Sunday, January 8, 2012

Partisipasi Anak dalam Mengembalikan Haknya di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat

Posted by Devy Ratriana Amiati at 5:31 PM


Akhir-akhir ini media masa ramai membicarakan masalah anak, mulai dari pembunuhan anak oleh orang tuanya sendiri, penelantaran anak, eksploitasi anak, bahkan acara realita di tv pun tak canggung-canggung menayangkan secara live isu anak. KPA (Komisi Perlindungan Anak) pun tak luput dari sorotan banyak kalangan karena perannya dalam memperjuangkan hak-hak anak. Orang tua yang menjadi pelaku perampasan pun sering kali ngotot memperjuangkan kemauannya pada anak. Inilah titik awal dimana tidak terjadinya keselarasan pendapat antara orang tua dengan kaidah hak anak. Dan seolah isu anak menjadi hal yang biasa dan lumrah di kalangan masyarakat.
Kebanyakan masalah anak di mulai dari ketidaktahuan orang dewasa terutama orang tua mengenai definisi anak menyebabkan banyak orang menyalahartikan arti anak. Sebenarnya apakah definisi anak? Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dari UU di atas sangat jelas bahwa anak adalah manusia yang lemah, membutuhkan kasih sayang, dan masih membutuhkan perhatian. Anak adalah amanah Tuhan yang harus dilindungi, dirawat sebaik-baiknya dan dipenuhi haknyaOleh karena itu orang tua menjadi pemangku utama pemenuhan hak anak. Beberapa organisasi pemerhati anak mengelompokkan hak dasar anak menjadi 4, yaitu meliputi:
  1. hak hidup
manusia hidup dalam keadaan bernyawa. Dan setiap orang yang bernyawa mempunyai hak untuk diakui keberadaannya. Begitu pula anak, anak adalah individu lemah yang harus diakui keberadaanya, mendapat penghidupan yang layak, serta mendapat pengakuan dari pemerintah tentang keberadaannya dengan dibuatkannya akta kelahiran.
  1. hak tumbuh dan kembang
hak tumbuh dan berkembang adalah suatu hak dimana anak mendapatkan gizi yang cukup untuk pertumbuhan dan mendapat perhatian serta kasih sayang yang cukup dalam proses kembangnya. Selain itu anak berhak atas fasilitas kesehatan yang layak, dan anak berhak bermain sesuai tingkat usianya.
  1. hak perlindungan
setiap anak yang lahir mempunyai hak untuk dilindungi oleh orang yang lebih dewasa dari segala bentuk keadaan yang membahayakan dirinya.
  1. hak partisipasi
setiap anak mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam segala bidang, seperti bebas berpendapat, bebas mengikuti ORMAS (Organisasi Masyarakat), bebas berekspresi,dll
Dari keempat hak di atas, menegaskan secara gamblang kepada semua pihak bahwa anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Meski demikian perampasan hak anak masih sering  terdengar di telinga saya. Perampasan yang meliputi eksploitasi, kekerasan, traficking, dll merupakan kartu kuning untuk bangsa ini. Terlebih anak adalah calon pemimpin masa depan yang nantinya menggantikan para pemimpin-pemimpin bangsa ini. Maka selayaknya anak dididik dengan baik sejak dini, agar nantinya menjadi pemimpin yang bermoral baik, adil, bijaksana, berwibawa, dan bertanggung jawab serta bebas dari korupsi.
Cetakan pertama yang harus dilewati setiap calon pemimpin bangsa adalah pendidikan primer yang dilakukan oleh orang tua. Pendidikan yang selau diawali dengan belajar makan, belajar berjalan, belajar berbicara, imitasi (meniru) sampai pada akhirnya dapat melakukan segalanya dengan sendiri adalah pendidikan paling dini yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya dirumah. Pendidikan yang menjadi pondasi awal kepribadian anak ini sering kali dilakukan dengan cara yang salah.
Ketika anak, menginjak usia kanak-kanak (3-5 tahun), pada masa itu anak sangat menyukai warna, gambar dan dia mulai mencoba sendiri dengan mencorat-coret tembok. Bagi orang tua yang tidak memahami masa ini, pasti banyak dari mereka yang memarahi, bahkan main tangan dengan memukul, atau mencubit. Ini adalah suatu kesalahan, karena tanpa memarahi, Memukul atau pun mencubit cubit anak bisa mengikuti apa keinginan orang tuanya, asal orang tua dapat memberi nasehat dengan cara yang baik serta mengalihkan perhatiannya terhadap yang lain itu akan lebih efektif. Dari beberapa orang tua yang saya tanya mengapa memarahi, bahkan memukul anaknya? sebagian besar mereka menjawab, bila dibiarkan akan menjadi kebiasaan buruk. Inilah stigma tanpa dasar yang salah dan harus dihilangkan dari masyarakat dimana biaanya orang tua sebagai pelaku kekerasan dahuluny merupakan korban kekerasan dan bila hal ini terus dibiarkan akan menghambat tumbuh kembang anak. Padahal pendidikan dapat dilakukan dengan cara dialogis atau pemberian contoh.
            Dewasa ini perampasan hak anak tidak lagi memandang tempat dan waktu sehingga semakin mengancam tumbuh kembang anak. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu, serta tempat untuk menata mental anak tak luput dari tindak perampasan hak anak terutama kekerasan. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh para guru sering kali bermotif mendidik. Tindak kekerasan yang meliputi kekerasan fisik (mencubit, memukul), kekerasan psikis (ejekan pedas), kekerasan seksual (pemerkosaan) acap kali mewarnai dunia pendidikan kita. Guru yang dalam bahasa Jawa berarti digugu lan diru atau dalam bahasa Indonesia dituruti perkataanya dan diteladani prilakunya seolah tidak lagi dapat dibanggakan murinya. Dan bila ada guru yang dilaporkan kepada pihak berwajib karena tindakannya yang melangkahi norma dan kaidah hak anak, guru membela diri dengan melimpahkan kesalahan pada muridnya.
Selain di sekolah, di lingkungan masyarakat pun anak menjadi objek empuk perampasan haknya terutama eksploitasi dan traficking. Data mengejutkan datang dari Tim ESKA Surabaya (PLAN) yang melakukan penelitian 18 titik rawan ESKA dan hasilnya menyebutkan bahwa ESKA (Eksploitasi Seks Komersial Anak) 36% karena traficking, 33% karena pergaulan bebas, 18% karena himpitan ekonomi, dan 13% karena menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dan tak jarang dari mereka yang mendapatkan perlakuan tak layak oleh mucikari (germo), bahkan pelanggannya. Ini adalah persentase yang amat menyayat bangsa ini. Anak-anak yang seharusnya mendapat kasih sayang yang cukup, namun dipaksa mengikuti kegiatan orang dewasa yang bukan porsinya. Anak ini seperti buah mangga yang diberi kalsium karbida (CaC2) agar cepat matang.
Meski realita yang terjadi demikian namun dari data penelitian Tim ESKA yang saya baca, disini saya menemukan setitik cahaya terang dimana dari 103 ESKA yang didampingi Koalisi Perempuan Indonesia (Jatim), Yayasan hotline, Yayasan Genta, PKBI Jatim, Abdi Asih, dan LPA Jatim 32 ESKA telah pulang ke kampung halamannya.
Masalah anak memang tak ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah satu selesai, masalah yang lainnya muncul bak sebuah bola dunia yang tak berujung. Ramainya kasus anak membuat banyak pihak mulai turun tangan sehingga muncul lembaga pemerhati anak seperti LPA (Lembaga Perlindungan Anak), PLAN, dan KPA (Komisi Perlindungan Anak). Dari beberapa lembaga pemerhati anak tidak sedikit yang melahirkan wadah untuk menyalurkan bakat, kreasi, serta tempat berpartisipasi anak, salah satunya adalah DPA (Dewan Perwakiklan Anak).
DPA merupakan organisasi anak yang bersikap terbuka pada semua anak. Dimana dalam organisasi ini, anak dilatih kepemimpinan, bersosialisasi dengan orang lain, memperjuangkan hak anak di kabupatennya dan DPA juga sering kali mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti kumpul bocah, bakti sosial, penyebaran pamflet pada hari AIDS sedunia, dan sering kali menjadi fasilitator dalam kegiatan yang berhubungan dengan anak (data kegiatan DPA Tulungagung). Tidak sedikit lembaga-lembaga pemerintahan yang mengacungi jempol terhadap peran serta anak, seperti UNICEF, Pemkab, Pemprop, LPA, dan masih banyak lagi.
Selain wadah-wadah penyaluran kegiatan anak di atas, saya berfikir dan mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat di jadikan sebagai acuan orang dewasa agar anak, dapat tumbuh dan berkembang secara baik, yaitu:
  1. Mengisi waktu luang dengan kegiatan positif
Setiap anak harus mendapatkan pendampingan yang lebih namun tidak membatasi tumbuh kembang sesuai usianya. Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, merupakan cara efektif untuk dapat mengalihkan kegiatan anak dari kegiatan negatif menuju kegiatan positif. Banyaknya organisasi anak menjadi peluang penyaluran kreatifitas anak, seperti kegitan ekstrakulikuler di sekolah (PRAMUKA, PMR, KIR, dll). Dalam kegiatan ekstrakulikuler minat serta bakat anak tersalurkan secara spesifik dan yang pasti tidak mengganggu kegiatan belajar/menuntut ilmu di sekolah.
  1. LINGKUNAN SOSIAL
Lingkungan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, lingkungan yang kondusif seperti lingkungan yang aman, bersih, nyaman serta fasilitas bermain yang mencukupi menjadi faktor pendorong terciptanya individu yang baik. Dan sebaliknya apabila lingkungan yang ditempai kotor, dan bebas (tidak memihak pada tumbuh kembang anak) seperti lingkungan tempat pelacuran, lingkungan industri besar yang rawan terhadap eksploitasi anak, apabila individu tumbuh tidak akan tumbuh secara baik. Menurut pepatah Jawa galangan kalah kaaro golongan yang dalam Bahasa Indonesia berarti bakat, minat, dan potensi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk kepribadiannya.
  1. GIZI
Semua orang tua pasti mengharap anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat jasmani dan rohani. Anak yang sehat adalah anak yang dalam anak yang aktif, cakap, berkepribadian baik, serta jauh dari sakit. Dan selayaknya agar anak tumbuh dan berkembang secara baik, membutuhkan gizi yang cukup seperti tercukupinya:
    • Karbohidrat sebagai sumber energi utama
    • Protein untuk pertimbuhan sel-sel tubuh
    • Vitamin (A, B, C, D, E, K)
    • Mineral
Dalam pengamatan saya di masyarakat sering saya jumpai orang tua yang lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan pribadinya dalam hal ini rokok dibanding memenuhi kebutuhan gizi anaknya.
  1. PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan faktor utama yang harus di dapat seorang anak, karena pendidikan sangat mempengaruhi pola fikir anak serta berperan sangat penting bagi masa depannya. Bila kita melihat lingkungan di sekitar rumah, kita akan sangat mudah membedakan mana orang yang mengenyam pendidikan dan mana yang tidak mengenyam pendidikan. Orang yang tidak berpendidikan akan mudah kita kenali dari gaya bicaranya yang kurang berbobot serta cenderung nglantur dan ketika bertindak cenderung menonjolkan emosi ketimbang pemikiran. Ditinjau dari peluang kerja atau karier anak dengan pendidikan rendah atau tanpa pendidikan maka peluang kerjanya akan sangat terbatas. Dengan pendidikan yang diperoleh, seorang anak akan memiliki banyak peluang dalam berkarier dari sini lah mengapa pendidikan sangat penting dalam tumbuh kembang anak.
Dalam upaya pemenuhan hak partisipasi anak di rumah, di sekolah, dan masyarakat, maka peran orang tua, masyarakat dan pemerintah mutlak diperlukan. Mereka harus saling bahu membahu dalam upaya mewujudkan pemenuhan hak anak. Dengan demikian tujuan mencetak generasi masa depan Indonesia yang sehat, cerdas, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab akan menjadi kenyataan dan bukan impian semata.
Anak adalah calon pemimpin masa depan menggantikan pemimpin-pemimpin saat ini yang telah udzur, dan mari kita bentuk karakter bangsa yang bebudi pekerti, kreatif, beriman, bertakwa, serta disiplin dalam menghadapi segala gejolak Global yang sulit dibendung ini!!
Together we do!!!

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, January 8, 2012

Partisipasi Anak dalam Mengembalikan Haknya di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat



Akhir-akhir ini media masa ramai membicarakan masalah anak, mulai dari pembunuhan anak oleh orang tuanya sendiri, penelantaran anak, eksploitasi anak, bahkan acara realita di tv pun tak canggung-canggung menayangkan secara live isu anak. KPA (Komisi Perlindungan Anak) pun tak luput dari sorotan banyak kalangan karena perannya dalam memperjuangkan hak-hak anak. Orang tua yang menjadi pelaku perampasan pun sering kali ngotot memperjuangkan kemauannya pada anak. Inilah titik awal dimana tidak terjadinya keselarasan pendapat antara orang tua dengan kaidah hak anak. Dan seolah isu anak menjadi hal yang biasa dan lumrah di kalangan masyarakat.
Kebanyakan masalah anak di mulai dari ketidaktahuan orang dewasa terutama orang tua mengenai definisi anak menyebabkan banyak orang menyalahartikan arti anak. Sebenarnya apakah definisi anak? Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Dari UU di atas sangat jelas bahwa anak adalah manusia yang lemah, membutuhkan kasih sayang, dan masih membutuhkan perhatian. Anak adalah amanah Tuhan yang harus dilindungi, dirawat sebaik-baiknya dan dipenuhi haknyaOleh karena itu orang tua menjadi pemangku utama pemenuhan hak anak. Beberapa organisasi pemerhati anak mengelompokkan hak dasar anak menjadi 4, yaitu meliputi:
  1. hak hidup
manusia hidup dalam keadaan bernyawa. Dan setiap orang yang bernyawa mempunyai hak untuk diakui keberadaannya. Begitu pula anak, anak adalah individu lemah yang harus diakui keberadaanya, mendapat penghidupan yang layak, serta mendapat pengakuan dari pemerintah tentang keberadaannya dengan dibuatkannya akta kelahiran.
  1. hak tumbuh dan kembang
hak tumbuh dan berkembang adalah suatu hak dimana anak mendapatkan gizi yang cukup untuk pertumbuhan dan mendapat perhatian serta kasih sayang yang cukup dalam proses kembangnya. Selain itu anak berhak atas fasilitas kesehatan yang layak, dan anak berhak bermain sesuai tingkat usianya.
  1. hak perlindungan
setiap anak yang lahir mempunyai hak untuk dilindungi oleh orang yang lebih dewasa dari segala bentuk keadaan yang membahayakan dirinya.
  1. hak partisipasi
setiap anak mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam segala bidang, seperti bebas berpendapat, bebas mengikuti ORMAS (Organisasi Masyarakat), bebas berekspresi,dll
Dari keempat hak di atas, menegaskan secara gamblang kepada semua pihak bahwa anak mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Meski demikian perampasan hak anak masih sering  terdengar di telinga saya. Perampasan yang meliputi eksploitasi, kekerasan, traficking, dll merupakan kartu kuning untuk bangsa ini. Terlebih anak adalah calon pemimpin masa depan yang nantinya menggantikan para pemimpin-pemimpin bangsa ini. Maka selayaknya anak dididik dengan baik sejak dini, agar nantinya menjadi pemimpin yang bermoral baik, adil, bijaksana, berwibawa, dan bertanggung jawab serta bebas dari korupsi.
Cetakan pertama yang harus dilewati setiap calon pemimpin bangsa adalah pendidikan primer yang dilakukan oleh orang tua. Pendidikan yang selau diawali dengan belajar makan, belajar berjalan, belajar berbicara, imitasi (meniru) sampai pada akhirnya dapat melakukan segalanya dengan sendiri adalah pendidikan paling dini yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya dirumah. Pendidikan yang menjadi pondasi awal kepribadian anak ini sering kali dilakukan dengan cara yang salah.
Ketika anak, menginjak usia kanak-kanak (3-5 tahun), pada masa itu anak sangat menyukai warna, gambar dan dia mulai mencoba sendiri dengan mencorat-coret tembok. Bagi orang tua yang tidak memahami masa ini, pasti banyak dari mereka yang memarahi, bahkan main tangan dengan memukul, atau mencubit. Ini adalah suatu kesalahan, karena tanpa memarahi, Memukul atau pun mencubit cubit anak bisa mengikuti apa keinginan orang tuanya, asal orang tua dapat memberi nasehat dengan cara yang baik serta mengalihkan perhatiannya terhadap yang lain itu akan lebih efektif. Dari beberapa orang tua yang saya tanya mengapa memarahi, bahkan memukul anaknya? sebagian besar mereka menjawab, bila dibiarkan akan menjadi kebiasaan buruk. Inilah stigma tanpa dasar yang salah dan harus dihilangkan dari masyarakat dimana biaanya orang tua sebagai pelaku kekerasan dahuluny merupakan korban kekerasan dan bila hal ini terus dibiarkan akan menghambat tumbuh kembang anak. Padahal pendidikan dapat dilakukan dengan cara dialogis atau pemberian contoh.
            Dewasa ini perampasan hak anak tidak lagi memandang tempat dan waktu sehingga semakin mengancam tumbuh kembang anak. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu, serta tempat untuk menata mental anak tak luput dari tindak perampasan hak anak terutama kekerasan. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh para guru sering kali bermotif mendidik. Tindak kekerasan yang meliputi kekerasan fisik (mencubit, memukul), kekerasan psikis (ejekan pedas), kekerasan seksual (pemerkosaan) acap kali mewarnai dunia pendidikan kita. Guru yang dalam bahasa Jawa berarti digugu lan diru atau dalam bahasa Indonesia dituruti perkataanya dan diteladani prilakunya seolah tidak lagi dapat dibanggakan murinya. Dan bila ada guru yang dilaporkan kepada pihak berwajib karena tindakannya yang melangkahi norma dan kaidah hak anak, guru membela diri dengan melimpahkan kesalahan pada muridnya.
Selain di sekolah, di lingkungan masyarakat pun anak menjadi objek empuk perampasan haknya terutama eksploitasi dan traficking. Data mengejutkan datang dari Tim ESKA Surabaya (PLAN) yang melakukan penelitian 18 titik rawan ESKA dan hasilnya menyebutkan bahwa ESKA (Eksploitasi Seks Komersial Anak) 36% karena traficking, 33% karena pergaulan bebas, 18% karena himpitan ekonomi, dan 13% karena menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dan tak jarang dari mereka yang mendapatkan perlakuan tak layak oleh mucikari (germo), bahkan pelanggannya. Ini adalah persentase yang amat menyayat bangsa ini. Anak-anak yang seharusnya mendapat kasih sayang yang cukup, namun dipaksa mengikuti kegiatan orang dewasa yang bukan porsinya. Anak ini seperti buah mangga yang diberi kalsium karbida (CaC2) agar cepat matang.
Meski realita yang terjadi demikian namun dari data penelitian Tim ESKA yang saya baca, disini saya menemukan setitik cahaya terang dimana dari 103 ESKA yang didampingi Koalisi Perempuan Indonesia (Jatim), Yayasan hotline, Yayasan Genta, PKBI Jatim, Abdi Asih, dan LPA Jatim 32 ESKA telah pulang ke kampung halamannya.
Masalah anak memang tak ada habisnya untuk dibicarakan. Masalah satu selesai, masalah yang lainnya muncul bak sebuah bola dunia yang tak berujung. Ramainya kasus anak membuat banyak pihak mulai turun tangan sehingga muncul lembaga pemerhati anak seperti LPA (Lembaga Perlindungan Anak), PLAN, dan KPA (Komisi Perlindungan Anak). Dari beberapa lembaga pemerhati anak tidak sedikit yang melahirkan wadah untuk menyalurkan bakat, kreasi, serta tempat berpartisipasi anak, salah satunya adalah DPA (Dewan Perwakiklan Anak).
DPA merupakan organisasi anak yang bersikap terbuka pada semua anak. Dimana dalam organisasi ini, anak dilatih kepemimpinan, bersosialisasi dengan orang lain, memperjuangkan hak anak di kabupatennya dan DPA juga sering kali mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti kumpul bocah, bakti sosial, penyebaran pamflet pada hari AIDS sedunia, dan sering kali menjadi fasilitator dalam kegiatan yang berhubungan dengan anak (data kegiatan DPA Tulungagung). Tidak sedikit lembaga-lembaga pemerintahan yang mengacungi jempol terhadap peran serta anak, seperti UNICEF, Pemkab, Pemprop, LPA, dan masih banyak lagi.
Selain wadah-wadah penyaluran kegiatan anak di atas, saya berfikir dan mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat di jadikan sebagai acuan orang dewasa agar anak, dapat tumbuh dan berkembang secara baik, yaitu:
  1. Mengisi waktu luang dengan kegiatan positif
Setiap anak harus mendapatkan pendampingan yang lebih namun tidak membatasi tumbuh kembang sesuai usianya. Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, merupakan cara efektif untuk dapat mengalihkan kegiatan anak dari kegiatan negatif menuju kegiatan positif. Banyaknya organisasi anak menjadi peluang penyaluran kreatifitas anak, seperti kegitan ekstrakulikuler di sekolah (PRAMUKA, PMR, KIR, dll). Dalam kegiatan ekstrakulikuler minat serta bakat anak tersalurkan secara spesifik dan yang pasti tidak mengganggu kegiatan belajar/menuntut ilmu di sekolah.
  1. LINGKUNAN SOSIAL
Lingkungan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, lingkungan yang kondusif seperti lingkungan yang aman, bersih, nyaman serta fasilitas bermain yang mencukupi menjadi faktor pendorong terciptanya individu yang baik. Dan sebaliknya apabila lingkungan yang ditempai kotor, dan bebas (tidak memihak pada tumbuh kembang anak) seperti lingkungan tempat pelacuran, lingkungan industri besar yang rawan terhadap eksploitasi anak, apabila individu tumbuh tidak akan tumbuh secara baik. Menurut pepatah Jawa galangan kalah kaaro golongan yang dalam Bahasa Indonesia berarti bakat, minat, dan potensi anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk kepribadiannya.
  1. GIZI
Semua orang tua pasti mengharap anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat jasmani dan rohani. Anak yang sehat adalah anak yang dalam anak yang aktif, cakap, berkepribadian baik, serta jauh dari sakit. Dan selayaknya agar anak tumbuh dan berkembang secara baik, membutuhkan gizi yang cukup seperti tercukupinya:
    • Karbohidrat sebagai sumber energi utama
    • Protein untuk pertimbuhan sel-sel tubuh
    • Vitamin (A, B, C, D, E, K)
    • Mineral
Dalam pengamatan saya di masyarakat sering saya jumpai orang tua yang lebih mengutamakan memenuhi kebutuhan pribadinya dalam hal ini rokok dibanding memenuhi kebutuhan gizi anaknya.
  1. PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan faktor utama yang harus di dapat seorang anak, karena pendidikan sangat mempengaruhi pola fikir anak serta berperan sangat penting bagi masa depannya. Bila kita melihat lingkungan di sekitar rumah, kita akan sangat mudah membedakan mana orang yang mengenyam pendidikan dan mana yang tidak mengenyam pendidikan. Orang yang tidak berpendidikan akan mudah kita kenali dari gaya bicaranya yang kurang berbobot serta cenderung nglantur dan ketika bertindak cenderung menonjolkan emosi ketimbang pemikiran. Ditinjau dari peluang kerja atau karier anak dengan pendidikan rendah atau tanpa pendidikan maka peluang kerjanya akan sangat terbatas. Dengan pendidikan yang diperoleh, seorang anak akan memiliki banyak peluang dalam berkarier dari sini lah mengapa pendidikan sangat penting dalam tumbuh kembang anak.
Dalam upaya pemenuhan hak partisipasi anak di rumah, di sekolah, dan masyarakat, maka peran orang tua, masyarakat dan pemerintah mutlak diperlukan. Mereka harus saling bahu membahu dalam upaya mewujudkan pemenuhan hak anak. Dengan demikian tujuan mencetak generasi masa depan Indonesia yang sehat, cerdas, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab akan menjadi kenyataan dan bukan impian semata.
Anak adalah calon pemimpin masa depan menggantikan pemimpin-pemimpin saat ini yang telah udzur, dan mari kita bentuk karakter bangsa yang bebudi pekerti, kreatif, beriman, bertakwa, serta disiplin dalam menghadapi segala gejolak Global yang sulit dibendung ini!!
Together we do!!!

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea