Sunday, January 8, 2012

Nafas Zaman Telah Berpindah

Posted by Devy Ratriana Amiati at 5:37 PM




          Era globalisasi membawa kebangkitan dunia, kemajuan pada berbagai aspek kehidupan baik dari segi ekonomi, kebudayaan, sosial, dan pendidikan. Munculnya pabrik-pabrik pembuat nuklir di negara maju, perdagangan yang semakin bebas, dan tiap-tiap negara berlomba-lomba membuat gedung pencakar langit merupakan bukti nyata bahwa semua negara merayakan lahirnya zaman ini. Pemikiran-pemikiran serba canggih yang terus dikembangkan membawa dampak bagi semua negara di jagat raya. Bangsa ini pun juga turut merayakan lahirnya globalisasi, yang ditandai dengan munculnya pabrik-pabrik besar, gencarnya program pertukaran pelajar, peningkatan standar minimum kelulusan untuk siswa-siswa SD,SMP, dan SMA, dalam pariwisata gencar juga dengan moto “Visit Indonesia”, berbagai fasilitas baru dibangun seperti mol, tempat hiburan, dll
            Banyak orang berkata Globalisasi membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang serba canggih nan modern. Segala sesuatunya tidak lagi dikerjakan tanggan manusia. Berbagai macam mesin, berbagai macam bentuk robot, beratus-ratus satelit telah menjadi prajurit dalam globalisasi.
            Zaman ini bisa diacungi jempol karena kemajuan-kemajuan di atas, namun siapa menyangka jikalau zaman ini membuat bangsa Indonesia kehilangan jati diri yang telah melekat sejak beratus-ratus abad yang lalu. Hak anak yang tak lagi terpenuhi, serta kebudayaan daerah yang semakin tergusur kebudayaan baru, telah menjadi hal biasa. Banyak orang tua yang lebih memilih bekerja membawa dampak yang kurang baik pada keluarga terlebih pada tumbuh kembang anak-anak mereka. Kesibukan mencari uang karena tuntutan ekonomi global, membuat mereka lupa dengan kewajiban yang harus mereka penuhi pada anaknya.
            Bagi para orang tua sibuk yang berpenghasilan di atas rata-rata seringkali memberi materi yang lebih dan mengganggapnya sebagai pengganti kasih sayang mereka yang tersita karena kesibukan. Sedangkan bagi orang tua yang berpenghasilan pas-pasan globalisasi memperburuk bahkan menambah beban yang harus mereka pikul. Karena banyaknya beban, ada beberapa orang tua yang mengeksploitasi anak mereka untuk membantu memikul beban ekonomi. Seperti nasib anak jalanan di kota besar seperti Surabaya yang mengamen di sepanjang jalan, terminal, dan tempat umum lainnnya bahkan bagi yang tidak mau berpanas-panasan ditengah terik matahari, mengambil jalan pintas dengan menjual diri mereka kepada om-om yang tidak mereka kenal. Kegiatan anak yang melacurkan diri ini disebut ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak), dan sebagian besar ESKA dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
             Buah mangga yang belum matang lalu diberi kalsium karbida (CaC2) agar cepat matang, itulah istilah yang tepat untuk anak-anak ini. anak-anak yang seharusnya menikmati masa kanak-kanak mereka dengan gaya khas anak serta kepolosannya, namun nyatanya anak-anak sekarang dipaksa untuk mengikuti arus orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, bergaya hidup modern nan bebas, serta meninggalkan dan menghilangkan masa indah kanak-kanak yang seharusnya mereka lewati.
            Bila melihat film atau sinetron-sinetron di TV, tidak sedikit anak usia 12-15 tahun berdandan ala orang dewasa bahkan beberapa diantara mereka tidak keberatan jika berperan sebagai ibu-ibu. Pernah ada salah satu infotaiment bertanya kepada salah seorang artis yang masih sangat belia yang memerankan ibu di salah satu sinetron,”Kamu kan masih kecil kok mau berperan menjadi ibu-ibu”, dengan entengnya artis itu menjawab,”Ah biasa Mbak tuntutan profesi”. Jelas dia tidak pernah menyadari bahwa secara tidak langsung dan pasti, perannya sebagai ibu-ibu akan merubah dia menjadi sosok yang lebih dewasa di kesehariannya, dalam usianya masih terbilang anak untuk melakukan peran itu.
            Dampak globalisasi juga tercermin pada kelunturan budaya daerah yang kian tahun kian tipis. Pada saat saya masih berusia 8 tahun tepatnya 9 tahun yang lalu kebudayaan daerah masih sangat kental. Masih banyak anak-anak yang memainkan permainan daerah seperti gedrik, entik, gobak sodor, beteng, dan lain-lain. Gending-gending jawa pun juga masih sering melintas di telinga saya baik dalam acara hajatan tau pun disiarkan lewat radio. Hal sebaliknya terjadi pada zaman sekarang, apabila kita tengok kegiatan anak-anak cenderung mengarah pada permainan modern seperti playstation, game online yang menyajikan berbagai adventure yang membuat anak cenderung bersikap individualisme. Ditambah lagi kurangnya kesadaran orang tua modern yang mau mengajak anak-anak mereka pergi ke musium, menonton ketoprak, ludruk, wayang kulit dan lebih suka mengajak mereka menonton pertunjukan tokoh-tokoh disney yang di datang dari Inggris.
            Apabila kita membuka mata lebar-lebar sebenarnya bangsa ini belum terlau siap menghadapi perkembangan globalisasi, hal itu tercermin dari belum seimbangnya antara kemajuan IPTEK dengan pemeliharaan kebudayaan, terutama kebudayaan daerah, yang mulai luntur dan tergantikan kebudayaan luar negeri. Terlebih peran serta masyarakat untuk mempertahankan kebudayaan daerah terlihat belum begitu maksimal.
Dalam UUD 1945 pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Sesuai UUD 1945 pasal 32 ayat 1 diatas pemerintah saat ini terus menggembor-gemborkan agar masyarakat Indonesia mencintai dan mempertahankan kebudayaan daerah, agar tidak dicuri negara lain seperti hilangnya batik asli Indonesia tahun lalu.
            Kebudayaan global yang condong pada kebudayaan Liberal (kebebasan) membuat bangsa ini seolah kehilangan jati diri. Bangsa yang dulunya dikagumi pedagang-pedagang asing karena adat istiadat ketimuran yang kental kini telah berubah, hal-hal yang dulunya dianggap tak etis berada di lingkungan masyarakat sekarang seolah mejadi hal biasa dan halal meski apabila ditimbang dari segi moral, dan agama merupakan sesuatu yang sangat buruk dan tak pantas berkembang di Indonesia. Dimana-mana berdiri diskotik, bar, tempat karaoke plus-plus dan tidak sedikit dari karyawan serta penggunjung merupakan anak-anak remaja dibawah umur, ini merupakan kartu kuning untuk bangsa ini. Terlebih para remaja merupakan benih-benih bangsa yang nantinya akan tumbuh dan  besar menggantikan para pemimpin yang telah udzur
            Sungguh bangsa ini benar-benar lupa denagan warisan yang ditinggalkan nenek moyang. Jika para seniman telah wafat dan tidak ada regenerasi kebudayaan mungkin, lagu daerah, permainan daerah, tarian daerah tinggal tulisan dalam buku sejarah Indonesia. Dan bisa jadi 100 tahun yang akan datang tokoh pewayangan seperti semar, gareng, petruk, dan bagong tidak lagi ada di tengah-tengah masyarakat, dan digantikan oleh Barbie, Winny The Pooh, Mickey Mouse, Donald Duck, dan tokoh-tokoh disney lain.
Apa yang dikatakan Bapak Menteri Komunikasi pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-102, selayaknya menjadi penyemangat  bagi kita agar tetap mempertahankan kebudayaan di tengah panasnya dunia saat ini.
Dengan sumber daya yang tersedia, melalui kerja keras kita akan mampu menyelesaikan persoalan bangsa yang kita hadapi” 

0 comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

Sunday, January 8, 2012

Nafas Zaman Telah Berpindah





          Era globalisasi membawa kebangkitan dunia, kemajuan pada berbagai aspek kehidupan baik dari segi ekonomi, kebudayaan, sosial, dan pendidikan. Munculnya pabrik-pabrik pembuat nuklir di negara maju, perdagangan yang semakin bebas, dan tiap-tiap negara berlomba-lomba membuat gedung pencakar langit merupakan bukti nyata bahwa semua negara merayakan lahirnya zaman ini. Pemikiran-pemikiran serba canggih yang terus dikembangkan membawa dampak bagi semua negara di jagat raya. Bangsa ini pun juga turut merayakan lahirnya globalisasi, yang ditandai dengan munculnya pabrik-pabrik besar, gencarnya program pertukaran pelajar, peningkatan standar minimum kelulusan untuk siswa-siswa SD,SMP, dan SMA, dalam pariwisata gencar juga dengan moto “Visit Indonesia”, berbagai fasilitas baru dibangun seperti mol, tempat hiburan, dll
            Banyak orang berkata Globalisasi membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang serba canggih nan modern. Segala sesuatunya tidak lagi dikerjakan tanggan manusia. Berbagai macam mesin, berbagai macam bentuk robot, beratus-ratus satelit telah menjadi prajurit dalam globalisasi.
            Zaman ini bisa diacungi jempol karena kemajuan-kemajuan di atas, namun siapa menyangka jikalau zaman ini membuat bangsa Indonesia kehilangan jati diri yang telah melekat sejak beratus-ratus abad yang lalu. Hak anak yang tak lagi terpenuhi, serta kebudayaan daerah yang semakin tergusur kebudayaan baru, telah menjadi hal biasa. Banyak orang tua yang lebih memilih bekerja membawa dampak yang kurang baik pada keluarga terlebih pada tumbuh kembang anak-anak mereka. Kesibukan mencari uang karena tuntutan ekonomi global, membuat mereka lupa dengan kewajiban yang harus mereka penuhi pada anaknya.
            Bagi para orang tua sibuk yang berpenghasilan di atas rata-rata seringkali memberi materi yang lebih dan mengganggapnya sebagai pengganti kasih sayang mereka yang tersita karena kesibukan. Sedangkan bagi orang tua yang berpenghasilan pas-pasan globalisasi memperburuk bahkan menambah beban yang harus mereka pikul. Karena banyaknya beban, ada beberapa orang tua yang mengeksploitasi anak mereka untuk membantu memikul beban ekonomi. Seperti nasib anak jalanan di kota besar seperti Surabaya yang mengamen di sepanjang jalan, terminal, dan tempat umum lainnnya bahkan bagi yang tidak mau berpanas-panasan ditengah terik matahari, mengambil jalan pintas dengan menjual diri mereka kepada om-om yang tidak mereka kenal. Kegiatan anak yang melacurkan diri ini disebut ESKA (Eksploitasi Seksual Komersial Anak), dan sebagian besar ESKA dilakukan oleh anak-anak di bawah umur.
             Buah mangga yang belum matang lalu diberi kalsium karbida (CaC2) agar cepat matang, itulah istilah yang tepat untuk anak-anak ini. anak-anak yang seharusnya menikmati masa kanak-kanak mereka dengan gaya khas anak serta kepolosannya, namun nyatanya anak-anak sekarang dipaksa untuk mengikuti arus orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, bergaya hidup modern nan bebas, serta meninggalkan dan menghilangkan masa indah kanak-kanak yang seharusnya mereka lewati.
            Bila melihat film atau sinetron-sinetron di TV, tidak sedikit anak usia 12-15 tahun berdandan ala orang dewasa bahkan beberapa diantara mereka tidak keberatan jika berperan sebagai ibu-ibu. Pernah ada salah satu infotaiment bertanya kepada salah seorang artis yang masih sangat belia yang memerankan ibu di salah satu sinetron,”Kamu kan masih kecil kok mau berperan menjadi ibu-ibu”, dengan entengnya artis itu menjawab,”Ah biasa Mbak tuntutan profesi”. Jelas dia tidak pernah menyadari bahwa secara tidak langsung dan pasti, perannya sebagai ibu-ibu akan merubah dia menjadi sosok yang lebih dewasa di kesehariannya, dalam usianya masih terbilang anak untuk melakukan peran itu.
            Dampak globalisasi juga tercermin pada kelunturan budaya daerah yang kian tahun kian tipis. Pada saat saya masih berusia 8 tahun tepatnya 9 tahun yang lalu kebudayaan daerah masih sangat kental. Masih banyak anak-anak yang memainkan permainan daerah seperti gedrik, entik, gobak sodor, beteng, dan lain-lain. Gending-gending jawa pun juga masih sering melintas di telinga saya baik dalam acara hajatan tau pun disiarkan lewat radio. Hal sebaliknya terjadi pada zaman sekarang, apabila kita tengok kegiatan anak-anak cenderung mengarah pada permainan modern seperti playstation, game online yang menyajikan berbagai adventure yang membuat anak cenderung bersikap individualisme. Ditambah lagi kurangnya kesadaran orang tua modern yang mau mengajak anak-anak mereka pergi ke musium, menonton ketoprak, ludruk, wayang kulit dan lebih suka mengajak mereka menonton pertunjukan tokoh-tokoh disney yang di datang dari Inggris.
            Apabila kita membuka mata lebar-lebar sebenarnya bangsa ini belum terlau siap menghadapi perkembangan globalisasi, hal itu tercermin dari belum seimbangnya antara kemajuan IPTEK dengan pemeliharaan kebudayaan, terutama kebudayaan daerah, yang mulai luntur dan tergantikan kebudayaan luar negeri. Terlebih peran serta masyarakat untuk mempertahankan kebudayaan daerah terlihat belum begitu maksimal.
Dalam UUD 1945 pasal 32 ayat 1 disebutkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Sesuai UUD 1945 pasal 32 ayat 1 diatas pemerintah saat ini terus menggembor-gemborkan agar masyarakat Indonesia mencintai dan mempertahankan kebudayaan daerah, agar tidak dicuri negara lain seperti hilangnya batik asli Indonesia tahun lalu.
            Kebudayaan global yang condong pada kebudayaan Liberal (kebebasan) membuat bangsa ini seolah kehilangan jati diri. Bangsa yang dulunya dikagumi pedagang-pedagang asing karena adat istiadat ketimuran yang kental kini telah berubah, hal-hal yang dulunya dianggap tak etis berada di lingkungan masyarakat sekarang seolah mejadi hal biasa dan halal meski apabila ditimbang dari segi moral, dan agama merupakan sesuatu yang sangat buruk dan tak pantas berkembang di Indonesia. Dimana-mana berdiri diskotik, bar, tempat karaoke plus-plus dan tidak sedikit dari karyawan serta penggunjung merupakan anak-anak remaja dibawah umur, ini merupakan kartu kuning untuk bangsa ini. Terlebih para remaja merupakan benih-benih bangsa yang nantinya akan tumbuh dan  besar menggantikan para pemimpin yang telah udzur
            Sungguh bangsa ini benar-benar lupa denagan warisan yang ditinggalkan nenek moyang. Jika para seniman telah wafat dan tidak ada regenerasi kebudayaan mungkin, lagu daerah, permainan daerah, tarian daerah tinggal tulisan dalam buku sejarah Indonesia. Dan bisa jadi 100 tahun yang akan datang tokoh pewayangan seperti semar, gareng, petruk, dan bagong tidak lagi ada di tengah-tengah masyarakat, dan digantikan oleh Barbie, Winny The Pooh, Mickey Mouse, Donald Duck, dan tokoh-tokoh disney lain.
Apa yang dikatakan Bapak Menteri Komunikasi pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-102, selayaknya menjadi penyemangat  bagi kita agar tetap mempertahankan kebudayaan di tengah panasnya dunia saat ini.
Dengan sumber daya yang tersedia, melalui kerja keras kita akan mampu menyelesaikan persoalan bangsa yang kita hadapi” 

No comments:

Post a Comment

Assalamu'alaikum wr.wb

 

Rainbow Story Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea