadi antar kita selama ini adalah suatu dosa. Kita membiarkan perasaan
kita begitu bebas, bahkan mas sendiri jadi lupa atas apa yang dulu pernah mas
sampaikan saat mas mengabdi di pondok, juga saat mas mengajar tauhid di masjid.
Adik ingat bahwa hal-hal yang berpotensi dosa itu sangat banyak. Dan sepertinya
selama ini kita telah melakukan Zina”
Tanya ku dengan sangat heran,“Zina? Kita kan hanya
berkomunikasi lewat hand phone”
“Iya, kita melakukan zina hati dek. Adek jujur sama mas, selama
ini adek juga menyimpan rasa kan sama mas?” pertanyaan yang membuat persendian ku meradang, ini
bukan osteoporosis, bukan kifosis, lekosis, juga bukan sitosis tapi ini
peradangan imbas dari perasaan
“Hmmmm....” aku tak dapat menjawab karena benar-benar lemas
“Mas tau kok dek, dan itu yang membuat mas juga senang. Namun
sayang mas tak dapat melanjutkan komunikasi ini. Allah memberikan kemantapan
dalam istikhoroh untuk lebih focus kuliah. Mas minta maaf, dan sangat minta
maaf ya dek.”
Oh Angin
Dari mana datang mu
Berhembus meniupku
Bagai alunan lagu
Sejuk menyejukkan kabu
Oh Angin bawalah daku
Melayang bersama mu
“Hmm...” aku masih saja diam dan terus beristighfar
Allah aku tak bisa menjawab. Aku lemah,
rasa ini harus ku akhiri begitu saja. Bak ranting pohon muda yang masih kuat
yang dipaksa patah. Apa ini? Kenapa? Aku selama ini biasa saja, meski aku dekat
dengan dia aku berusaha terus mengendalikan perasaan ku. Agar tak agresif
seperti wanita-wanita lainnya yang mendekati Mas Fikar. Mengapa begitu lemah
kali ini. Aku binggung Allah.. aku binggung.. aku gundah.. hati ku benar-benar
meradang.
“Dek, Dek A’yun baik-baik saja kan? Mas minta maaf ya?”
“Iya mas, ndak apa-apa. SEMNAGAT” ungkapan semangat yang menipu
“Oh.. alhamdulillah, tapi...... benar tak apa-apa?”
“Gak kok mas, SEMANGAT! A’yun masih SEMANGAT kok” benar-benar inilah bembohongan
pertama eh mungkin kedua atau ketiga yang aku lakukan atas perasaan tapi ini
paling dahsyat karena secara langsung
“Alhamdulillah... nanti adek jangan lupa sholat tobat ya. Dan
satu hal, jangan lagi memasukkan nama mas dalam do’a adik”
Allah....
Astagfirullahal’adzim.... aku tak kuat kali ini, air mata ku harus mengalir
deras. Aku benar-benar sedih. Aku sedih. Selama ini do’alah yang selalu
menyampaikan rindu ku padanya, do’alah yang selalu mengobati kegelisahan ku, do’a
jembatannya.
“Iya mas......” singakat karena tak kuat
“Tetap semangat ya dek, kalau ada masalah sms aja. Jangan sungkan.
Semoga allah menganpuni dosa-dosa kita selama ini, dan selalu menjaga dan
membimbing langkah kita. Amien. Mas pamit dulu, ada beberapa aktivitas yang
harus mas lakukan. Maaf ya dek, wassalamu’alaikum wr.wb”
“Iya, wa’alaikumsalam wr.wb”
TUT...TUT...TUT.............
Aku sedih..
sedih,,Allah.................. tangis ini membuat ku down. Dan ku putuskan
untuk pergi ke masjid dekat kos, berdiam disana menangis sepuasnya hingga pukul
21.30 malam bahkan berhari-hari setelah kuliah aku menyendiri dalam masjid,
sampai ibu-ibu masjid binggung terhadap tangis ku.
5 bulan semenjak kejadian itu membuat
ku lebih dan sangat cuek pada laki-laki, dan mendorong ku untuk terus belajar. Yah..
meski aku bukan lulusan pondok pesantren, juga bukan dari sekolah bertittle
agama. Meski sempat dulu mengenyam pendidikan di madrasah tsanawiyah. Namun tetap
saja TK, SD, SMA, dan Fakultas Kedokteran adalah sekolah umum yang hanya diisi
2 jam pelajaran agama selama satu minggu. Bahkan di fakultas kedokteran ini,
aku menerima pelajaran agama hanya di semester 1 semester selanjutnya focus
kedokteran.
Sesekali aku
minder melihat gadis-gadis lulusan pondok pesantren yang begitu cerdas dalam
agama, sangat mengerti batasan-batasan dan hukum agama. Namun inilah jalan
hidup yang Allah berikan, tak dapat ku tangisi, tak dapat ku sesali. Kisah
hidup ini memberi sebuah belajaran besar agar aku terus membaca, lebih peka
terhadap situasi agar iffah dan izzah ku tetap terjaga, karena nantinya
penghuni neraka terbanyak adalah dari kaum ku, wanita.
Meski kedua orang tua ku telah
mengajukan sebuah nama. Sesorang yang sempat aku benci karena di tengah
kesedihan nama itu selalu disebut pagi, siang, sore, bahkan malam, alhasil
setelah sakit hati ini sembuh perasaan ini mendorong untuk mencintainya, namun
maaf aku harus diam karena perasaan ku saat ini masih labil belum kembali utuh.
Aku tak boleh gegabah, aku harus menyelesaikan kedokteran ku tepat waktu dan
membawa ilmu yang dapat aku sumbangkan untuk masyarakat. Biarlah Allah
memilihkan untuk ku dan biarlah bintang fajar menjadi obat rindu pada dia yang akan menjadi imam terbaik ku. karena aku yakin dia juga merindukan ku....
0 comments:
Post a Comment
Assalamu'alaikum wr.wb