Sunday, January 8, 2012

Meluruskan Makna Perbandingan Gender

Posted by Devy Ratriana Amiati at 5:34 PM


Kita ketahui bersana bahwa perbandingan gender merupakan topik hangat yang sering disajikan di akhir abad ke 19, awal abad ke 20 sampai saat ini, dan ntah sudah berapa abad perbadingan gender di gembar-gemborkan oleh beberapa aktivis emansipasi wanita yang menginginkan persamaan gender di masa moderenisasi ini. Sebelum itu kita bahas mari kita coba menengoka masa lalu tentang seorang perempuan penggagas utama persamaan gender di Indonesia, beliau tidak lain tidak bukan adalah sosok perempuan dari jepara yang mempunyai semangat luar biasa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yaitu Raden Ajeng Kartini atau akrab disapa kartini.  Beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. lahir dari keluarga bangsawan yang kental akan syarak budaya jawa yang telah diwariskan nenek moyang, salah satunya adalah perlakuan terhadap kaum perempuan. Kartini yang merupakan anak dari bupati jepara, hanya menempuh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau setara dengan Sekolah Dasar. Keadaan tersebut terbilang masih sangat beruntung dari pada keadaan perempuan-perempuan desa yang lahir dari keluarga biasa, yang tak pernah sedikitpun merasakan bangku sekolah.
   Selain itu yang membuat semangat beliau dalam memperjuagkan hak-hak wanita semakin berkobar adalah pendiskriminasian keadaan perempuan dengan laki-laki dalam hal pekerjaan, penentuan pasangan (istri), serta beberapa perlakuan masyarakat lainnya yang semakin megesampingkan hak-hak yang seharusnya juga dimiliki perempuan. Kartini memanglah wanita yang cerdas meski beliau hanya menempuh pendidikan sampai sekolah dasar namun, semangat beliau dalam belajar patut diacungi 10 jempol. Beatapa tidak, beliau yang dipingit keluarganya semenjak lulus dari bangku Sekolah Dasar tidak henti-hentinya menambah ilmu pengetahuan dengan membaca beberapa majalah wanita Belanda seperti De Hollandsche Lelie, leestrommelsurat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, dan lain-lain yang memeberikan banyak informasi penting. Dan dari situlah beliau mengetahui betapa kontrasnya keadaan perempuan Eropa dengan perempuan yang ada di indonesia. Beliau juga sempat menuturkan ide-idenya tentang krisis persamaan gender yang membuat wanita menjadi korban.
Di eropa permpuan-perempuan dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya serta mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki, hal itu membuat beliau semakin miris dan mencurahkan isi hatinya pada sahabat-sahabatnya yang ada di Belanda dalam bentuk surat. Bahkan beliau pernah berencana ingin bersekolah di negri paman sam tersebut dengan beasiswa yang di berikan pemerintah secara cuma-cuma, namun apa daya tangan tak sampai keinginan beliau untuk bersekolah di Negeri Paman Sam tersebut harus dibuang begitu saja, begitupun dengan keinginanya menempuh pendidikan di sekolah betawi karena dicekal orang tuanya dengan alasan beliau telah dijodohkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Meski pada akhirnya beliau menikah juga, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat dalam memperjuangkan hak-hak wanita agar tidak terus terpuruk dalam kebodohan, dan suaminya sangat mendukung antusiasme beliau dalam hal tersebut. Di jepara beliau mendirikan sekolah untuk kaum wanita yang telah berdiri sebelum menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, dirembangpun beliau juga mendirikan sekolah yang sama. Disekolah tersebut perempuan-perempuan desa tidak mampu diajarkan menjahit, menyulam, memasak, dll Perjuangan beliau kandas sudah, pada tanggal 17 September 1904 saat melahirkan anak laki-laki pertamanya dan Allah memanggilnya di usia yang ke 25 tahun.
Dari riwayat hidup beliau banyak kekaguman serta hasil dari jerih payah yang terasa sampai saat ini, alhamdulillah.. namun yang perlu kita fahami secara gamblang sebenarnya apa yang dimaksut persamaan gender. Persamaan gender adalah suatu upaya penyamaan hak antara kaum laki-laki dengan kaum wanita yang diwujudkan dengan memberikan keluasan pendidikan, kebebasan memilih, kebebasan berekspresi, berapresiasi, dan lain sebagainya.
Saat ini banyak sekali aktivis-aktivis wanita serta beberapa ormas yang memperjuangkah hak tersebut. Mulai dari perjuangan dalam kasus KDRT, penganiayaan TKW, pemaksaan, dan lain sebagainya. Masalah-masalah yang tidak asing lagi kita dengar, baik itu diberitakan melalui media elektronik maupun non elektronik.
Sempat kemarin saya membaca 12 artikel dari keseluruhan artikel yang berjumlah 20 karya anak indonesia hasil seleksi (Penulis Muda Indonesia) tahun 2007 tentang persamaan gender yang dikemas dalam buku yang berjudul “ADA ARJUNA ADA SRIKANDI” dan pada beberapa artikel di internet yang kemudian saya ambil beberapa point yang perlu kita koreksi bersama tentang pembelokan dari makna sesungguhnya persamaan gender tersebut. Mari kita telaah isi surat An Nisa’ :34 yaitu:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa’:34)
Apa yang kita fikirkan dari ayat tersebut?? Sudah jelas bukan bahwa laki-laki memang terlahir sebagai pemimpin bagi wanita. Dan itu adalah suatu keputusan dari sang pencipta yang tidak dapat di rubah, ataupun digantikan oleh makhluknya. Lalu bagaimana jika hal itu di padukan dengan kondisi saat ini??
Di beberapa negara jabatan seorang presiden tidak lagi diduduki laki-laki, namun wanitapun juga ikut serta dalam pemerintahan (Presiden). Negara ini pun juga mengalami hal yang sama saat anak dari proklamator memimpin bangsa ini selma 3 tahun beliaulah Megawati Soekarno Putri tahun 2001-2004. Jabatan gubernur, bupati, camat, serta kepala desapun sekarang tidak lagi harus diduduki kaum adam. Meski pada saat kepemimpinan Megawati Soekarno Putri ini menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia terutama para ulama, namun jika kita menilai dari segi kontekstual artinya menilai, dan menimbang-nimbang sesuai keadaan zaman tidak ada salahnya kaum hawa memiliki kesempatan dalam memimpin masyarakat. Namun jika kita kembalikan pada ayat tersebut apakah salah wanita menjadi pemimpin?? Tentu jawabnya TIDAK karena laki-laki dan perempuan terlahir untuk saling melengkapi satu sama lain, saling mengisi kekurangan satu sama lain, jadi tidak ada salahnya jika seorang wanita menjadi pemimpin selama dia bisa adil, bijaksana terhadap masyarakat dan menyadari bahwa setinggi apapun jabatan dia dalam pemerintahan laki-laki tetaplah pemimpin yang akan selalu menjadi imam di keluarga. Why not??
Dalam realita umum persamaan gender sedikit sudah di kembangkan dengan baik, namun coba kita memandang penegakkan persamaan gender dipelosok negeri. Saya sedikit punya cerita yang saya baca dari buku “ADA ARJUNA ADA SRIKANDI”. Dalam buku tersebut, seorang anak mencurahkan ketidak senangannya terhadap deskriminasi yang terjadi pada perempuan bali. Dalam adat bali laki-laki dipandang memiliki kedudukan lebih penting dari pada perempuan, asumsi tersebut diperkuat dengan sistem adat patrlinear artinya keturunan bali adalah semua leluhur pria dalam garis lurus, termasuk juga seluruh anak laki-laki dalam keluarga tersebut. Dan apabila seorang istri melahirkan anak perempuan dapat dikatakan bahwa keturunan keluarga tersebut telah terputus meski perempuan tersebut jika telah dewasa melahirkan anak laki-laki. Dalam sistem pembagian harta warisan pun demikian, laki-lakilah yang akan menerima seluruh harta peninggalan orang tuanya yang telah meninggal dan tidak sedikitpun wanita bali mendapatkan uang warisan tersebut karena anak anak perempuan dianggap bukan keturunan dalam keluarga. Sampai saat ini bisa kita lihat di daerah pinggiran bali, wanitalah yang bekerja keras memikul beban rumah tangga, samapai sempat saat saya melihat “Jejak Petualang” di salah satu TV swasta banyak dari wanita bali yang menjadi buruh batu (mencari batu) di tebing-tebing bukit yang sangat terjal demi menghidupi keluarganya. Lalu pertanyaan yang muncul,”Dimanakah laki-laki bali yang seharusnya memberi nafkah??” mereka sedang asyik beradu jago dan hanya tidur-tiduran di rumah.
Sungguh tragis nasib perempuan bali, dalam hal ini hak wanita bali benar-benar tidak diperhatikan dan kecenderungan adat menjadi alasan perlakuan tersebut sampai saat ini masih terpelihara dengan rapi dalam mayarakat bali. Jauh dari pada adat istiadat masyarakat bali saya pernah mebaca suatu ayat dari QS. Al A’rof :29 yang berbunyi:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُواْ وُجُوهَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (kata-kanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (QS. Al A’rof :29)
Lalu dimankah keadilan itu tinggal? Dari dua kulasan di atas menceritakan keadaan perempuan dalam lingkungan elit politik serta masyarakat tradisional, lalu bagaimana dengan nasib perempuan dalam lingkungan pertengahan yang menduduki peringkat teratas mayoritas penduduk di negeri ini?? Hal itu mengingatkan saya pada salah satu berita di salah satu televisi swasta. Dalam berita tersebut sebut saja Romlah (nama tidak asli) pipinya babak belur, mulutnya sobek, badannya lebam-lebam, dan punggungnya penuh luka bekas setrika. Lalu muncul suatu pertanyaan dalam benak kita, sebenarnya siapakan Romlah?
Romlah adalah seorang pembantu yang datang ke kota untuk mengadu nasib sebagai pembantu. Selama 1 tahun dia bekerja, hanya beberapa kali saja ia mendapat gaji. Gaji yang tidak seberapa namun taruhannya cacat seumur hidup. Apakah harga diri kaum wanita hanya dapat dinilai dari uang yang tak seberapa? Dan mengapa dari beberapa kasus kekerasan terhadap pembantu yang seringkali pelakunya juga seorang perempuan? Astagfirullahal adzim... betapa tidak adilnya dunia saat ini untuk perempuan miskin meski Allah telah mengancam dalam QS. Al A’rof :29. Perjuangan persamaan gender masih dalam proses dan diiringi keringat yang bercucuran, namun mengapa para perempuan tersebut seolah membabi buta setelah bergelimang harta yang melimpah. Dan dapat kita simpulkan bahwa perempuan yang seperti inilah yang Tidak Layak menjadi pemimpin. Memimpin kaumnya saja tidak bisa apalagi memimpin masyarakat??
Seorang filosof Spanyol berpendidikan Amerika, George Santayana (1863-1952) pernah memperingatkan demikian “Those who fail to learn the lesson of history are doomed to repeat them” yang artinya Bagi mereka yang gagal mengambil pelajaran dari sejarah dipastikan akan mengulangi pengalaman sejarah tersebut, atau dalam pepatah asing I’histoire se répète (sejarah berulang kembali). Oleh karena itu mari kita putus rantai ketidak adilan pada perempuan dengan memperjuangkan bersama “PERSAMAAN GENDER” dengan harapan sejarah pada masa lalu dan masa kini tidak terulang dimasa yang akan datang dan perempuan dunia kususnya perempuan Indonesia mendapatkan hak-haknya serta menyadari bahwa setinggi apapun jabatannya, sebanyak apapun hartanya kita tetaplah manusia biasa yang selayaknya berbuat sebaik-baiknya terhadap diri sendiri, keluarga, serta masyarakat. Inallaha yuqhibul muqsitin (Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil) (QS. Al Hujarat:9)

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, January 8, 2012

Meluruskan Makna Perbandingan Gender



Kita ketahui bersana bahwa perbandingan gender merupakan topik hangat yang sering disajikan di akhir abad ke 19, awal abad ke 20 sampai saat ini, dan ntah sudah berapa abad perbadingan gender di gembar-gemborkan oleh beberapa aktivis emansipasi wanita yang menginginkan persamaan gender di masa moderenisasi ini. Sebelum itu kita bahas mari kita coba menengoka masa lalu tentang seorang perempuan penggagas utama persamaan gender di Indonesia, beliau tidak lain tidak bukan adalah sosok perempuan dari jepara yang mempunyai semangat luar biasa dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yaitu Raden Ajeng Kartini atau akrab disapa kartini.  Beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. lahir dari keluarga bangsawan yang kental akan syarak budaya jawa yang telah diwariskan nenek moyang, salah satunya adalah perlakuan terhadap kaum perempuan. Kartini yang merupakan anak dari bupati jepara, hanya menempuh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau setara dengan Sekolah Dasar. Keadaan tersebut terbilang masih sangat beruntung dari pada keadaan perempuan-perempuan desa yang lahir dari keluarga biasa, yang tak pernah sedikitpun merasakan bangku sekolah.
   Selain itu yang membuat semangat beliau dalam memperjuagkan hak-hak wanita semakin berkobar adalah pendiskriminasian keadaan perempuan dengan laki-laki dalam hal pekerjaan, penentuan pasangan (istri), serta beberapa perlakuan masyarakat lainnya yang semakin megesampingkan hak-hak yang seharusnya juga dimiliki perempuan. Kartini memanglah wanita yang cerdas meski beliau hanya menempuh pendidikan sampai sekolah dasar namun, semangat beliau dalam belajar patut diacungi 10 jempol. Beatapa tidak, beliau yang dipingit keluarganya semenjak lulus dari bangku Sekolah Dasar tidak henti-hentinya menambah ilmu pengetahuan dengan membaca beberapa majalah wanita Belanda seperti De Hollandsche Lelie, leestrommelsurat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, dan lain-lain yang memeberikan banyak informasi penting. Dan dari situlah beliau mengetahui betapa kontrasnya keadaan perempuan Eropa dengan perempuan yang ada di indonesia. Beliau juga sempat menuturkan ide-idenya tentang krisis persamaan gender yang membuat wanita menjadi korban.
Di eropa permpuan-perempuan dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya serta mendapatkan hak yang sama seperti laki-laki, hal itu membuat beliau semakin miris dan mencurahkan isi hatinya pada sahabat-sahabatnya yang ada di Belanda dalam bentuk surat. Bahkan beliau pernah berencana ingin bersekolah di negri paman sam tersebut dengan beasiswa yang di berikan pemerintah secara cuma-cuma, namun apa daya tangan tak sampai keinginan beliau untuk bersekolah di Negeri Paman Sam tersebut harus dibuang begitu saja, begitupun dengan keinginanya menempuh pendidikan di sekolah betawi karena dicekal orang tuanya dengan alasan beliau telah dijodohkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.
Meski pada akhirnya beliau menikah juga, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat dalam memperjuangkan hak-hak wanita agar tidak terus terpuruk dalam kebodohan, dan suaminya sangat mendukung antusiasme beliau dalam hal tersebut. Di jepara beliau mendirikan sekolah untuk kaum wanita yang telah berdiri sebelum menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, dirembangpun beliau juga mendirikan sekolah yang sama. Disekolah tersebut perempuan-perempuan desa tidak mampu diajarkan menjahit, menyulam, memasak, dll Perjuangan beliau kandas sudah, pada tanggal 17 September 1904 saat melahirkan anak laki-laki pertamanya dan Allah memanggilnya di usia yang ke 25 tahun.
Dari riwayat hidup beliau banyak kekaguman serta hasil dari jerih payah yang terasa sampai saat ini, alhamdulillah.. namun yang perlu kita fahami secara gamblang sebenarnya apa yang dimaksut persamaan gender. Persamaan gender adalah suatu upaya penyamaan hak antara kaum laki-laki dengan kaum wanita yang diwujudkan dengan memberikan keluasan pendidikan, kebebasan memilih, kebebasan berekspresi, berapresiasi, dan lain sebagainya.
Saat ini banyak sekali aktivis-aktivis wanita serta beberapa ormas yang memperjuangkah hak tersebut. Mulai dari perjuangan dalam kasus KDRT, penganiayaan TKW, pemaksaan, dan lain sebagainya. Masalah-masalah yang tidak asing lagi kita dengar, baik itu diberitakan melalui media elektronik maupun non elektronik.
Sempat kemarin saya membaca 12 artikel dari keseluruhan artikel yang berjumlah 20 karya anak indonesia hasil seleksi (Penulis Muda Indonesia) tahun 2007 tentang persamaan gender yang dikemas dalam buku yang berjudul “ADA ARJUNA ADA SRIKANDI” dan pada beberapa artikel di internet yang kemudian saya ambil beberapa point yang perlu kita koreksi bersama tentang pembelokan dari makna sesungguhnya persamaan gender tersebut. Mari kita telaah isi surat An Nisa’ :34 yaitu:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa’:34)
Apa yang kita fikirkan dari ayat tersebut?? Sudah jelas bukan bahwa laki-laki memang terlahir sebagai pemimpin bagi wanita. Dan itu adalah suatu keputusan dari sang pencipta yang tidak dapat di rubah, ataupun digantikan oleh makhluknya. Lalu bagaimana jika hal itu di padukan dengan kondisi saat ini??
Di beberapa negara jabatan seorang presiden tidak lagi diduduki laki-laki, namun wanitapun juga ikut serta dalam pemerintahan (Presiden). Negara ini pun juga mengalami hal yang sama saat anak dari proklamator memimpin bangsa ini selma 3 tahun beliaulah Megawati Soekarno Putri tahun 2001-2004. Jabatan gubernur, bupati, camat, serta kepala desapun sekarang tidak lagi harus diduduki kaum adam. Meski pada saat kepemimpinan Megawati Soekarno Putri ini menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia terutama para ulama, namun jika kita menilai dari segi kontekstual artinya menilai, dan menimbang-nimbang sesuai keadaan zaman tidak ada salahnya kaum hawa memiliki kesempatan dalam memimpin masyarakat. Namun jika kita kembalikan pada ayat tersebut apakah salah wanita menjadi pemimpin?? Tentu jawabnya TIDAK karena laki-laki dan perempuan terlahir untuk saling melengkapi satu sama lain, saling mengisi kekurangan satu sama lain, jadi tidak ada salahnya jika seorang wanita menjadi pemimpin selama dia bisa adil, bijaksana terhadap masyarakat dan menyadari bahwa setinggi apapun jabatan dia dalam pemerintahan laki-laki tetaplah pemimpin yang akan selalu menjadi imam di keluarga. Why not??
Dalam realita umum persamaan gender sedikit sudah di kembangkan dengan baik, namun coba kita memandang penegakkan persamaan gender dipelosok negeri. Saya sedikit punya cerita yang saya baca dari buku “ADA ARJUNA ADA SRIKANDI”. Dalam buku tersebut, seorang anak mencurahkan ketidak senangannya terhadap deskriminasi yang terjadi pada perempuan bali. Dalam adat bali laki-laki dipandang memiliki kedudukan lebih penting dari pada perempuan, asumsi tersebut diperkuat dengan sistem adat patrlinear artinya keturunan bali adalah semua leluhur pria dalam garis lurus, termasuk juga seluruh anak laki-laki dalam keluarga tersebut. Dan apabila seorang istri melahirkan anak perempuan dapat dikatakan bahwa keturunan keluarga tersebut telah terputus meski perempuan tersebut jika telah dewasa melahirkan anak laki-laki. Dalam sistem pembagian harta warisan pun demikian, laki-lakilah yang akan menerima seluruh harta peninggalan orang tuanya yang telah meninggal dan tidak sedikitpun wanita bali mendapatkan uang warisan tersebut karena anak anak perempuan dianggap bukan keturunan dalam keluarga. Sampai saat ini bisa kita lihat di daerah pinggiran bali, wanitalah yang bekerja keras memikul beban rumah tangga, samapai sempat saat saya melihat “Jejak Petualang” di salah satu TV swasta banyak dari wanita bali yang menjadi buruh batu (mencari batu) di tebing-tebing bukit yang sangat terjal demi menghidupi keluarganya. Lalu pertanyaan yang muncul,”Dimanakah laki-laki bali yang seharusnya memberi nafkah??” mereka sedang asyik beradu jago dan hanya tidur-tiduran di rumah.
Sungguh tragis nasib perempuan bali, dalam hal ini hak wanita bali benar-benar tidak diperhatikan dan kecenderungan adat menjadi alasan perlakuan tersebut sampai saat ini masih terpelihara dengan rapi dalam mayarakat bali. Jauh dari pada adat istiadat masyarakat bali saya pernah mebaca suatu ayat dari QS. Al A’rof :29 yang berbunyi:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُواْ وُجُوهَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (kata-kanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (QS. Al A’rof :29)
Lalu dimankah keadilan itu tinggal? Dari dua kulasan di atas menceritakan keadaan perempuan dalam lingkungan elit politik serta masyarakat tradisional, lalu bagaimana dengan nasib perempuan dalam lingkungan pertengahan yang menduduki peringkat teratas mayoritas penduduk di negeri ini?? Hal itu mengingatkan saya pada salah satu berita di salah satu televisi swasta. Dalam berita tersebut sebut saja Romlah (nama tidak asli) pipinya babak belur, mulutnya sobek, badannya lebam-lebam, dan punggungnya penuh luka bekas setrika. Lalu muncul suatu pertanyaan dalam benak kita, sebenarnya siapakan Romlah?
Romlah adalah seorang pembantu yang datang ke kota untuk mengadu nasib sebagai pembantu. Selama 1 tahun dia bekerja, hanya beberapa kali saja ia mendapat gaji. Gaji yang tidak seberapa namun taruhannya cacat seumur hidup. Apakah harga diri kaum wanita hanya dapat dinilai dari uang yang tak seberapa? Dan mengapa dari beberapa kasus kekerasan terhadap pembantu yang seringkali pelakunya juga seorang perempuan? Astagfirullahal adzim... betapa tidak adilnya dunia saat ini untuk perempuan miskin meski Allah telah mengancam dalam QS. Al A’rof :29. Perjuangan persamaan gender masih dalam proses dan diiringi keringat yang bercucuran, namun mengapa para perempuan tersebut seolah membabi buta setelah bergelimang harta yang melimpah. Dan dapat kita simpulkan bahwa perempuan yang seperti inilah yang Tidak Layak menjadi pemimpin. Memimpin kaumnya saja tidak bisa apalagi memimpin masyarakat??
Seorang filosof Spanyol berpendidikan Amerika, George Santayana (1863-1952) pernah memperingatkan demikian “Those who fail to learn the lesson of history are doomed to repeat them” yang artinya Bagi mereka yang gagal mengambil pelajaran dari sejarah dipastikan akan mengulangi pengalaman sejarah tersebut, atau dalam pepatah asing I’histoire se répète (sejarah berulang kembali). Oleh karena itu mari kita putus rantai ketidak adilan pada perempuan dengan memperjuangkan bersama “PERSAMAAN GENDER” dengan harapan sejarah pada masa lalu dan masa kini tidak terulang dimasa yang akan datang dan perempuan dunia kususnya perempuan Indonesia mendapatkan hak-haknya serta menyadari bahwa setinggi apapun jabatannya, sebanyak apapun hartanya kita tetaplah manusia biasa yang selayaknya berbuat sebaik-baiknya terhadap diri sendiri, keluarga, serta masyarakat. Inallaha yuqhibul muqsitin (Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil) (QS. Al Hujarat:9)

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea