Sunday, January 8, 2012

Oh Dokter, Oh Guru ku

Posted by Devy Ratriana Amiati at 5:33 PM


           Profesi dokter yang merangkap menjadi dosen bukan lagi hal yang tabu di era globalisasi ini. Ilmu kedokteran yang terus berkesinambungan dan semakin berkembang mendorong alumni fakultas kedokteran mampu menyumbangkan ilmu yang telah dipelajarinya untuk diajarkan pada mahasiswa pendidikan dokter umum atau pendidikan dokter gigi, agar mampu bersaing serta menemukan inovasi-inovasi baru dalam dunia kedokteran baik oleh dosen yang telah menempuh S2, Specialis, dan Profesor. Di samping kemahirannya tersebut ada satu yang jarang sekali dimiliki oleh para dokter yang menjadi dosen, yaitu Mental Pendidik.
Mari sejenak kita nyanyikan lagu di bawah:

Hymne Guru
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanu bari ku
Semua baktimu akan ku ukir di dalam hati ku
Sebagai prasasti trimakasih ku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa

            Ya.. inilah lagu yang dulu saat SD sering kali saya nyanyikan bersama teman-teman dikala istirahat dengan menyantap snack yang dibeli di koperasi kecil milik sekolah, tapi dalam coretan ini tidak akan dibahas lebih lanjut tentang hal tersebut. Lets come back! Guru digugu lan ditiru, Guru adalah sebutan bersahaja dari seorang pendidik karena kearifan dan ketlatenannya dalam mendidik siswanya mulai dari membaca, berhitung, sampai membuat karya ilmiah, dll. Begitu halnya dengan dosen. Bedanya hanya pada siapa yang di didik dan tingkatan saja. Jasa keduanya tak dapat dianggap biasa saja.
Dokter juga dosen, kedudukan yang lumayan untuk dunia, namun banyak masyarakat awam menyebut dokter itu tidak memasyarakat, apalagi yang jadi dosen atau menempuh spesialis hmm... sebutan itu dapat dikatakan benar dan juga dapat dikatakan salah, karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda. Begitu halnya dengan dosen-dosen yang mengajar di fakultas saya. Memang pola pengajaran beliau-beliau bervariative.


<<<SEDIKIT CERITA>>>
Suatu ketika terdengar gerutu seorang ibu yang baru saja datang dan berobat pada dokter specialis THT,”Saya sudah datang jauh-jauh Nak masak dokternya bilang,”Maaf ya bu, besok saja kembali lagi, saya akan melakukan operasi” (dengan nada cuek), jadinya saya ya marah Nak. Saya antri sudah lama, juga sudah bayar untuk mengambil tiket antrian la kok diperlakukan seperti itu” setiap orang punya kesan tersendiri saat berkunjung ke dokter, salah satunya ibu tersebut, dan saya juga punya pengalaman.

Point yang selayaknya jadi renungan untuk para dokter yang hidup di tengah masyarakat. Melayani masyarakat, bertukar ilmu adalah kewajiban kita, juga tujuan utama kita menempuh pendidikan dokter. Apabila sikap kurang bersahabat masih ada, keeratan pun tidak dapat dibina dengan baik. Jika ada yang sakit, bisa saja membantu menyembuhkan, mahasiswa kesulitan dalam mata kuliah, bisa saja kita membantu menyelesaikan namun point terpenting disini adalah rasa “ANDAP ASOR/RENDAH HATI”  (dokter/calon dokter) yang harus ditanamkan dan begitu diharapkan masyarakat.
Saya menyebut tulisan ini adalah curahan isi hati dan bahan refleksi bersamana untuk para dokter dan calon dokter. Maaf jika ada kata yang kurang berkenan, saya hanya menyampaikan suara hati masyarakat, dan saya masih belajar menjadi calon dokter yang bermanfaat untuk masyarakat, dunia, dan akhirat.
Semoga bermanfaat bagi saya dan yang membaca. Wassalamu’alaikum wr.wb

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, January 8, 2012

Oh Dokter, Oh Guru ku



           Profesi dokter yang merangkap menjadi dosen bukan lagi hal yang tabu di era globalisasi ini. Ilmu kedokteran yang terus berkesinambungan dan semakin berkembang mendorong alumni fakultas kedokteran mampu menyumbangkan ilmu yang telah dipelajarinya untuk diajarkan pada mahasiswa pendidikan dokter umum atau pendidikan dokter gigi, agar mampu bersaing serta menemukan inovasi-inovasi baru dalam dunia kedokteran baik oleh dosen yang telah menempuh S2, Specialis, dan Profesor. Di samping kemahirannya tersebut ada satu yang jarang sekali dimiliki oleh para dokter yang menjadi dosen, yaitu Mental Pendidik.
Mari sejenak kita nyanyikan lagu di bawah:

Hymne Guru
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanu bari ku
Semua baktimu akan ku ukir di dalam hati ku
Sebagai prasasti trimakasih ku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa

            Ya.. inilah lagu yang dulu saat SD sering kali saya nyanyikan bersama teman-teman dikala istirahat dengan menyantap snack yang dibeli di koperasi kecil milik sekolah, tapi dalam coretan ini tidak akan dibahas lebih lanjut tentang hal tersebut. Lets come back! Guru digugu lan ditiru, Guru adalah sebutan bersahaja dari seorang pendidik karena kearifan dan ketlatenannya dalam mendidik siswanya mulai dari membaca, berhitung, sampai membuat karya ilmiah, dll. Begitu halnya dengan dosen. Bedanya hanya pada siapa yang di didik dan tingkatan saja. Jasa keduanya tak dapat dianggap biasa saja.
Dokter juga dosen, kedudukan yang lumayan untuk dunia, namun banyak masyarakat awam menyebut dokter itu tidak memasyarakat, apalagi yang jadi dosen atau menempuh spesialis hmm... sebutan itu dapat dikatakan benar dan juga dapat dikatakan salah, karena setiap orang memiliki karakter yang berbeda. Begitu halnya dengan dosen-dosen yang mengajar di fakultas saya. Memang pola pengajaran beliau-beliau bervariative.


<<<SEDIKIT CERITA>>>
Suatu ketika terdengar gerutu seorang ibu yang baru saja datang dan berobat pada dokter specialis THT,”Saya sudah datang jauh-jauh Nak masak dokternya bilang,”Maaf ya bu, besok saja kembali lagi, saya akan melakukan operasi” (dengan nada cuek), jadinya saya ya marah Nak. Saya antri sudah lama, juga sudah bayar untuk mengambil tiket antrian la kok diperlakukan seperti itu” setiap orang punya kesan tersendiri saat berkunjung ke dokter, salah satunya ibu tersebut, dan saya juga punya pengalaman.

Point yang selayaknya jadi renungan untuk para dokter yang hidup di tengah masyarakat. Melayani masyarakat, bertukar ilmu adalah kewajiban kita, juga tujuan utama kita menempuh pendidikan dokter. Apabila sikap kurang bersahabat masih ada, keeratan pun tidak dapat dibina dengan baik. Jika ada yang sakit, bisa saja membantu menyembuhkan, mahasiswa kesulitan dalam mata kuliah, bisa saja kita membantu menyelesaikan namun point terpenting disini adalah rasa “ANDAP ASOR/RENDAH HATI”  (dokter/calon dokter) yang harus ditanamkan dan begitu diharapkan masyarakat.
Saya menyebut tulisan ini adalah curahan isi hati dan bahan refleksi bersamana untuk para dokter dan calon dokter. Maaf jika ada kata yang kurang berkenan, saya hanya menyampaikan suara hati masyarakat, dan saya masih belajar menjadi calon dokter yang bermanfaat untuk masyarakat, dunia, dan akhirat.
Semoga bermanfaat bagi saya dan yang membaca. Wassalamu’alaikum wr.wb

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea